Walikota Banda Aceh: Penegakkan Syariat Islam Tak Bisa Ditawar-Tawar
Illiza Sa’aduddin Djamal, SE |
Berangkat dari seorang wakil, kini Illiza Sa’aduddin Djamal menjadi orang nomor satu di Kota Banda Aceh menggantikan Mawardy Nurdin yang meninggal pada 8 February 2014. Tentu semua kebijakan menyangkut visi-misinya menjadikan Banda Aceh sebagai model kota madani kini ada di tangannya.
Wali kota perempuan pertama di Kota Banda Aceh ini menginginkan daerah yang dipimpinnya menjadi kota kosmopolitan, namun tidak lepas dari bingkai Syariat Islam yang menjadi tujuan utamanya membangun wilayah ini.
Selengkapnya
berikut wawancara khusus dengan wartawan Suara Darussalam Hayatullah Pasee di ruang kerjanya
terkait apa yang akan dilakukan Illiza memanfaat sisa masa jabatanya selama
tiga tahun ke depan.
Mau dibawa kemana Banda Aceh tiga tahun ke
depan?
Visi Banda Aceh
sudah jelas, kita ingin menjadinya sebagai model kota madani. Memang untuk
mencari bentuknya seperti apa yang baik untuk kita wujudkan agar bisa terapkan
Syariat Islam secara kaffah. Komitmen kita untuk menegakkan Syariat Islam itu
tak bisa ditawar-tawar, artinya semua kita ini punya kesempatan. Ketika visi
yang kita jalankan adalah pilihan rakyat otomatis harus kita perjuangakan
secara kuat agar ketika pemerintah itu bekerja untuk kemaslahatan rakyat dunia
dan akhirat, sehingga saat nanti kita kembali ke pada Allah bisa husnul
khatimah.
Langkah awalnya
kita membangun dari sisi pendidikan, karena sendinya ada di sana, seperti
pendidikan umum di Banda Aceh ditambah pendidikan diniyah. Kalau sekolah agama
memang sudah total syariat Islam masuk ke dalamnya, dan Alhamdulillah dengan
pendidikan PAUD sampai tamat SMU mereka sudah punya bekal, arah hidup sudah
jelas mau kemana mereka.
Melalui
pendidikan ini, kita harus bisa memasukkan nama Allah ke dalam hati anak-anak,
sehingga dalam menjalankan roda keidupan ia akan tunduk dan taat kepada aturan
Allah, suasana seperti ini terus kita upayakan, karena jika ini sudah baik,
Banda Aceh juga akan baik secara menyeluruh.
Sementara dari
sisi pendidikan non-formal, katakanlah kita membangun gairah dakwah, baik secara
rutin maupun dakwah yang sifatnya kondisional dimana ada rawan maksiat kita
memiliki dai-daiyah, brigade masjid, muhtasib gampong, serta wilayatul hisbah
untuk terjun ke sana.
Apa tantangan selama ini dalam menjalan syariat
islam di Kota Banda Aceh?
Tantangannya,
kalau dulu masa rasulullah memperjuangan non-muslim agar bergabung bersama
Islam. Tapi tantangan kita hari ini adalah umat Islam itu sendiri, artinya
ketika kita menerapkan Syariat Islam, tapi Islam belum masuk ke dalam hati dan
jantung mereka. Jadi ketika kita menerapkan aturan Allah yang bertentangangan
dengan keinginan mereka, maka mereka akan menentang itu.
Sehingga kita
tidak tahu musuh kita siapa, kalau rasul jelas dulu. Jadi ketika ketidakjelasan
ini upayanya juga harus lebih konprehensif, melalui pendekatan-pendekatan,
seperti juru dakwah untuk anak-anak dan remaja.
Ke depan kita
akan membuat kaderisasi di jenjang usia, karena ketika anak bicara dengan
sesama anak lebih mudah. Jadi ini menjadi kekuatan besar dalam hal syariat Islam,
karena harapan masyarakat terhadap penerapan syariat Islam itu besar.
