Rapat Kerja Baitul Mal Se- Aceh, Terus Bekerja Profesional dan Transparan
Langsa - Pengelolaan zakat dan harta agama lainnya di Aceh
mendapatkan momentum kebangkitan seiring formalisasi syariat Islam secara
kaffah pada tahun 2002 lalu. Pembentukan Baitul Mal pada tingkat provinsi, 23
kabupaten/kota dan ratusan gampong (desa) di seluruh Aceh adalah bagian dari
agenda utama formalisasi syariat Islam itu.
Sehingga, sampai saat ini, telah beroperasi dengan baik Baitul Mal pada
semua tingkatan. Hanya saja yang belum efektif seluruhnya adalah pengelolaan
zakat mal pada tingkat Baitul Mal Gampong/Desa, namun pengelolaan zakat fitrah
dan zakat pertanian padi oleh Baitul Mal Gampong telah dapat dilakukan dengan baik.
Hal demikian diungkapkan kepala Baitul
Mal Aceh DR. Armiadi Musa, MA pada Rapat Kerja (Raker) Baitul Mal se Aceh, 24 Oktober 2014 di Kota Langsa
Armiadi menyebutkan Sebagai perbandingan, Baitul Mal
Aceh telah menghimpun dana zakat dan
infak tahun 2011 Rp 26,60 miliar, tahun 2012 Rp 28,78 miliar dan tahun 2013 Rp
39,3 miliar. Sementara 23 Baitul Mal Kab/Kota menghimpun zakat dan infak tahun
2011 Rp 77,57 miliar, tahun 2012 Rp 98,19 miliar dan tahun 2013 Rp 101,68
miliar.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada wajib zakat atau muzakki yang telah
mempercayai Baitul Mal dalam mengelola zakat dan infaq, teriring doa semoga
harta bapak/ibu yang tersisa diberikan keberkahan oleh Allah SWT. Kami akan
menjaga amanah ini dengan baik, serta berupaya dapat bekerja secara profesional
dan transparan. Kami akan terus memperbaiki kelemahan-kelemahan manajemen zakat
dan infaq selama ini”lanjutnya.
Ia menambahkan distribusi dan pendayagunaa ZIS telah memberi kontribusi dalam
meningkatkan kualitas fakir miskin. Beberapa program pendayagunaan ZIS unggulan selama ini dapat dilihat dari program
bantuan beasiswa dan santri, pembinaan daerah rawan aqidah, bantuan tunai
langsung berkelanjutan untuk fakir uzur, bantuan rumah fakir miskin dan
penyediaan modal usaha melalui program ZIS produktif.
Lebih lanjut Armiadi menjelaskan
Pemungutan dan pengelolaan zakat di Aceh selain sebagai ketentuan syariat Islam
yang diatur dalam Al-Quran dan hadits, sekaligus telah menjadi hukum positif
yang diatur dengan UU Nomor 23 tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat, diatur juga dalam UU Pemeritahan Aceh dan Qanun Aceh Nomor 10
tahun 2007 tentang Baitul Mal.
Oleh karena itu menurutnya tidak ada
alasan lagi bagi wajib zakat atau muzakki untuk tidak membayar zakat di Aceh,
apalagi zakat di Aceh telah ditetapkan sebagai bagian dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Aceh dan PAD Kabupaten/Kota, sesuai ketentuan pasal 180 ayat (1)
huruf d UUPA. Maka, zakat di Aceh dikelola oleh negara dengan kewenangan
pemungutan dan pengelolaannya dilakukan oleh Baitul Mal Aceh, Baitul Mal
Kabupaten/Kota dan Baitul Mal Gampong.
“Posisi zakat sebagai PAD merupakan salah satu kekhususan yang dimiliki
oleh Provinsi Aceh. Meski kita mengakui hal ini sebagai salah satu kemajuan
yang patut kita banggakan, kita tidak dapat memungkiri masih terdapat banyak
pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan. Regulasi yang ada belumlah lengkap.
