Cita-Cita Ikhwanul Muslimin Tidak akan Mati
Oleh: Teuku Zulkhairi, MA
PASCA kudeta berdarah di Mesir bulan Juli 2013
membuat militer mempersulit gerakan Al Ikhwan al Muslimun (IM) Mesir.
Kudeta ini mengawali tragedi mengerikan yang dialami aktivis-aktivis
gerakan Islam Ikhwanul Muslimin, di mana ribuan orang menjadi korban
berdarah.
Tak cukup itu, IM dibubarkan dan dimasukkan dalam organisasi teroris
oleh pemerintah kudeta. Semua dilakukan dengan dengan alasan yang
dibuat-buat, penuh rekayasa. Pada saat yang bersamaan, hampir semua
pemimpinnya ditangkap, disiksa dan dipenjara.
Padahal, Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP), sebuah partai politik
yang didirikan oleh Ikhwanul Muslimin setelah Revolusi Mesir 2011 secara
sah memenangkan Pemilu Legislatif Mesir 2012. Kemenangan ini membuat
Komisi Pemilihan Umum Mesir mengumumkan bahwa Dr Muhammad Mursi
memenangkan Pemilu Presiden mengalahkan Ahmed Shafik, Perdana Menteri
terakhir di bawah kekuasaan Husni Mubarak.
Memang tidak mudah bagi mereka untuk menjalankan pemerintahan untuk
membangun Mesir yang berjaya. Bahkan, bukan saja tidak bisa menjalankan
pemerintahan, di usia pemerintahan IM di Mesir yang masih sangat muda,
baru setahun, mereka telah dikudeta oleh Militer dengan dukungan Kristen
Koptik, kalangan sekuler dan liberal.
Bahkan, terakhir, para pemimpin IM dan 682 pendukung legitimasi
Muhammad Mursy akan dihukum mati oleh pengadilan Mesir. Vonis hukuman
mati terhadap para pemimpin IM dan pendukungnya tidak melewati jalur
persidangan yang semestinya. Para hakim hanya butuh waktu dua jam untuk
menjatuhi hukuman mati.
***
Kalau kita perhatikan catatan sejarah, pemberangusan terhadap gerakan
Islam politik sesungguhnya telah seringkali terjadi. Tercatat dalam
sejarah, setelah memenangkan Pemilu, Partai FIS di Aljazair dibubarkan
rezim militer. Partai Refah di Turki juga dibubarkan militer tidak lama
setelah mereka memenangkan pemilu di Turki.
Partai Hamas di Palestina juga bernasib serupa, meski sudah menang
Pemilu dengan cara yang bersih tapi tetap tidak diakui oleh
Negara-negara Barat dan sekutunya di Timur Tengah. Bahkan, mereka
dimasukkan dalam daftar organisasi teroris. Dan banyak contoh lain lagi.
Di Indonesia, setelah menang Pemilu dengan meraih suara 20 persen
lebih secara Nasional pada tahun 1955, Partai Masyumi yang berideologi
Islam yang didirikan Mohammad Natsir juga dibubarkan Presiden Soerkarno.
Nampaknya, inilah resiko jika umat Islam membangun gerakan Islam
Politik. Seperti kata seorang ulama, “Umat Islam beribadah akan
dibiarkan, umat Islam membangun kekuatan ekonomi akan diwaspadai, dan
jika umat Islam membangun kekuatan politik maka akan dihancurkan”.
Tidak akan mati
Pertanyaannya, setelah gerakan-gerakan Islam politik itu dibubarkan,
apakah kemudian cita-cita gerakan itu mati? Nampaknya tidak.
Pemberangusan terhadap IM sebenarnya telah terjadi berulang-ulang. Sejak
didirikan pada tahun 1928, IM sudah 3 kali dibubarkan oleh pemerintah
Mesir yang didukung militer hingga saat ini.
Pertama pembubaran IM pada tahun 1948. Bahkan, saat itu seluruh tokoh
pendirinya dihukum mati, termasuk juga pendirinya yaitu Hasan al-Banna.
