Kredit dan Angsuran Dalam Kitab Kuning
![]() |
Tgk Taufik Yacop |
Jual beli kredit dan
angsuran kian menjamur dalam kehidupan masyarat, tak terkecuali masyarakat
muslim yang sangat anti dengan system riba juga ikut terlibat di dalamnya
bahkan masyarakat Aceh yang diberlakukan syari’at Islam di daerahnya juga tidak
bisa melepaskan diri dari lilitan kredit dan angsuran.
Dialer mobil/motor,
toko elektronik/perabotan dan toko emas/perhiasan yang malayani jual beli
kreditan tumbuh subur dan menjamur di setiap sudut kota, bahkan sekarang lebih
mudah mencari barang untuk dibeli secara kredit dari pada mencari barang yang
dijual secara kontan.
Tidak bisa
dipungkiri, bahwa jual beli kredit sangat rentan dengan riba dan sangat dekat
dengan penipuan dari kedua belah pihak (penjual dan pembeli). Hal ini
menyebabkan sebagian orang beranggapan bahwa jual beli kredit itu mutlak haram.
Di sisi lain, jual
beli kredit telah memberikan kemudahan bagi masyarakat sehingga orang miskinpun
dapat menikmati motor baru, perabotan mewah, dan pakaian serta perhiasan mahal
yang biasa dipakai oleh kalangan elite. Hal ini membuat sebagian orang
berkesimpulan bahwa jual beli kredit tidak haram secara mutlak, karena jual
beli kredit itu tidak lebih dari transaksi hutang yang dimudahkan dengan
bayaran cicilan.
Bagaimana sebenarnya
hukum jual beli kredit dan angsuran, mari kita menelaah kitab kuning untuk
melihat isinya tentang hukum jual beli yang kontroversi ini, sehingga kita
dapat menyaksikan pandangan kitab kuning tentang hukum jual beli kredit dan
angsuran.
Hukum Dasar Jual Beli Kredit dan
Angsuran
Dalam fiqh kontemporer terdapat istilah Arab khusus yang bermakna jual beli
kredit yaitu “al-Ba’I bi at-Taqsith.” Pembahasannya dapat dilihat dalam
kitab-kitab berikut:
Fiqh al-Islam wa Adillatuh, karya
Wahbah az-Zuhaily salah seorang ulama kontemporer bermazhab Syafi’I, juz, 5,
hal. 3763.
فمثلاً البيع بالتقسيط أو بثمن مؤجل أكثر من السعر الحال أو النقدي، قد يقال: إنه حرام لما
فيه من زيادة في السعر على الثمن الحالّ، ولكن فقهاء الإسلام أجازوه رعاية للحاجة،
ولأنه لا يقصد به الاستغلال والتضييق على المضطر أو المحتاج، وإنما على العكس فيه
رعاية لحاجة المشتري الذي لا يملك الثمن الكلي للسلعة، وهو بحاجة إليها.
“contohnya adalah jual beli kredit atau dengan harga yang
ditempokan dengan harga yang lebih mahal dari harga kontan. Kadang orang
beranggapan aqad ini haram, karena harganya lebih mahal dari pada harga kontan.
Akan tetapi para fuqaha Islam membolehkannya untuk memenuhi hajat orang banyak
dan karena di dalamnya tidak ada tujuan penipuan dan tidak ada unsur
menyempitkan bagi orang yang sangat membutuhkan.
Malah sebaliknya, kredit
memudahkan keperluan/urusan bagi para pembeli yang tidak memiliki uang untuk
membeli barang secara kontan padahal ia sangat membutuhkannya.”
Al-fiqh al-Muyassir fii Dhaui al-Kitabi
wa as-Sunnah, hal. 219
المسألة التاسعة: البيع بالتقسيط:
هو بيع السلعة إلى أجل محدد، يُقَسَّط فيه الثمن أقساطاً متعددة،
كلُّ قسط له أجل معلوم يدفعه المشتري.
مثاله: أن تكون عند البائع سيارة، قيمتها نقداً أربعون ألف ريال،
ومؤجلة ستون ألف ريال، فيتفق مع المشتري على أن يسدده المبلغ على اثني عشر قسطاً،
يدفع في نهاية كل شهر خمسة آلاف ريال.
حكمه: الجواز، عن عائشة رضي الله عنها قالت: (اشترى رسول الله -
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - من يهودي طعاماً بنسيئة -أي بالأجل- ورهنه
درعاً له من حديد)
والبيع بهذه الطريقة فيه فائدة لكلٍ من البائع والمشتري، فإنَّ
البائع يزيد في مبيعاته، ويعدد من أساليبه في تسويق بضاعته، فيبيع نقداً وتقسيطاً،
ويستفيد في حال التقسيط من زيادة الثمن مقابل الأجل. كما أنَّ المشتري يحصل على
السلعة وإن لم تكن عنده قيمتها، ويسدد ثمنها فيما بعدُ أقساطاً.
“Jual beli kredit adalah menjual barang yang
ditempokan bayarannya dalam jangka waktu tertentu, jumlah angsurannya juga
ditentukan berapa yang harus dibayar oleh si pembeli dalam waktu tertentu.
Misalnya, si penjual memiliki kendaraan yang harga kontannya adalah 40.000 Riyal
dan harga kreditnya 60.000 Riyal maka ia sepakat dengan pembeli untuk
mengangsurkan bayarannya dalam jangka 12 bulan dengan bayaran 5000 Riyal
/bulan. Hukumnya adalah boleh (sah dan halal).
