Kelola Zakat, Baitul Mal Aceh Bermitra dengan Ulama Dayah
“Hari ini kita ingin
sukseskan Baitul Mal dalam pengelolaan zakat, kita sama-sama mesti mendukung
bagaimana agar penerimaan dana ke Baitul Mal terus meningkat,”
Ketua 1 Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) saat menyampaikan materi pada acara Sosialisasi zakat untuk ulama dayah oleh Baitul Mal Aceh |
Baitul Mal Aceh terus
gencar menyosialisasikan pengelolaan zakat terhadap berbagai elemen, tidak terkecuali dengan ulama dayah. Baitul Mal
Aceh juga terus membuka diri dalam
pengelolaan zakat, agar kepercayaan semua kalangan dalam membayar zakat ke
baitul mal semakin tinggi, termasuk di kabupaten dan kota seluruh Aceh.
Karenanya, Baitul Mal Aceh
menyosialisasi tentang pengelolaan zakat itu
kepada ulama dayah se-Aceh. Kegiatan ini diikuti 70 peserta dari unsur
pimpinan dayah dan perwakilan Baitul Mal
Kabupaten/kota.
Kegiatan yang berlangsung sehari
penuh tersebut diisi tiga pemateri, terdiri atas Pimpinan Dayah Babussalam
Jeunieb, Bireuen Tgk Muhammad Yusuf A Wahab dengan materi Kaidah Ushul Fikih
Hukmul Hakim dalam konteks pengelolaan zakat.
Pemateri kedua Kepala Baitul Mal Aceh, Dr Armiadi Musa
dengan tema pengelolaan zakat di Aceh, dan Wakil Mahkamah Syariyah Aceh, dan
Drs Jamil Ibrahim mengangkat tema sumber-sumber zakat menurut ketentuan qanun
dan UU dalam perspektif hukum Islam.
Menurut Tgk Muhammad Yusuf
atau akrab disapa Tu Usop, sosialisasi
ini terus digalakkam ke seluruh Aceh, tentu sesuai dengan pemikiran daerah
tersebut. Artinya harus melihat pola pikir dan potensi masyarakat dan
tokoh-tokoh setempat.
“Jangan sampai melakukan
sosialisasi yang bertentangan dengan pola pikir masyarakat di lapangan, tentu
tidak akan diterima,” katanya.
Ia menilai kegiatan seperti
sangat baik dilakukan, dalam artian Baitul Mal Aceh telah membuka diri untuk
lebih bijaksana, sehingga stagnan-stagnan yang selama ini terjadi menjadi cair
kembali.
Selanjutnya, dalam materi
yang disampaikan Tu Usop membahas terkait kedudukan keputusan Ulil Amri
(pemerintah) dalam pengelolaan zakat, batas ketaatan kepada pemerintah, dan
wujud kemitraan ulama dan umara dalam pengelolaan zakat.
“Hari ini kita ingin
sukseskan Baitul Mal dalam pengelolaan zakat, kita sama-sama mesti mendukung
bagaimana agar penerimaan dana ke Baitul Mal terus meningkat,” ujarnya.
Menurutnya, tema yang
diangkat dalam sosialisasi tersebut sangat penting diangkat, karena persoalan
agama apabila ditangani oleh penguasa, tentu aturan-aturan, keputusan-keputusan
yang dibuat mesti dilaksanakan.
“Dalam fikih kita kenal
kaidah Hukmul Hakim Yarfa’ul Khilaf. Ada dua sisi terkait ini, keputusan hakim
bisa dibatalkan tapi di sisi lain, keputusan hakim bisa membatalkan. Yang harus
kita kaji adalah kapan kedua prinsip itu berlaku,”ungkapnya.
Katanya ada hukum yang
menjadi wajib ditaati bukan karena asal, tetapi karena perintah Ulil Amri.
Terkait zakat, ada polemik wajib, karena perintah Ulil Amri, atau karena kewajiban
berzakat. Setelah dikaji keduanya, tidak ada yang saling bertentangan hanya
tinggal dilihat dimana penempatannya, dan kapan berlakunya.
“Masalah sekarang,
pertentangan enggan bayar zakat karena dianggap masih khilafiah. Tetapi ada
juga yang sebenarnya memang pelit. Enggan bayar zakat. Mencari-cari
alasan,”ujarnya sambil tersenyum.
Oleh karena itu katanya,
ketika pemerintah mewajibkan infak gaji bagi pegawai negeri sipil, harus
didukung semua pihak, jangan dihalang, karena demi kemaslahatan ummat.
Ia berharap Baitul Mal Aceh
lebih kuat ke depan. Ia meminta ulama-ulama dayah dapat membantu menyosialisasi
kepada masyarakat di gampong-gampong. Jika dalam pengelolaan terdapat
kekurangan, ia mengajak sama-sama memperbaiki, jangan dicemoohkan.
Selanjutnya, Kepala Baitul
Mal Aceh Dr Armiadi musa dalam paparannya menjelaskankan terkait pengelolaan
zakat di Aceh. Asal muasal aturan pengelolaan zakat tertuang dalam UUPA Pasal
180 ayat (1) huruf D menegaskan zakat di Aceh sebagai bagian dari Pendapatan
Asli Daerah (PAD).
Selanjutnya dalam UUPA
Pasal 191 menetapkan zakat, harta waqaf dan harta agama lainnya dikelola oleh
Baitul Mal Aceh dan Baitul Mal Kab/Kota. Kemudian diatur dengan qanun Pasal 192
memberi kewenangan bagi Aceh untuk
memberlakukan zakat sebagai pengurang pajak penghasilan.
Sedangkan fungsi baitul mal
itu sendiri tertuang dalam pasal 8 qanun nomor 10 tahun 2007 yaitu mengurus dan
mengelola zakat, wakaf, harta agama, mengumpulkan, menyalurkan, mendayagunakan
zakat, menjadi wali terhadap anak yatim, menjadi wali pengawas terhadap wali
anak yatim, menjadi wali pengampu, mengelola harta yg tidak diketahui pemilik
atau ahli warisnya.
“Seperti di Aceh dulu waktu
tsunami, jika ada harta-harta korban yang tidak diketahui ahli warisnya lagi,
maka harta tersebut dikelola Baitul Mal Aceh,” jelas Armiadi.
Terkait kemampuan Baitul Mal Aceh dalam menghimpun
dana zakat, dapat dilihat pada data tiga tahun terakhir penerimaan zakat terus
meningkat. Pada 2011 Baitu Mal Aceh berhasil menghumpun Rp 22,5 miliar,
kemudian pada 2012 Rp 29,1 miliar, dan 2013 sebanyak Rp 33,1 miliar.
Sedangkan dari Baitul Mal
Kabupaten/kota dalam tiga tahun terakhir juga menerima dalam jumlah yang
signifikan. Tahun 2011 sebanyak Rp 62 miliar, 2012 Rp 71,9 miliar, dan 2013 Rp
77,6 miliar.
“Harapan kita Baitul Mal
Aceh menjadi solusi pengurangan kemiskinan di aceh,” tutupnya.Hayatullas Pasee