Aceh Krisis Identitas
Aceh Abad Ke-16
Pada
Masa Kerajaan Iskandar Muda di Aceh yang dimulai pada tahun 1607 Masehi sampai
dengan 1636 Masehi, merupakan masa yang sangat gemilang, Aceh merupakan negeri
yang sangat kaya dan makmur. Pada saat itu telah menjalin kerja sama dengan
kerajaan – kerajaan barat, termasuk kerajaan Inggris, Ottoman dan Belanda.
Raja
Aceh digelar Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam, kerajaan Aceh berkembang
sebagai kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda. Perkembangan pesat yang dicapai Kerajaan Aceh tidak lepas dari
letak kerajaannya yang strategis, yaitu di Pulau Sumatera bagian utara dan
dekat jalur pelayaran perdagangan internasional pada masa itu (http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbaceh/2013/10/31/
sekilas-sejarah-aceh-abad-ke-16-penulis-nurdin-s-sos-staf-pemugaran-bpcb-aceh/).
Pada
saat itu Aceh memegang peran yang sangat penting terhadap kerajaan – kerajaan
International, yaitu sebagai daerah transit
barang – barang komoditi dari Timur
ke Barat, begitu juga sebaliknya. Melalui jalur perdagangan inilah Islam masuk
ke Aceh dan mengental, sehingga Aceh mendapat sebutan dengan Serambi Mekkah.
Islam Di Aceh
Zulkifli, S.Pd.I |
Keterangan
Marco Polo
yang singgah di Perlak
pada tahun 1292 menyatakan bahwa negeri itu sudah menganut agama Islam. Begitu
juga Samudera-Pasai, berdasarkan makam yang
diketemukan di bekas kerajaan tersebut dan berita sumber-sumber yang ada
seperti yang sudah kita uraikan bahwa kerajaan ini sudah menjadi kerajaan Islam
sekitar 1270.
Tentang
sejarah perkembangan Islam
di daerah Aceh pada zaman-zaman permulaan itu petunjuk yang ada selain yang
telah kita sebutkan pada bagian-bagian yang lalu ada pada naskah-naskah yang
berasal dari dalam negeri sendiri seperti Kitab Sejarah Melayu, Hikayat
Raja-Raja Pasai. Menurut kedua kitab tersebut, seorang mubaligh yang bernama Syekh
Ismail telah datang dari Mekkah sengaja menuju Samudera untuk mengislamkan
penduduk di sana. Sesudah menyebarkan agama Islam di Aceh, Syekh Ismail pun
pulang kembali ke Mekkah, (Wikipedia).
Menurut
A. Hasyimy, kerajaan Islam pertama di Sumatera Utara adalah Kerajaan Perlak
yang muncul pada abad ke-9 Masehi (Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh).
Kerajaan Perlak mempunyai pengaruh keislaman bagi daerah-daerah di sekitarnya.
Banyak ulama Perlak yang berhasil menyebarkan Islam ke luar Perlak, misalnya
sekelompok Da’i Perlak dapat mengislamkan raja Benua.
Para ulama Perlak,
tokoh-tokoh, pemimpin, dan keluarga raja Perlak banyak yang pindah ke Lingga
setelah penyerangan Sriwijaya, sehingga mereka membentuk masyarakat Muslim di
sana dan dengan demikian maka berdirilah kerajaan Islam Lingga. Selain Perlak,
kerajaan Islam yang terpenting di Sumatera Utara adalah Samudera. Sumber-sumber
Cina menyebutkan bahwa pada tahun 1282 kerajaan kecil Samudera telah mengirim
duta-duta dengan nama muslim.
Islam
bukanlah sesuatu yang baru di Aceh, namun Islam telah ada di Aceh sejak abad
ke-9 Masehi, jadi syariat Islam bukanlah hasil ciptaan pemerintah Aceh sekarang
yang ditakuti oleh semua elemen masyarakat, namun syariat Islam adalah
penegakan hukum di kerajaan-kerajaan di Aceh dulu.
Ketika
Islam telah berdarah daging dengan suatu daerah, maka daerah itu akan
menerapkan Syariat Islam, bahkan di Aceh dulu adalah kerajaan yang menerapkan
Syariat Islam, ini terbukti dengan semboyan “Adat bak Po Teumeuruhom, Hukom bak Syiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang,
Reusam bak Laksamana”.
Kehidupan Masyarakat Aceh Sekarang
Kita
melihat sekarang perkembangan Islam di Aceh sungguh sangat jauh dari harapan,
laksana jauh panggang dari api, ini membuktikan Islam makin dangkal di Aceh,
bahkan kebanyakan kita alergi dengan syariat Islam itu sendiri.
Dayah-dayah
di Aceh tempat menimba ilmu agama Islam sudah sangat sedikit peminatnya, bahkan
kebanyakan masyarakat sekarang berasumsi bahwa bila anak kita titipkan pada
pesantren murni (Dayah Salafi) maka anak-anaknya tidak mempunyai masa depan.
Padahal kita telah mengetahuinya bahwa masa depan yang hakiki adalah
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Selain
itu, cara kita hidup sehari-hari pun sudah jauh dari pada budaya Islam sendiri,
mulai pergaulan, pakaian, berbicara, dan dalam melakukan sesuatu. Pelemparan
kepala Satpol PP Langsa beberapa hari lalu saat memperingati tidak boleh ada
keyboard tengah malam (Serambi), wanita terjaring razia pakaian ketat di
Meulaboh, praktik seks bebas, dan penjualan wanita keluar Aceh.
Kita
dapat melihat sendiri bagaimana perkembangan Islam di Aceh sekarang, didaerah
kita sendiri berapa banyak terdengar suara-suara lantunan Al Quran setelah
shalat Megrib, hampir tidak ada rumah-rumah yang terdengar membaca Al Quran,
siang, malam, pagi, dan megrib hanya suara musik dan televisi yang banyak
terdengar.
Allah
tidak pernah menyebutkan didalam Quran dan Nabi pun tidak pernah menjelaskan
dalam suatu Hadits bahwa Islam akan kekal di Aceh sampai kiamat, tidak ada satu
jaminan pun Islam akan utuh di Aceh, walau Aceh adalah daerah pertama masuk
Islam di Asia dan Aceh dinamakan dengan Serambi Mekkah. Semuanya tergantung
kita masyarakat Aceh, bila kepada Syariat Islam kita alergi dan penerapan
Syariat Islam hanya dimulut dan sebagai proyek para pejabat, jangan pernah
berharap Islam akan jaya di Aceh seperti dulu, bahkan suatu saat orang Aceh
akan merasa minder dan terheran-heran dengan Islam itu sendiri. Ingat sejarah
Islam di Spanyol dulu, dan bagaimanakah Spanyol sekarang.
Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan. “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. Dan Musa
berkata: “Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari
(ni’mat Allah) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS:
Ibrahim:7-8).
Al
Makki bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami dan dia berkata, Abdullah bin
Sa’id telah mengabarkan kepada kami (dan dia (Sa’id) adalah anak dari Abi Hind)
dan dia meriwayatkan dari ayahnya, ayahnya meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra, Ibnu
‘Abbas telah berkata : Rasulullah bersabda, “Ada dua kenikmatan, banyak manusia
menjadi merugi gara-gara dua kenikmatan ini, yaitu; nikmat kesehatan dan nikmat
waktu luang.” (H.R. Bukhari).
Zulkifli, S.Pd.I adalah Alumni STAIN Malikussaleh Lhokseumawe dan Siswa Sekolah Demokrasi Aceh Utara