PuKAT Gelar Debat Kebudayaan Mencari Istana Aceh yang Hilang
PUSAT Kebudayaan Aceh dan Turki (PuKAT) bakal menggelar Debat
Kebudayaan bertajuk "Istana Daruddunia; Antara Fakta dan Legenda' yang
berlangsung pada Selasa, 27 Mei 2014. Kegiatan yang dipusatkan di Aceh
Community Center (ACC) Sultan II Selim, Banda Aceh tersebut terbuka
untuk umum dan dipandu oleh arkeolog Unsyiah, Dr. Husaini Ibrahim, M.A.
Aktivis kebudayaan PuKAT, Thayeb Loh Angen, Kamis, 15 Mei 2014
mengatakan, acara tersebut dilaksanakan untuk mencari kebenaran sejarah
tentang keberadaan peradaban Aceh yang hilang. Peradaban yang dimaksud
Thayeb yaitu Istana Darud Dunia, pusat Kesultanan Aceh Darussalam.
“Apakah istana Darud Dunia itu memang ada? bila tidak ada, berikanlah
buktinya. Apabila ada, kapan dibangun, oleh siapakah, bagaimanakah
bentuknya, dan dimanakah ianya (letaknya) sekarang. Dan jikalau tidak
ada lagi, di manakah bekas-bekasnya, ataukah Daruddunia itu hanyalah
nama sebuah pasukan tentara?” kata Thayeb.
Istana Daruddunia (goole.com) |
Rentetan pertanyaan tersebut, kata Thayeb, akan terjawab di dalam
debat kebudayaan yang menghadirkan ahli di bidang masing-masing. Di
antaranya arkeolog Dr Husaini Ibrahim, peneliti kebudayaan Islam Abu
Taqiyuddin Muhammad, dan filologi Aceh Hermansyah. Panitia juga sedang
menghubungi salah satu profesor bidang sejarah untuk mengisi debat
tersebut.
Menurut Thayeb, acara akan diawali dengan pemutaran film dokumenter
berjudul Glamour Pro karya sineas Irfan M Nur, dan Master Engineering
karya animator Aldi. Film tersebut, kata dia, berisi pernyataan ahli
yang akan mengisi acara tentang Istana Darud Dunia. Selain film, kata
dia, juga diputar lagu mars militer Ottoman ‘Ceddin Deden Neslin Baban’.
“Kebenaran sejarah harus diuji. Aceh kini tengah berada di dalam
sebuah perjalanan untuk meninggalkan khayalan tentang masa silam dengan
menguji kebenarannya di masa kini. Kita harus memisahkan antara dongeng
dengan sejarah. Sejarah itu bisa dibuktikan, tetapi dongeng tetaplah
berada di alam khayali sampai kiamat. Dongeng adalah hiburan, sejarah
adalah rujukan,” kata Thayeb.[]
sumber: atjehpost