Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

FKUB Aceh : Syari’at Islam Ciptakan Kerukunan Umat Beragama di Aceh

Juniazi, S.Ag, M.Pd
Banda Aceh - Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Aceh, Juniazi, S.Ag, M.Pd mengatakan, berlakunya syari’at Islam di Aceh selama ini tidak membawa persoalan bagi umat non Islam. Sebab, syari’at Islam hanya berlaku bagi umat Islam, tidak bagi non Islam.  Walaupun syari’at Islam itu tidak berlaku bagi Non Muslim, tapi mereka diminta menghormati pelaksanaan syari’at Islam di Aceh. Baik dalam tata pergaulan, berbusana, dan sebagainya. Jadi mereka tidak berbuat sebebas-bebasnya.
"Cara menghormati dalam tata berbusana misalnya, menghormati disini adalah dengan menyesuaikan diri dengan tata busana umat Islam di Aceh, seperti dengan tidak memakai celana pendek, bkini dan sebagainya yang menampakkan aurat terbuka di depan publik, " kata Juniazi menjelaskan.

Juniazi memberi contoh, seperti di bulan puasa, ketika mereka tidak diwajibkan berpuasa, bukan berarti mereka boleh bebas-bebasnya makan di siang hari atau membuka warung. Jadi harus saling menghormati.

"Jadi, syari’at islam di Aceh tidak mengganggu keharmonisan umat beragama. Ini sesuai dengan UU Nomor 11 tahun 2006, begitu juga dalam qanun-qanun tentang pelaksanaan syari’at Islam yang menyatakan bahwa non Muslim di Aceh bebas melaksanakan keyakinan yang mereka anut, " lanjut Juniazi.

Adapun persoalan-persoalan sekter Syi’ah dan aliran sesat lainnya, kata Juniazi, ini masuk dalam persoalan internal umat Islam yang masuk dalam wilayah Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU). Merekalah yang berhak memberikan penjelasan terkait aliran-aliran ini.

"Tidak ada pertambahan gereja di Aceh, kecuali jika ada indikasi ibadah kebaktian di ruko-ruko atau di tempat-tempat tidak  resmi lainnya, namun dalam sejumlah kasus hal itu sudah ditertibkan. Persoalan rumah ibadah ini sudah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri  Dalam Negeri Dan Menteri Agama nomor 9 dan 8 tahun 2006 dan Pergub Aceh Nomor 25 tahun 2007, " ujarnya menambahkan.

Menurut Juniazi, kalau dilihat dari aturan yang ada, setiap pendirian rumah ibadah memang harus ada izin, tidak terkecuali Mesjid. Jadi, kalau hari ini  ada kasus pendirian rumah ibadah umat non Islam yang ditertibkan oleh pemerintah daerah itu lebih keran tidak sesuai dengan aturan yang ada.

“Artinya, setiap pendirian rumah ibadah memang harus mengikuti aturan yang ada,” kata Juniazi lagi.  

“Jadi, tidak benar jika hari ini ada yang mengatakan bahwa Syari’at Islam di Aceh merusak kerukunan umat beragama, justru sebaliknya, dalam sejumlah pertemuan yang dihadiri oleh komponen umat beragama di Aceh, justru mereka mengatakan bahwa mereka merasa nyaman dengan pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh, “ ujar Juniazi. [Zulkhairi]