Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Manifesto Aceh Tanpa JIL (Sebuah Perlawanan Melawan Kebebasan yang Merusak)


Manifesto
Aceh Tanpa JIL (ATJ)
(Sebuah Perlawanan Melawan Kebebasan Yang Merusak)

ATAS nama kebebasan, perzinaan bisa dilegalkan. Atas nama kebebasan, fitnah merajalela. Atas nama kebebasan, konstitusi negara tidak jarang diacak-acak. Atas nama kebebasan, kesucian ajaran Islam diinjak-injak. Atas nama kebebasan, seks bebas dibenarkan. Atas nama kebebasan, syari’at Islam dituduh melanggar HAM. Atas nama kebebasan, harga diri wanita yang sangat mulia dalam Islam kemudian dihinakan. Atas nama kebebasan, Gay, Lesbian, Homoseksual bisa dibenarkan. 


Atas nama kebebasan, konsepsi Islam yang mengatur semua dimensi kehidupan kemudian dikerdilkan seolah hanya ajaran tentang hubungan manusia dengan Tuhannya saja. Fakta terbaru, atas nama kebebasan beragama dan alasan diskriminatif, kolom identitas agama di KTP hendak dihapus. 

Begitulah sepintas resiko kebebasan yang diperjuangkan oleh Jaringan Islam Liberal (JIL). Di Aceh pun, seruan untuk kebebasan, meski tidak begitu eksis karena kuatnya pemahaman masyarakat Aceh terhadap Islam, namun benih-benih itu terus menancapkan kakinya di tanoh para aulia ini. Lalu, cocokkah kebebasan itu dengan kita umat Islam? Sama sekali tidak. Kebebasan seperti itu tidak lain merupakan bukti kejatuhan dan kerendahan mental. 

Dan kita umat Islam tidak memiliki mental serendah itu. Kita adalah umat Islam yang terikat oleh aturan-aturan Islam yang dengan aturan itu kita selamat dan bahagia di dunia dan akhirat. Aturan-aturan Islam itu pula yang telah membawa umat Islam terdahulu pada puncak kejayaannya. 

Melihat realitas dan fenomena bahayanya pemikiran JIL, maka kemunculan sebuah gerakan masyarakat melawan JIL sesungguhnya telah menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak sekali. Maka kami yang muda ingin mengampil satu posisi untuk bangkit melawan. Sebagai generasi muda, kami punya semangat. Tapi kami membutuhkan dukungan dari segenap masyarakat. Kami butuh dukungan ulama, santri, mahasiswa, pemuda, birokrasi, akademisi, wartawan dan sebagainya. Mengapa ? Karena memang perlawanan terhadap JIL harus berjalan secara sistematis dan meliputi semua elemen masyarakat.  

Kita yakin, bahwa kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir. Kami ingin Gerakan Aceh Tanpa JIL menjadi milik semua elemen masyarakat Aceh. Dari yang tua sampai yang muda.

Lalu bagaimmana kita akan melawan JIL tersebut? Kita akan melawan mereka dengan pemikiran. Dengan tulisan. Dengan status-status kita di Facebook dan twitter. Dengan training-training, dengan penyadaran dan pencerahan, Dengan aksi-aksi. Dengan uang dari dompet kita sendiri. Dengan seluruh jiwa dan raga kita sehingga dengan itu kita berharap suatu perjumpaan yang indah dengan Allah Swt kelak di akhirat nanti. Dan kita akan terus memperkaya wawasan keIslaman kita untuk menjalankan misi tersebut. Untuk yang terakhir ini, Alhamdulillah kita juga akan bergerak bersama komunitas Indonesia Tanpa JIL (ITJ) yang semakin eksis dan mendapat dukungan yang luas dari banyak komponen masyarakat Indonesia.

Berawal dari keyakinan
Insitiatif kami meunculkan Gerakan Aceh Tanpa JIL (ATJ) berawal dari sebuah keyakinan, bahwa hanya Islam agama sempurna. Sebagai umat Islam, sedikitpun kita tidak perlu ragu akan kebenaran Islam. Bahwa hanya Islam agama yang benar di sisi Allah Swt. Islam, merupakan agama yang menempatkan logika pada posisi yang terhormat. Tapi pada saat yang bersamaan Islam mengajarkan kita bahwa logika bukanlah rujukan tertinggi. Hal ini disebabkan karena posisi akal manusia yang sungguh terbatas dalam memahami keseluruhan konsepsi Islam, khususnya yang berkaitan dengan teologi. Maka Allah Swt menurunkan Alquran sebagai pembimbing bagi logika manusia. 

Cukup banyak ayat-ayat Alquran yang mengajak kita untuk berfikir dan menggunakan logika secara maksimal, tapi juga cukup banyak ayat-ayat dalam Alquran yang menyatakan keterbatasan-keterbatasan logika dan keharusan kita mendahulukan Alquran dan hadist sebagai rujukan. Artinya, Alquran sama sekali tidak mengekang kebebasan berfikir (liberal). Tapi Alquran mengarahkan manusia agar tidak kebingungan dalam berfikir, tidak was-was dan tidak peragu dalam menjalankan ajaran Islam karena keraguan itu dikhawatirkan akan membawanya pada teori relatifitas kebenaran agama yang berujung pada pengingkaran terhadap kebenaran Islam sendiri. Sebab, Alquran menyatakan, “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (al-Baqarah: 147). 

Jadi, gerakan Aceh Tanpa JIL akan menempatkan posisi akal pada posisi ideal. Dalam memahami Islam, kita akan memadukan konsep Burhani (penggunaan nalar), konsep bayani (merujuk pada testual), dan juga konsep ‘Irfani/tasawuf (zuhud, dan tawadhu’). Jadi, kita menggunakan nalar/berfikir untuk memberikan kontribusi pemikiran atas segudang persoalan ummat dalam usaha meraih kejayaan, namun kita tetap mengedepankan teks-teks Alquran dan hadist dan mendahulukan kedua sumber rujukan Islam ini saat ia bertentangan dengan logika, bukan sebaliknya. Pada saat yang bersamaan, kita juga akan menjadi orang-orang yang senantiasa menyucikan hati sehingga hati kita, pikiran dan tindakan kita senantiasa dalam keridhaan Allah Swt. dan kita yakin, bahwa keterpaduan konsep dan metodologi berfikir ini insya Allah akan membawa umat ini menuju kejayaannya. TAKBIR!

Akhirnya, sambutlah gerakan ini. Gerakan Aceh Tanpa JIL, atau ATJ. Semoga, kerja-kerja kita hari ini menjadi bagian dari usaha panjang menuju bangkitnya kembali peradaban Islam di Aceh sebagai sentral peradaban dunia Melayu. Yang lebih penting, semoga semua ini akan menambah amalan baik kita kelak di yaumil hisab nanti. Amiin ya Rabb

Gerakan Aceh Tanpa JIL
Inisiator 
Safrianto, Ikhwan Reza, Fauzi, Nurul Aini Dwi, Nurul Aini, Nihrasiyah Al-Khaura, Zainabar, Sri Luhur Syastari, Muhammad Ridho, Hazyuniati