Cegah “Perayaan Kelulusan UN dengan Hura-Hura” Sejak Dini
Teuku Zulkhairi
Banda Aceh - Sehubungan dengan pelaksanaan Ujian
Nasional (UN) tingkat SMA/Sederajat yang dimulai sejak 14 s/d 16 April 2014,
kami berharap agar pihak sekolah dan semua stakeholder pendidikan di Aceh,
khususnya Majlis Pendidikan Daerah (MPD), Dinas Pendidikan Aceh dan Kementerian
Agama (Kemenag) agar mempersiapkan sejak dini bagaimana mekanisme yang ampuh
untuk mencegah siswa-siswi dari kemungkinan merayakan kelulusan UN dengan cara
yang hura-hura seperti coret-coret seragam sekolah, pesta-pesta yang
bertentangan dengan syari’at Islam, konvoi urak-urakan di jalan raya dan segala
perayaan lainnya yang tidak sesuai dengan syari’at Islam dan kearifan lokal
Aceh.
Sebab, meski seruan-seruan juga
didenggungkan setiap tahun, tapi realitasnya terus saja terjadi. Artinya, kita
perlu lebih siap lagi dalam mencegah perilaku tersebut. Kita sadar bahwa semua ini
bukanlah budaya Islam, bahkan negara maju sekalipun kabarnya tidak membiarkan
perayaan kelulusan sekolah dengan cara seperti ini.
Oleh sebab itu, kami mendesak kepada
MPD, Dinas Pendidikan dan Kemenag agar sejak dini membuat aturan yang sangat
tegas dalam mencegah perayaan kelulusan UN secara hura-hura. Misalnya, siapapun
yang merayakan kelulusan UN dengan cara-cara seperti itu maka akan mendapatkan
hukuman misalnya tidak bisa ambil ijazah dan sebagainya.
Atau buatkan syarat
ketat bahwa ijazah hanya bisa diambil jika siswa menunjukkan seragam sekolah
secara lengkap. Bisa juga, berilah warning bagi pihak sekolah secara keras,
bahwa ini akan menjadi indikator keberhasilan seorang kepala sekolah. Bila perlu,
mintalah komitmen mereka.
Dan jika siswa-siswi sebuah sekolah merayakan
kelulusan UN secara hura-hura, maka kepala sekolahnya berarti gagal. Jika bisa
dicegah, maka kepala sekolahnya berarti berhasil. Dengan demikian, siswa-siswa
akan berfikir ulang untuk mencoret seragam mereka. Sekaligus, pihak sekolah
akan berjuang keras untuk mencegah.
Dan arahkan perayaan kelulusan UN
menjadi kegiatan-kegiatan yang Islami seperti kegiatan sosial di masyarakat,
mengunjungi situs sejarah, zikir di mesjid dan sebagainya yang bernuansakan
Islam. Ajak mereka untuk menyumbangkan seragam mereka kepada siswa-siswi
miskin. Itu lebih mendidik.
Selain langkah-langkah di atas, stakeholder
pendidikan, khususnya pihak sekolah juga perlunya membangun komunikasi dengan
orang tua sejak dini agar memperkuat pendidikan akhlak sejak di rumah, meminta
bantuan khatib-khatib shalat jum’at agar memberi khutbah seputar pelaksanaan UN
dan larangan merayakaan kelulusan UN dengan cara yang tidak Islami. Bisa juga
memanfaatkan media-media lainnya yang bisa membantu sosialisasi akhlak Islami
bagi siswa-siswi, khususnya dalam merayakan kelulusan UN.
Dan bagi masyarakat serta para aktivis pemerhati
pendidikan, bagaimana proses perayaan kelulusan UN oleh siswa-siswi nantinya seharusnya
bisa dijadikan indikator untuk mengukur keberhasilan kepala Dinas Pendiikan
Aceh, MPD dan Kemenag (yang menangani bidang Pendidikan Madrasah dan Pendidikan
Agama Islam), khususnya dalam mengurus siswa-siswi. Kalau perayaan kelulusan UN
dengan cara hura-hura masih terjadi, maka mereka gagal dalam menjalankan
tugasnya. Wallahu a’lam
Anggota Tim Peneliti Litbang HUDA
Wakil sekjend RTA
Alumnus Program Studi Pendidikan Islam
Pascasarjana UIN Ar-Raniry