Bahkan regulasi yang tersedia pun masih membuka ruang tafsir yang berbeda-beda
dan polemik bagi kalangan tertentu. Karena itu, kita harus bekerja lebih tekun
guna mewujudkan harapan kita untuk dapat
mengelola zakat yang sesuai syariat Islam/keistimewaan Aceh dan ketentuan
lainnya”tambahnya.
Menyikapi zakat
sebagai PAD, Armiadi menjelaskan pihaknya harus mempertimbangkan aturan-aturan pengelolaan dana
sebagaimana pengaturan dalam Pergub No 60/2008 tentang
Pengelolaan Zakat, Pergub No 55/2010 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pencairan Zakat pada Kas Umum Aceh dan Pergub No 4/2011 tentang Dewan
Petimbangan Syariah. Menurutnya Zakat sebagai PAD bukan hanya harus
dikelola dengan memperhatikan aturan-aturan keuangan negara yang berlaku untuk
PAD lainnya. Lebih khusus dari itu, zakat harus tetap dikelola dengan
mengedepankan hukum syariah dan keistimewaan Aceh. Hal ini mengingat zakat merupakan harta agama dan
salah satu rukun Islam.
“Sebagai
solusi terhadap berbagai tafsir regulasi pengelolaan zakat sebagai PAD di Aceh,
Pemerintah Aceh telah menyampaikan Draf Qanun Baitul Mal sebagai pengganti
qanun yang ada untuk dibahas DPRA, hanya saja DPRA periode 2009-2014 tidak
berhasil membahas qanun tersebut. Untuk itu, kita mengharapkan Pemerintah Aceh
dapat mengusulkan kembali qanun tersebut supaya masuk dalam Prolega perioritas
2015. Dengan disahkannya qanun itu, kami yakin banyak masalah zakat sebagai PAD
dapat kita selesaikan.”ujarnya.
Menyamakan
Persepsi
Rapat Kerja Baitul Mal se-Aceh merupakan pertemuan tahunan pimpinan Baitul Mal dan pemangku
kepentingan lainnya dalam rangka mengevaluasi kinerja tahunan Baitul Mal, merumuskan
program kerja tahun berikutnya dan menetapkan beberapa rekomendasi yang
dianggap penting dalam memajukan gerakan zakat di Aceh.
Armiadi mengatakan Raker tahun ini
diharapkan menjadi media untuk menyamakan persepsi dalam pengelolaan zakat,
waqaf dan harta agama di Aceh. Terutama dalam
memposisikan, mengelola dan membukukan zakat sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sehingga, berbagai masalah dan kendala yang dihadapi
selama ini dapat kita selesaikan secara cepat dan
tepat. Untuk maksud itu pula, pada Raker kali ini kita mengundang Kepala DPKAD Kab/Kota se-Aceh yang kita anggap memiliki
peran penting dalam pengelolaan dan
optimalisasi zakat di kabupaten/kota.
Raker diikuti oleh perwakilan Baitul Mal Aceh dan Baitul Mal Kabupaten/Kota yang terdiri dari Kepala Baitul Mal, Dewan Pengawas dan Kepala Sekretariat. Juga dihadiri oleh Bendahara Umum Aceh dan Kepala DPKAD
Kab/Kota se-Aceh. Jumlah keseluruhan peserta 80 orang.
Raker yang mengambil tema
“Implementasi Zakat sebagai PAD dalam Bingkai Keistimewaan Aceh dalam Mencapai
Target Keberhasilan Baitul Mal 2015” membahas empat materi yang berkaitan dengan: Zakat sebagai PAD dalam Peraturan
Pengelolaan Keuangan Negara dan Implementasinya sesuai dengan Keistimewaan Aceh; Mekanisme Penyetoran
dan Pencairan dana Zakat pada Kas Umum Aceh dan BUD Kab/Kota; Zakat sebagai
Pendapatan Negara dan Pengelolaannya dalam Sejarah Islam; serta Rencana
Strategis Zakat Nasional 2014-2019 dan Target Keberhasilan Tahun 2015. [Abi Qanita]