Banda Aceh Tanpa Perayaan Tahun Baru Masehi, Nonmuslim Diizinkan Natal
H. Illiza Sa'aduddin Djamal |
Banda Aceh - Langkah
pemerintah Kota Banda Aceh melarang perayaan tahun baru Masehi patut
diapresiasi. Walaupun dicemoohkan, namun tak digubris demi menyelamatkan aqidah
muslim di kota yang dicita-citakan menjadi model kota Madani.
Keistiqamahannya
masih ditunjukkan setelah melarang hura-hura pada tahun lalu. Larangan ini
lebih dititikberatkan bagi warga yang beragama Islam di Kota Banda Aceh.
Larangan
perayaan tahun baru Masehi tersebut bukan tidak beralasan, melainkan
pertimbangan banyak mudharatnya dibandingkan manfaat. Bayangkan saja berapa
uang harus dikeluarkan untuk membeli kembang api, terompet, dan mercon. Belum
lagi akan menimbulkan kemacetan di setiap jalan Kota Banda Aceh.
“Saya mendukung
sikap dan kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh yang melarang umat Islam
khususnya dan warga Aceh umumnya untuk merayakan tahun baru Masehi dengan
hura-hura, sebab itu adalah milik nonmuslim,” ujar Juru Bicara Kaukus Wartawan
Peduli Syariat Islam, Azhari.
Bagi pemerinta
kota perayaan tahun baru Masehi hura-hura akan berpotensi berbagai kriminal.
Mabuk-mabukan, perjudian, perzinahan, balap-balapan, bahkan maksiat-maksiat
lain pun berpeluang besar terjadi.
Sehingga,
walikota bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) Kota Banda Aceh mengeluarkan seruan bersama
yang berisi meminta agar masyarakat tidak merayakan malam tahun Baru Masehi
(Miladiyah) 1 Januari 2015.
Jadi, menurut
Azhari umat Islam tidak perlu ikut-ikutan. Namun alangkah indahnya jika kebijakan
pelarangan ini sejatinya bisa berlaku bagi seluruh Aceh, sebab Syariat Islam
kaffah itu berlaku di seluruh Aceh, tidak hanya di Kota Banda Aceh.
“Menurut saya
gubernur Aceh bersama Muspida plus perlu mengeluarkan seruan bersama larangan
itu berlaku di seluruh Aceh. Masyarakat Aceh perlu ingat bagaimana dahsyatnya
bala tsunami dikarenakan kita sudah jauh dari ajaran Islam,”ujarnya.
Sementara itu,
Walikota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal bersama Forum Komunikasi
Pemerintah Daerah (Formkompinda) Kota Banda Aceh sudah mengeluarkan surat
edaran bahwa malam tahun baru Masehi tidak boleh dirayakan dan melakukan
kegiatan apapun yang berhubungan dengan agama.
“Meskipun kegiatan
keagamaan baik itu zikir maupun yasinan,” ujar Walikota Banda Aceh Illiza
Sa’aduddin Djamal.
Larangan ini
sudah dilakukanya sejak beberapa tahu terakhir. Menurutnya sudah mulai memberi
dampak yang baik. Ia menaruh harapan agar tidak ada yang merayakan tahun baru
Masehi, karena perbuatan tersebut menyerupai perbuatan kafir.
“Kita
menyampaikan yang hak tetap, dan yang bathil tetap bathil, tentang bagaimana
hasilnya nanti itu hak Allah, kita serahkan semua sama Allah. Hidup ini kita
bisa memilih, orang mau hidup seperti apa,” terang Illiza.
Illiza
katakan, pihaknya selain melarang membakar mercon dan kembang api, juga telah
meyosialisasikan kepada pedagang-pedagang agar tidak boleh jual terompet di
Banda Aceh.
Pemerintah
kota juga membentuk tim terpadu dari kepolisian dan Satpol PP/WH Kota Banda
Aceh untuk mengerahkan personil pengamanan malam tahun baru Masehi agar tidak
terjadi hura-hura.
“Kita
menghimbau kepada masyarakat untuk tidak usah keluar rumah kalau hanya untuk
melihat malam tahun baru. Walau pun hanya melihat-lihat saja, bagusnya diam
diri saja di rumah, karena kalau keluar malah membuat susah aparat juga harus
mengamankan orang banyak,” himbaunya.
Adapun
Forkopimda yang mengeluarkan seruan tersebut terdiri atas delapan unsur yaitu
Wali Kota Banda Aceh, Hj Illiza Sa’aduddin Djamal SE, Ketua DPRK Arief
Fadillah, Dandim 0101/BS, Kapolresta Banda Aceh Kombespol Zulkifli SSTMK SH, Kajari Banda Aceh Husni Thamrin SH,
Ketua Pengadilan Negeri Banda Aceh H Yulman SH MH, Ketua MPU Kota Banda Aceh
Drs H A Karim Syiekh, MA dan Ketua Mahkamah Syar’iyah Drs Misran SH MH.
Nonmuslim
Diizinkan Natal
Di Kota Banda
Aceh, terdapat berbagai macam pemeluk agama. Meskipun yang dominan pemeluk
agama Islam, namun juga dapat dijumpai beberapa tempat ibadah bagi agama-agama
nonmuslim seperti Gereja dan Klenteng.
Sejak zaman
Belanda dulu, di Aceh, khususnya Kota Banda Aceh yang banyak didominasi warga
nonmuslim dibanding kabupaten/kota lain tidak pernah terjadi pergesekan antar
ummat beragama. Banda Aceh sangat toleransi dalam beragama.
Seperti
dikutip Republika.co.id, para tokoh agama Kristen mengemukakan meskipun umat
Kristen tergolong minoritas, pelaksanaan syariat Islam di Aceh tidak mengganggu
bagi umat nonmuslim, sehingga kerukunan antar umat beragama di daerah ini berjalan
dengan baik dan damai.
"Umat
Kristen tidak merasakan sesuatu yang berat, karena syariat Islam untuk umat
Islam dan kami bisa menghargai apa yang diatur," kata Ketua Majelis
Permusyawaratan Gereja Banda Aceh Pdt Sandino, STh pada diskusi pengembangan wawasan
multikultural antara pemuka agama pusat dan daerah di Banda Aceh.
Oleh sebab
itu, bagi nonmuslim Illiza tidak melarang perayaan natal. Ia tidak melarang
peribadatan ummat agama lain. Bahkan telah melakukan koordinasi dengan aparat
keamanan untuk mengawal agar natal di Banda Aceh berjalan dengan lancar.
“Bagi
nonmuslim kita tidak melarangnya, yang kita larang bagi ummat Islam. Namun kita
juga tidak menginginkan dalam merayakan tahun baru dapat menganggu kita orang
Islam. Tapi kalau mereka merayakan di ruang tertutup silakan, jangan di ruang
terbuka,” jelas Illiza.
Sementara itu
Kepala Satpol PP/WH Kota Banda Aceh, Ritasari Pujiastuti usai memimpin apel
bulanan mengatakan pihak sudah siap mengamankan malam tahun baru.
"Dari
Satpol PP/WH kita sudah menyiapkan pasukan pengamanan bersama tim gabungan
untuk malam tahun baru," ungkap Ritasari.
Ia meminta
semua pedagang untuk tidak menjual mercon dan terompet. Pihaknya tidak
segan-segan akan menyita semua barang-barang tersebut jika kedapatan. “Kita
tetap akan terus merazia penjual mercon dan terompet," tegas Ritasari. [Hayatullah
Pasee]