Prof Isham Abou Nashr: Zakat, Solusi Persoalan Ekonomi Modern
Prof Isham Abou Nashr |
Isham Abu Nahsr mengatakan, beberapa persoalan ekonomi yang
sering dihadapi oleh negara yaitu kemiskinan, pengangguran, resesi, kesenjangan
sosial dan juga lemahnya investasi.
“Oleh karena itu semua negara mencari solusi terhadap
problematika tersebut dengan berbagai cara agar tidak merambat ke bidang lainnya
dengan cara mereka masing-masing”, ujarnya.
Dan zakat dalam hal ini, kata Isham, dianggap mampu menjadi
solusi atas berbagai persoalan di atas.
Menurut Isham Abou Nashr, zakat berperan dalam beberapa hal
untuk mengurangi persoalan ekonomi masyarakat modern, khususnya masyarakat
Islam.
Pertama: Zakat berperan dalam mengatasi masalah
kemiskinan.
Menurut
Ishan Abou Nashr, yang dimaksud dengan kemiskinan adalah ketidakmampuan
sesorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka dalam hal ini, porsi pemberian zakat dikhususkan kepada
kelompok fakir dan miskin. Hal tersebut, kata Isham, sesuai dengan firman Allah
surat At-Taubah ayat 60.
“Meskipun
dalam ayat tersebut Allah menyebutkan delapan golongan penerima zakat, namun
porsi fakir dan miskin itu harus lebih banyak (25%). Lebih lagi Allah mendahulukan
golongan fakir dan miskin dalam penyebutan ashnaf zakat. Dan hal itu pasti
memiliki hikmah tersendiri kenapa mereka lebih didahulukan dalam
penyebutannya”, ujarnya.
Kedua: Zakat berperan dalam
mengatasi pengangguran.
Yang kedua, kata Isham, zakat bisa berperan dalam
mengatasi pengangguran di kalangan umat Islam. Pengangguran di sini, menurut
Isham Abou Nashr adalah mereka yang tidak memiliki pekerjaan namun mereka mampu
untuk bekerja atau mereka yang bekerja tapi upahnya dibawah rata-rata. Hal
tersebut terjadi diantaranya karena diflasi, geografis, kurang sinergi antara
perusahan dengan masyarakatnya dan lain sebagainya.
Hal tersebut pastinya akan berpengaruh kepada sektor-sektor
lainnya, maka zakat bisa mengambil peran dengan cara: Memberikan harta zakat
untuk dikelola kepada pengangguran yang pada dasarnya mampu berusaha namun
tidak memiliki ladang usaha, jadi bukan pengangguran sukarela.
Zakat juga berperan di bidang hal-hal produktif.
Misalnya dengan cara membantu gharim
dengan subsisi dana pada usahanya baik dalam bidang perdagangan ataupun pabrik.
Selain itu, zakat juga mampu memperluas sektor produksi.
Ketiga: Zakat beperan dalam
mengatasi permasalahan resesi.
Sementara yang ketiga, kata Isham, Zakat beperan dalam
mengatasi permasalahan resesi. Menurut Isham, Resesi adalah penurunan drastis
terhadap kegiatan ekonomi skala besar sebagai akibat dari penurunan proses
pengadaan yang akhirnya berpengaruh kepada resesi produksi, harga jatuh,
rendahnya pendapatan, likuiditas, PHK dan pengangguran yang merajalela.
Dalam hal ini, kata Isham, zakat dapat berperan
melalui beberapa cara: Pertama, Kewajiban zakat yang Allah
wajibkan bukan secara harian atau bulanan kecuali haul, merupakan diantara cara mengakomodasi fluktuasi musiman
resesi dan vogue sehingga adanya
zakat bisa membantu mengatasi hal tersebut. Kedua, Perbedaan waktu
dalam pembayaran zakat dari masing-masing muzakki. Sehingga mereka sendiri yang
membatasi kapan mereka harus membayar zakat sesuai dengan haujl hijry. Dengan demikian akan membantu resesi pada setiap
harinya sesuai dengan waktu wajib masing-masing muzakki.
Dan ketiga yaitu mendorong orang miskin menggunakan
harta zakat hanya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya terlebih dahulu tidak pada hal
yang kurang bermanfaat. Oleh karena itu, ketika mereka memiliki harta zakat
harus dikelola dengan sebaik-baiknya.
Keempat:
Zakat berperan dalam mengatasi permasalahan penimbunan harta.
Dan
yang ke empat menurut Isham Abou Nashr, zakat berperan dalam mengatasi
penimbunan harta. Penimbunan disini, menurut Isham adalah kondisi dimana
seseorang menumpuk-numpuk harta hingga akhirnya harta tersebut hilang di
pasaran. Islam sangat melarang hal tersebut sesuai denga firman Allah surat At-Taubah
ayat 34.
