Dahsyatnya Pena Santri Lirboyo, Bagaimana Santri di Aceh?
Beberapa buku karya santri Lirboyo (foto: Mustafa Husen) |
Oleh Tgk Mustafa Husen Woyla, S. Pd. I
Kesan pertama ketika membaca karya santri
Lirboyo, adanya ketidakpercayaan bahwa itu hasil karya santri. Ketika itu
kami baca buku yang berjudul “Memahami istilah dalam fiqh mazhab
Syafi’i”.
Ketidakpercayaan tersebut karena isi yang dibahas
dalam buku yang dimaksud terlalu tinggi untuk seukuran santri yang duduk
dikelas Aliyah. Namun setelah melihat langsung proses penyiapan
kaderisasi Lajnah Bahtsul Massail (LBM) serta proses lahirnya sebuah
buku, nyatalah bagi kami karya tersebut benar-benar buah tangan dari santri
Aliyah Pesantren Lirboyo.
Lalu kami menelusuri bagaimana proses kaderisasi Bahtsul
Masail (pemecahan masalah) yang begitu matang di Lirboyo. Setelah kami
amati di kelas-kelas mulai Ibtidaiyyah, Tsanawiyah dan Aliyah.
Ternyata metode Musyawarah (diskusi) dan Bahtsul
Masail sudah diterapkan dikelas. Kedua metode tersebut diwajibkan bagi
setiap mustahiq (guru) untuk diterapkan secara maksimal
untuk mencapai hasil akhir sebagaimana yang sudah tertuang dalam
Kurikulum Madrasah.
Perlu dijelaskan bahwa antara Ibtidaiyyah, Tsanawiyah
dan Aliyah di Lirboyo dengan di Aceh ada perbedaan disegi lamanya masa
dari satu jenjang ke jenjang selanjutnya. Rincian masa belajar
di Lirboyo, Kelas Ibtidaiyyah mesti ditempuh selama 6 tahun kendatipun
santri yang masuk kebanyakan setelah dites banyak duduk di kelas 4 Ibtidaiyyah.
Jenjang Tsanawiyah dan Aliyah masing-masing tiga
tahun. Rata-rata santri Lirboyo menghabiskan waktu untuk menamatkan
pelajaran sampai jenjang Aliyah adalah sembilan tahun.
Lalu, darimana asal usul budaya menulis di Lirboyo,
Tim Magang Kaderisasi Guru Dayah Aceh mengamati. Dikelas, manajemen madrasah
mewajibkan kepada seluruh guru dan santri menulis pelajaran selain selain kitab
Fikih. Hal ini penting untuk menumbuh kembangkan minat santri untuk menulis.
Disamping itu bisa membantu mempermudah menghafal pelajaran. Karena jika
menulis tentu butuh kepada membaca.
Setelah melakukan berbagai dialog dengan seluruh unsur
Pesntren Lirboyo mulai dari pimpinan, pengurus, guru dan santri kami menemukan
sebuah ungkapan Masyaikh (para guru besar) Lirboyo untuk membakar semangat kaum
santri dalam dunia tulis menulis “ Tinta ulama lebih berharga dari
darah syuhada”. Kata-kata di atas sangat membekas bagi semua kalangan
di Lirboyo. Dengan bukti banyak karya tulis dari kiyai, guru dan santri.
Di Lirboyo dunia tulis menulis tidak hanya dalam aspek
ilmu semata namun setiap bagian atau unit memiliki Tugas, Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) yang sudah dinarasikan dalam
bentuk tulisan untuk dibukukan. Sehingga bisa dijadikan acuan untuk menjalankan
TUPOKSI-nya masing-masing.
Dan lebih mudah dilakukan evaluasi untuk melihat
berjalan atau tidak sesuai harapan. Hal ini sepertinya masih kurang di sebagian
dayah-dayah Salafiah di Aceh.
Untuk mengembleng santri agar bisa melahirkan karya
tulis, setiap angkatan diwajibkan menulis karya Ilmiah dalam bentuk kerja
kelompok. Alasan dibuat dalam bentuk tugas kelompok agar tidak memberatkan
Santri karena ini diwajibkan untuk kelas tiga Aliyah.
Budaya menulis yang sudah dipupuk sejak di Madrasah
ketika menjadi guru, budaya menulis ini semakin mengakar dan tumbuh subur bagai
jamur dimusim hujan. Terbukti dengan ratusan judul buku dari berbagai disiplin
ilmu dengan begitu mudah kita dapatkan di Pesantren Lirboyo.
Selama kami berada disini, setiap ada pertemuan atau dialog dengan unit Lirboyo selalu dihadiahkan buku-buku sehingga koper kami sudah penuh dengan buku karya santri dan guru Lirboyo.
Selama kami berada disini, setiap ada pertemuan atau dialog dengan unit Lirboyo selalu dihadiahkan buku-buku sehingga koper kami sudah penuh dengan buku karya santri dan guru Lirboyo.
Pesantren Lirboyo juga mendirikan lembaga otonom yang
berkiprah dalam bidang masing-masing untuk menelurkan karya tulis secara
sistemastis dan profesional. Ada Lajnah Falakiah (Lembaga Astronomi), Lajnah
Ittihadul Muballighin (LIM),Lajnah Bahtsul Masaail (LBM) semua karya baik
secara lembaga, kolektif maupun personal santri akan ditampung oleh
Lajnah Taklif Wa Nashar (penerbit buku) resmi Lirboyo.
Pesantren Lirboyo juga memiki beberapa majalah dan
buletin antara lain yang sudah kami baca Majalah Misykat dan Buletin
Ar-risalah. Di majalah dan buletin tersebut merupakan wadah bagi Kiyai, guru
dan santri untuk berdakwah menyampaikan ilmu lewat tulisan. Disamping juga
tempat mengasuh dan mengasah bakat santri dalam bidang Jurnalistik.
Dalam mempertahankan aqidah ahlussunah wal jamaah Pesantren Lirboyo di bawah unit
Ar-risalah juga mendirikan Radio komunitas untuk menyebar dakwah bagi
masyarakat yang membutuhkan informasi dan ilmu pengetahuan tentang keislaman.
Nah, bagaimana kita di Aceh, seberapa banyak kita
sudah menulis?
Penulis Guru Dayah Darul Ihsan Abu Hasan Krueng Kalee, Aceh Besar. Peserta Magang
Kaderisasi Guru Dayah Aceh di Jawa Timur yang diselenggarakan oleh Badan
Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) Aceh.