Namun segala macam pemberangusan tidak juga menghancurkan kekuatan
dakwah Ikhwanul Muslimin. IM kemudian masih tetap hidup. Kedua,
pembubaran IM pada tahun 1954, namun IM kemudian masih terus berkembang
hingga sebelum proses kudeta.
Dan pada 29 September 2013 yang lalu, IM kembali dibubarkan dengan tuduhan dan akal busuk kaum sekuler-koptik-liberal.
Apakah IM akan mati? Nampaknya tidak, aktivis IM boleh dihukum mati,
namun cita-cita IM juga masih akan terus hidup dan berkembang.
Sejak Presiden Mursy dikudeta, seluruh elemen rakyat Mesir bangkit
melawan. Demontrasi di jalanan untuk menolak kudeta terus berlangsung
sampai saat ini. Mereka menolak pemerintahan kudeta dan mendukung
kembali legitimasi Prsiden Muhammad Mursy yang telah mereka pilih secara
sah dalam Pemilu yang jurdil dan tanpa tekanan.
Di Masa Presiden Mursy memimpin Mesir, mereka merasakan kebebasan
berpendapat. Media massa dan Televisi yang meskipun kontra pemerintahan
Mursy dan IM namun tapi tetap dibiarkan hidup, demontrasi menentang IM
dan Presiden Mursy tidak ditanggapi dengan kekerasan, sesuatu yang tidak
didapatkan lagi di era pemerintahan kudeta yang bahkan juga menindas
kelompok Salafy yang pernah mendukung militer untuk mengkudeta Muhammad
Mursy.
HAMKA dan cita-cita IM
Jika pada 11 Desember 1954 dulu dalam Majalah Hikmah rubrik Luar
Negeri, HAMKA menulis catatannya yang berjudul: “Tjita-tjita Al-Ichwanul
Muslimin Tetap Hidup” untuk merespon pembubarakan IM oleh pemerintah
Mesir saat itu, maka barangkali saat ini kita juga akan memiliki
penilaian yang sama, bahwa cita-cita IM untuk membebaskan umat Islam
dari penjajahan akan terus hidup dan tidak akan pernah mati. Baik
penjajahan ekonomi, politik, pendidikan, budaya, maupun penjajahan
secara militer yang hari ini dirasakan umat Islam di berbagai negara.
Dalam tulisannya itu, HAMKA menulis bahwa di saat Ikhwanul Muslimin
diberangus pada tahun 1949 di mana IM dibubarkan, kantornya di bakar,
kekayaannya di bekukan, anggotanya dimasukan ke kam konentrasi dan para
tokohnya dibunuh ditiang gantungan, rekasi penentangan dunia Islam
terhadap rezim militer Mesir saat itu sangat luar biasa. Badan boleh
saja mati, tetapi cita-cita tidak mati.
Teuku Zulkhairi |
“Ingatlah bahwasanya bangunnya Ikhwan adalah sebagai gejala daripada
kebangunan Islam kembali, beratus tahun Islam dan umat Islam jatuh
tersungkur dihadapan pikiran-pikiran Barat dan penjajahan Barat. Sudah
hampir putus asa umat muslimin melihara aliran ideologi yang simpang
siur di dunia ini. Al Ikhwan Al Muslimun adalah pelopor daripada
penggalian cita-cita itu kembali. Sebagai organisasi masa di Mesir, ia
dapat dilumpuhkan oleh kekuatan senjata dan adikara dan diktator di
Mesir. Tetapi, sebagai suatu cita-cita, dia telah tumbuh dan telah
menjalar ke mana-mana ke pelosok dunia. Buah pikiran mereka telah dibaca
ke seluruh dunia Islam,” demikian tulis HAMKA.
Hamka mengakhiri tulisannya dengan kalimat: “Umur satu cita, jauh lebih panjang daripada umur orang!.”
Penulis adalah alumnus Pascasarjana IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh Anggota Tim Peneliti pada Litbang Himpuna Ulama Dayah Aceh (HUDA)
sumber: hidayatullah