Kalau dalam
pemberantasan maksiat, kita tidak pernah berhenti, katakanlah kita ada tempat
maksiat seperti ada salon yang tidak sesuai syariat langsung kita tutup, dan
usaha yang bertentangan lainnya. Kita bukan berarti tidak mau ada hotel
berbintang di sini, tetapi usahanya harus sesuai dengan syariat. Ini semua
kewajiban kita, apalagi kalau kita seorang pemimpin harus mencegah itu dengan
tangan.
Makanya saya
turun waktu malam karena itu tanggungjawab saya sebagai seorang pemimpin. Saya
harus lihat sendiri dan yakin apa yang kita lakukan itu adalah yang hak, dan
perlu memberitahu kepada masyarakat yang mana yang betul yang mana yang tidak.
Setelah kita
berupaya tapi masyarakat mau mengikuti atau tidak itu sunnatullah, kerena dalam
Islam itu tidak ada paksaan, tapi ada pilihan, ketika Allah minta
pertanggungjawaban tentu kita sudah mampu mempertanggungjawabkan itu. Kalau
kita menyampaikan yang makruf tapi orang marah, ya kita harus bersabar.
Apakah Di internal pemko sendiri juga ada
pembenahan?
Memang dalam
menata pemerintahan pun kami terus kita lakukan pembenahan, misalnya ada
e-kinerja, penegakan disiplin, absensi, dan early warning system. Seperti dalam
Islam aturan itu bukan membuat orang dapat hukuman, tapi mencegah dari sanki
hukuman yang ada.
Islam itu
sangat hati-hati, ketika kita duduk dalam pemerintahan juga harus merujuk ke
aturan Allah, ini kemadanian. Sistem yang kita bangun itu untuk memudahkan kita
dalam menentukan sikap kepada seseorang. Tidak karena kedekatan dan saudara.
Siapa pun mereka yang tidak patuh maka kita keluarkan, bukan marah tapi kerena
tidak sanggup lagi menjalankan tugasnya.
Begitu juga
dengan keuangan kita alhamdulillah enam tahun berturut-turut mendapat Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP), ini eksepektasi yang terus kita meningkat dan ini
semua membawa kita lebih mudah mempertanggungjawabkan. Maka membangun
kepercayaan itu penting.
Kenapa harus turun sendiri ketika razia malam,
kan ada dinas syariat Islam?
Dalam berdakwah
itu ada dengan lisan, tangan, dan selemah-lemahnya itu dengan doa. Sementara
saya mempunyai kekuasaan. Ketika kekuasaan ada harus dengan tangan, artinya
kalau saya perintah-perintah saja kan kita nggak tahu apa yang terjadi di lapangan,
dengan saya turun sendiri banyak hal yang bisa saya jalankan, termasuk tugas
tidak disewenang-wenangkan, misalnya ketika pelanggar syariat difoto harus
tutup wajah, kemudian kita mengajarkan ada kode etik petugas di lapangan, apa
lagi ketika korban itu perempuan, yang angkat ke mobil itu kalau dilakukan
laki-laki kan jadi masalah.
Jadi dalam
agenda saya turun itu bukan hanya persoalan pelanggaran yang dapat kita lihat,
tetapi pendidikan yang dibutuhkan oleh petugas juga bisa kita benahi. Ada kasus
saya pernah dihubungi masyarakat, kalau saya tidak datang, pelanggaran syariat
akan dipukul sampai meninggal, tapi ketika saya sampai ke sana sudah
berdarah-darah, saya langsung menghentikan itu. Kita akan sampaikan kepada
masyarakat bahwa setelah menangkap pelanggar syariat itu tidak dipukul saja
sudah pada posisi yang hina, mereka pasti malu. Masyarakat juga tidak punya hak
memukul karena ada mahkamah yang mengadili.
Dimana letak kekurangan penerapan syariat Islam
saat ini?