Dalam
hal, ini kata Isham, zakat berperan dengan cara: pertama, mewajibkan zakat bagi harta yang
diinvestasikan ataupun tidak apabila mencapai nisab. Ini adalah bentuk dari
pengedaran harta dari seseorang kepada orang lain meskipun hanya 2.5 %. Kedua,
pengurusan terhadap harta orang yang tidak berakal dan bayi untuk dikeluarkan
zakatnya merupakan wujud dari peredaran harta.
Kelima:
Zakat berperan dalam meninggakatkan tingkat investasi
Sementara
yang ke lima, menurut Isham, zakat berperan dalam meningkatkan investasi.
Menurutnya, zakat bisa mendorong seseorang untuk mengelola dan mengembangkan
uangnya agar tidak terkurangi secara bertahap dengan kewajiban zakat.
Menurut
Isham , pembebasan aset tetap dari kewajiban membayar zakat hal tersebut sesuai
dengan sabda Rasulullah SAW “Tidaklah bagi
seorang muslim pada kuda dan budaknya zakat”.
Isham
juga menjelaskan, Investasi harta zakat pada usaha-usaha yang menguntungkan dan
berpotensi yang akhirnya laba dan kenikmatan akan kembali kepada fakir dan
miskin. Meskipun hal tersebut dengan ketentuan syariat yang lebih spesifik.
Begitu
juga, zakat dianggap bisa menyediakan iklim investasi yang baik melalui suasana
kepercayaan dan keyakinan serta keselamatan apakah itu untuk debitur ataupun
kreditur yang pada gilirannya menyebabkan pergerakan dana dan investasi.
Jadi,
“jelas dan konsistennya ketentuan zakat, baik harta dan dan jumlah yang dizakati
menyebabkan stabilitas dan mendorong investasi”, ujarnya.
Isham
Abou Nashr juga menegaskan, bahwa ketetapan nisab emas 85 gram emas murni. Emas murni adalah setara dengan 24 dan dipastikan 24 lebih dari harga kaliber 21.18, 14 dan 12, yang berarti nisab saat itu dengan mempertimbangkan kepentingan orang kaya dan pelestarian aset produktif, sehingga meningkatkan tingkat pengembalian investasi.
Menurut
Isham, kadar zakat 2,5%, berdasarkan sabda Nabi SAW: "Dalam setiap dua puluh mistqal zakatnya setengah mistqal" berkurangnya jumlah yang
dizakati mendorong para pemilik harta untuk menginvestasikan uang mereka sehingga tidak menghambat penentuan produktivitas dan mengurangi tekad pemilik uang dan keinginan mereka untuk mengurangi jumlah tabungan dan kemudian berinvestasi.
Selain
itu, kata Isham lagi, adanya hukum diminishing marginal utility, bahwa dana zakat akan kembali
manfaatnya kepada muzakki yang direpresentasikan pembeli untuk membeli barang
dari muzakki. Maka dalam hal ini akan mendorong investasi dan produksi.
Jadi,
kata Isham Abou Nashr, Zakat merupakan solusi dalam permasalahan perekonomian
ummat yang meliputi masalah kemiskinan, pengangguran, resesi, penimbunan, dan
lemahnya investasi.
“Dalam
masalah kemiskinan, Allah memberikan porsi yang lebih besar (2,5%) kepada
golongan fakir miskin dibanding dengan golongan lain. Dan fokus pemberian zakat
kepada dua golongan ini adalah untuk mengayakan mereka. Zakat juga mampu
mengurangi pengangguran dengan memberikan harta zakat untuk dimanfaatkan, akan
tetapi harus dilakukan secara selektif”. ujarnya.
Sementara
untuk mengatasi resesi, menurut Isham Abou Nashr, zakat juga bisa berperan
karena pembayaran muzakki berbeda-beda masanya dan adanya dorongan bagi mustahiq untuk menggunakan harta zakat
sebaik-baiknya.
Begitu
juga dengan masalah penimbunan dapat diselesaikan dengan membayar zakat karena
orang Islam yang mempunyai harta dan sudah mencapai syarat-syaratnya harus
membayar zakat, sehingga tidak ada peluang untuk menumpuk-numpuk harta.
Dan
zakat, kata Isham Abou Nashr lagi, juga dapat meningkatkan investasi bagi
muzakki karena mereka berharap tidak adanya pengurangan zakat sehingga mereka
akan mencari kesempatan untuk meningkatkan produktifitas dan investasi.
“Dengan
demikian zakat bisa menyejahterakan perekonomian ummat tidak hanya bagi
mustahiq saja akan tetapi juga bagi muzakki”, pungkas Isham Abou Nashr. [Zakiul Fuadi/Zulkhairi/Majalah Suara
Darussalam]