Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Berkeluh Kesah (Galau) dan Kikir Sumber Kehancuran


Berkeluh Kesah (Galau) dan Kikir Sumber Kehancuran

SuaraDarussalam - BERKELUH KESAH (galau) dan kikir merupakan sumber kehancuran bagi umat Islam, oleh sebab itu umat Islam diharapkan agar tidak berkeluh kesah dan berlaku kikir. Hal ini disampaikan Ustaz Zul Anshary, Lc, Direktur Dayah Baitul Arqam Sibreh, Aceh Besar saat menyampaikan materi pengajian rutin yang diselenggarakan oleh Kaukus Wartawan Peduli Syari’at Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Luwak, Banda Aceh, Kamis malam (1/1/2013).
 
Zul Anshary
Dalam pengajian yang membedah Tafsir Surat Al-Ma’arij ini, Zul Anshary menjelaskan banyak kerugian yang akan menimpa seorang muslim jika berkeluh kesah. Sebab, berkeluh kesah akan membuka berbagai pintu kerusakan. 

Orang yang suka berkeluh kesah itu melihat cobaan kecil yang dia hadapi seperti bencana besar bagi dia, padahal orang lain juga merasakannya. Keluh kesah tidak jarang juga bisa menyisakan persoalan yang terkadang tidak berujung. Memunculkan berbagai macam kesalahan-kesalahan yang tiada henti.

“Seorang muslim itu seharusnya sabar atas cobaan yang dihadapi sambil mencari jalan keluarnya berdasarkan jalan-jalan atau solusi yang diberikan oleh agama Islam”, ujar Zul Anshary yang merupakan alumnus jurusan Filsafat Universitas Al-Azhar Mesir ini.

Menurut Zul Anshary, banyak kekhawatiran-kekhawatiran yang membuat hidup manusia tidak tenang. Bahkan menyesatkan dan sampai pada perbuatan nekat yang merugikan orang lain. Memang berkeluh kesah adalah sifatnya seorang manusia, namun sifat ini jangan diperlihara disebabkan begitu banyak kerusakan yang akan muncul oleh sebab memelihara sifat keluah kesah. 

“Keluh kesah dan kikir itu pertanda seorang manusia tidak bisa bersyukur atas begitu banyak nikmat yang diberikan Allah Swt kepadanya ”, kata Zul Anshary lagi.

Dalam pengajian yang dihadiri oleh para wartawan yang tergabung dalam KWPSI serta para simpatisan ini, Zul Anshary yang mengutip ayat-ayat dalam Alquran Surat Al-Ma’arij ini juga menjelaskan ciri-ciri orang atau amal yang bisa membuat seorang Muslim tidak mudah dihinggapi penyakit keluh kesah, yaitu orang-orang yang mengerjakan shalat dan tetap mengerjakan shalatnya (konsisten), orang-orang yang menginfakkan hartanya kepada orang miskin dan peminta-minta dan yang tidak meminta-minta, orang-orang yang mempercayai hari kiamat, orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya, orang-orang yang memelihara kemaluannya kecuali terhadap isteri-isteri mereka, orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, orang-orang yang memberikan kesaksiannya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya.

“Orang-orang seperti ini akan kekal dalam surga serta akan dimuliakan oleh Allah Swt”, kata Zul Anshary menafsirkan.

Surat Al-Ma’arij terdiri atas 44 ayat dan termasuk golongan surat-surat Makkiyyah. Secara umum, surat ini menjelaskan. Perkataan “Al-Ma’aarij” yang menjadi nama bagi surat ini adalah kata jamak dari “Mi’raj”, diambil dari perkataan Al-Ma’aarij yang terdapat pada ayat 3, yang artinya menurut bahasa tempat naik. Para ulama tafsir memberi berbagai definisi tentang ini, di antaranya ialah langit, nikmat karunia dan derajat atau tingkatan yang diberikan Allah Swt kepada ahli surga (tz).