Memang dalam
penerapan syariat Islam itu kita masih memerlukan pembangunan infrastrukturnya
dan sumber daya manusiaya agar hukum yang telah ada dapat diimplementasikan,
kemudian sosialisasi kepada masyarakat juga penting.
Ketika semua orang
sudah tersosialisasi akan mudah kita jalankan, misalnya kawasan tanpa asap
rokok, kalau sudah disosialisasi, kalau merokok juga akan didenda, kan mereka
tak akan merokok lagi. Artinya aturan itu harus jelas, harus tertulis dan
dinformasikan dengan baik kepada masyarakat.
Bagaimana Anda membagikan waktu antara keluarga
dan kepemerintahan?
Saya sebagai
ibu bagi anak dan fungsi sebagai istri tetap saya jalankan. Mustahil seorang
pemimpin tidak harmonis di rumahnya bisa harmonis di luar, jadi memang alhamdulillah
sejak anak-anak saya kecil saya besarkan dengan kasih sayang tidak dengan
kekerasan. Sehingga di usia dewasa sudah bisa mandiri dan mereka tahu ibunya
ada tanggungjawab yang Allah berikan kepada saya. Begitu juga komunikasi sangat
inten, saya ajarkan mereka hidup itu tidak bergantung kepada manusia, tapi
kapada Allah. oleh karena itu saya menjadi ringan di luar walaupun mereka
ditinggalkan tapi masih dalam lindungan Allah.
Begitu juga
dengan suami saya, ketika saya turun ke jalan malam itu selalu mendampingi,
kadang masyarakat bertanya perempuan keluar malam apa ada ditemani mahramnya?
suami saya selalu ada, sudah seperti bodyguard
saya, justru suami saya menjadi pendorong yang paling luar biasa dalam meyakinkan
saya untuk berani, kuat dan tegas. Ia selalu ada ketika saya butuh. Ini
komintmen beliau. Setelah beliau beri izin saya sebagai wakil wali kota hingga
menjadi wali kota dan konsikuensinya sebagai suami untuk memberikan dukungan,
tetap ia berikan. Saya sangat bersyukur punya suami yang luar bisa seperti
beliau. Karena beliau yakin istrinya bisa menjaga hartanya. Tapi saya tetap
memosisikan suami saya pemimpin di rumah, saya harus tunduk dan patuh kepada
suami saya.
Pasca dilantik sebagai wali kota, tentu
tantangannya semakin besar, bagaimana menyikapi ini?
innalillahi
wainna ilaihi raajiuun. Ini ujian terberat dari Allah karena memang dari awal
saya maju sebagai wakil, di tengah perjalanan saya harus melanjutkan
kepemimpinan ini yang ditinggalkan pak Mawardy. Kalau dulu saya termasuk
santai, walau pun saya berkerja tapi pikiran saya tidak punya beban karena ada
atasan yang lebih tinggi di atas saya, tapi sekarang lebih besar, namun saya
meyakini dunia ini tempat ujian, semakin kita mampu semakin ditambah ujian
Allah. Dan saya hanya butuh bantuan doa masyarakat, karena doa adalah kekuatan
besar agar Allah membantu kita.
Kabijakan apa yang mendesak saat ini?
Dari wakil dan
sekarang soal leluasa sama saja, artinya memang ketika yakin apa yang Allah
berikan, jadi tidak ada bedannya dulu dengan sekarang, mungkin sekarang saya
harus lebih keras lagi dalam berjuang, baik dari sisi waktu dan kinerja saya,
kalau dulu berdasarkan perintah, sekarang kan nggak ada yang perintah lagi,
namun kita tetap kerja bersama-sama tidak memerintah. Saya akan berusahan untuk
memanfaatkan lahan yang Allah berikan ini, dan Allah mudahkan cita-cita bersama
mewujudkan Banda Aceh ini menjadi model kota madani.[HP/Suara Darussalam]