Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memilih Presiden, bertanyalah pada Ulama

google
Oleh Teuku Zulkhairi
 
Sesungguhnya, sebagai umat Islam hari ini kita berharap agar pemimpin kita memenuhi kriteria kepemimpinan yang digambarkan Islam, misalnya  beriman dan beramal shaleh, memiliki niat yang lurus, tidak meminta jabatan, berpegang teguh pada hukum Allah Swt, memutuskan perkara secara adil, tegas, menasehati rakyat, lemah lembut dan sebagainya.

Selain itu, kita juga berharap idealnya pemimpin atau calon pemimpin kita memiliki sifat-sifat yang wajib pada hak Rasul, yaitu:  Pertama, Siddiq atau benar, baik perkataan maupun perbuatannya, tidak ingkar janji atau menepati janjinya. Kedua, amanah atau terpercaya, bukan pendusta atau pembohong.  

Ketiga,  tabligh atau  menyampaikan, yakni senantisa menyampaikan setiap pesan-pesan kebenaran yang datang dari Allah dan RasulNya. Keempat, Fatanah atau cerdas, seorang pemimpin harus cerdas dalam membaca berbagai persoalan kebangsaan.  Kita semua berharap pemimpin secara ideal, namun harapan seperti itu tidak jarang berbenturan dengan fakta-fakta dan kondisi di lapangan.

Kita sadar bahwa dewasa ini sungguh sulit bagi kita untuk menemukan kriteria pemimpin seperti yang kita bahas di atas. Sulit di sini bukan berarti tidak ada, hanya mereka masih belum begitu dikenal publik disebabkan kurangnya publikasi tentang mereka. 

Apalagi, seperti yang kita tahu, media massa dunia saat ini, tidak terkecuali di Indonesia, dikuasai oleh korporasi-korporasi global yang tidak jarang menunjukkan kebenciannya pada Islam dan kaum muslimin sehingga sangat sulit berharap mereka akan memunculkan sosok pemimpin sesuai dengan kriteria Islam.

Kendati demikian, kita bisa melihat calon pemimpin yang mana yang memiliki beberapa kriteria itu. Misalnya, di antara dua orang calon pemimpin, siapa di antara keduanya yang paling banyak berdusta atau ingkar janji? Sebab, sebagai umat Islam kita diajarkan bahwa salah satu ciri-ciri munafik itu adalah ingkar janji. Jadi, tidak pantas kita dipimpin oleh seorang seorang yang padanya terdapat ciri-ciri sebagai munafik.

Selain itu, sebuah kaidah fikh mengajarkan kita, “Apabila terdapat dua kemudharatan, maka ambillah kemudharatan yang paling ringan”.  Dalam konteks kepemimpin, khususnya dalam momentum Pilpres, kaidah ini mengajarkan kita bahwa meskipun kita belum memiliki calon pemimpin yang ideal sesuai dengan kriteria Islam, namun  kita tetap  bisa memilih pemimpin yang paling sedikit mudharatnya untuk bangsa dan agama kita. 

Lalu di antara calon pemimpin yang sudah ada saat ini, calon pemimpin mana yang paling sedikit mudharatnya? Gunakan mata hati kita dan seluruh nalar kritis kita untuk menilai para calon pemimpin kita. 

Setelah itu, bertanyalah kepada ulama karena merekalah yang paling paham persoalan agama. Mintalah petunjuk mereka, itupun jika memang kita masih menghormati ulama. Para ulama adalah ahluzikri dalam persoalan memilih pemimpin yang sesuai dengan kriteria Islam.  Insya Allah, ulama akan mengarahkan dan meyakinkan kita untuk menentukan pilihan terbaik dalam memilih calon Presiden dan Wakil Presiden kita.  Wallahu a’lam bishshawab.