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa
“Rasulullah. Saw membeli makanan dari seorang Yahudi dengan bayaran yang
ditempokan dan beliau menyerahkan baju besinya sebagai jaminan hutang.”
Jual beli
dengan cara ini menguntungkan kedua pihak penjual dan pembeli, karena dengan
cara ini sipenjual dapat memperluas jalur penjualannya menjasi dua macam yaitu
penjualan secara kontan dan penjualan dengan cara kredit. Keuntungan yang
didapatkan dari penjualan secara kredit adalah mahalnya harga sebagai imbalan
dari lamanya perputaran uang. Si pembeli juga beruntung, karena bisa memiliki barang
yang dibutuhkan padahal ia tidak punya uang untuk membelinya secara kontan.”
Al-Fiqh
al-Minhaji alaa Mazhabi al-Imam as-Syafi’I, juz, 6. Hal. 38.
وبالمناسبة نبيِّن أن البيع بالتقسيط لا مانع منه وهو صحيح، شريطة أن
لا يذكر في صيغة العقد السعران، كما سبق، فيكون بيعتين في بيعة، وهو باطل كما
علمت. أما لو تساوم المتبايعان على السعر قبل إجراء العقد، ثم اتفقا في نهاية
المساومة على البيع تقسيطاً، وعقد العقد على ذلك، فإن العقد صحيح، ولا حرمة فيه
ولا إثم، حتى ولو ذكر السعر نقداً أثناء المساومة، طالما أنه لم يتعرض له أثناء
إنشاء العقد.
وينبغي أن ينتفي من الأذهان
أن في هذا العقد رِباً، لأن الفارق بين السعرين هو في مقابل الأجل
“Dan cocok sekali disinggung di sini bahwa jual beli kredit
tidak dilarang, dan akadnya sahih dengan syarat jangan menyebutkan dua harga dalam
‘Akad karena itu termasuk dalam kategori dua bai’ dalam satu bai’ yang bathil
sebagaimana telah dimaklumi. Adapun apabila keduanya dalam tawar menawar
menyebutkan dua harga, lalu di akhir tawar menawar keduanya sepakat untuk
dijual/dibeli dengan harga kredit dan dibuat akad jual beli dengan harga
tersebut maka akad itu sahih, tiada haram dan mereka tidak berdosa. Dan
sepantasnyalah kita membersihkan pikiran kita dari anggapan bahwa akad ini
mengandung riba, karena perbedaan dua harga itu sebagai imbalan atas lamanya
masa banyaran.”
Syarat-syarat Jual Beli Kredit dan
Angsuran
Hukum
dasar akad jual beli kredit adalah sahih dan halal, akan tetapi karena adanya
pengaruh lain bisa saja kredit menjadi haram, bukan li zatih tapi karena
pengaruh lain.
Ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi agar akad jual beli
kredit dan angsuran tetap sahih dan tidak haram sebagai mana disebutkan dalam
kitab Al-fiqh al-Muyassir fii Dhaui al-Kitabi wa as-Sunnah, hal. 219 – 220 dan Fiqh al-Islam wa Adillatuh, juz, 7. Hal. 5173
يشترط لصحة بيع التقسيط إضافة إلى شروط البيع المتقدمة ما يلي:
1- أن تكون السلعة بحوزة البائع وتحت تصرفه عند
العقد، فلا يجوز لهما الاتفاق على ثمنها، وتحديد مواعيد السداد
والأقساط، ثم بعد ذلك يشتريها البائع ويسلمها للمشتري، فإن هذا محرم؛ لقوله -
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: (لا تبع ما ليس عندك)
2- لا يجوز إلزام المشتري -عند العقد أو فيما بعد- بدفع مبلغ زائدٍ على
ما اتفقا عليه عند العقد في حال تأخره عن دفع الأقساط؛ لأن ذلك رباً محرم.
3- يحرم على المشتري المليء المماطلة في سداد ما حَلَّ من الأقساط.
4- لا حقَّ للبائع في
الاحتفاظ بملكية المبيع بعد البيع، ولكن يجوز له أن يشترط على المشتري رهنَ المبيع
عنده؛ لضمان حقه في استيفاء الأقساط المؤجلة.
Syarat-syarat
jual beli kredit sebagai tambahan dari syarat jual beli secara umum adalah:
1.
Barang harus berada dalam kekuasaan sipenjual ketika terjadi akad.
2. Tidak
boleh mengwajibkan si pembeli untuk membayar lebih dari harga yang disepakati
dalam akad, karena alasan denda dan lainnya.
3. Haram
hukumnya bagi si pembeli bila tidak membayar angsuran pada waktu yang telah
ditetapkan kecuali bila ia tidak punya uang (harta) untuk membayarnya.
4. Si penjual
tidak lagi memiliki wewenang terhadap barang yang telah dijual walaupun
bayarannya belum lunas. Akan tetapi sipenjual boleh meminta anggunan sebagai
jaminan utang.
Kesimpulan
Kesimpulannya,
hukum dasar jual beli kredit dan angsuran adalah sah dan halal, tapi ada
syarat-syarat yang harus diikuti agar tidak menjadi riba.
Realitas di lapangan
banyak penjual ala kredit yang melanggar ketentuan seperti menetapkan denda
bila tidak membayar angsuran tepat waktu, menarik barang dari pembeli dan
pelanggaran-pelanggaran lainnya sehingga kredit itu menjadi praktek riba yang
sangat dikecam dalam Islam. Wallahu ‘alam bisshawab.
Tgk. Taufiq
Yacob, S.Pd.I adalah Guru di Dayah
Babussalam Matangkuli, Aceh Utara
sumber: Jurnal Dayah