LBH Anak Aceh Himbau Orang Tua Berhati-Hati Dan Waspada Menjaga Anaknya
foto: gambar-kata.com |
Sepanjang
tahun 2014 ini ada 172 laporan perkara yang melibatkan anak sebagai pelaku dan
korban tindak pidana. “Angka ini kami dapat dari sejumlah laporan perkara
seluruh Provinsi Aceh yang mengadu ke LBH Anak Aceh,” ujar Rudy Bastian,
Manager Program LBH Anak Aceh.
Rudy
mengatakan angka ini menunjukkan grafik peningkatan 134 laporan perkara pada
tahun 2013 yang lalu. Menurutnya pencurian masih menduduki angka keterlibatan
anak tertinggi sebagai pelaku dengan 41 laporan.
Namun angka
anak yang ditelantarkan tergeser keposisi tiga terbesar dengan 32 laporan
setelah laporan perkara kekerasan seksual pada anak yang menyerobot naik pada
posisi kedua tertinggi laporan keterlibatan anak dalam kejahatan ini dengan 39
laporan.
“Dan sisanya
melibatkan anak sebagai korban maupun pelaku kekerasan fisik, penggelapan,
trafiking, perkelahian, narkoba, bolos, balapan liar, pembunuhan, dan sejumlah
tindak pidana ringan lainnya,”lanjutnya.
Diakuinya,
keterlibatan anak dalam tindak pidana dapat terjadi karena alasan perhatian
orangtua yang terkesan tidak peduli pada aktifitas yang sedang anak lakukan.
“Kepedulian
orangtua hanya dengan selalu memberi uang jajan yang cukup bagi anak, tanpa
dibarengi dengan pengontrolan kemana uang tersebut digunakan,”
Selain itu kesibukan
orangtua juga dapat menjadi investasi kurangnya kasih sayang bagi anak dan pada
akhirnya si anak mencari kasih sayang dan aktifitas lain guna mendapat kasih
sayang dan menghabiskan waktu bersama kawan-kawannya.
“Tentu kita
sudah dapat menduga, warung internet, playstation, biliar, judi bola menjadi
pelarian kegiatan anak akibat orangtua cuek terhadap anak. Bisa dibayangkan
ketika anak sangat ketagihan dengan permainan-permainan tadi, mereka akan
mencari jalan pintas untuk mencuri karena uang untuk bermain tadi tidak bisa mereka
dapatkan pada orangtuanya,”tambahnya.
Rudy berharap
agar Pemerintah juga harus serius, karena LBH Anak Aceh mencatat tahun 2014 ini
tingkat bolos anak sekolah meningkat tajam.
“Izin warnet dan usaha playstation
yang diberikan tidak diimbangi oleh pengawasan yang ketat oleh pemerintah,”
Pantauan
pihaknya sejumlah warnet dan playstation masih iseng dengan tetap mengizinkan
anak-anak sekolah yang berbaju segaram untuk bermain warnet pada saat jam
sekolah.
“Seharusnya
izin tempat usaha yang bandel tersebut dicabut saja kedepannya, ini guna
memberikan peringatan kepada para pengusaha lain untuk tidak main-main dengan
pemerintah menyangkut masalah anak,”ujarnya lagi.
Pada
prinsipnya, kata rudy, keterlibatan anak dalam sebuah tindak kejahatan tidak
dibedakan antara anak sebagai pelaku maupun korban. Keterlibatan anak dalam
setiap tindak kejahatan tetap dipandang sebagai korban.
“Anak sebagai
pelaku jika ditelaah dalam makna UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
menyatakan bahwa UU ini melindungi anak dalam 3 (tiga) katagori, yakni anak
sebagai pelaku, anak sebagai korban dan anak sebagai saksi,” lanjutnya lagi.
Ketiga
katagori anak ini, menurutnya wajib mendapatkan perlakuan dan perlindungan yang
sama dalam perkara anak. Anak sebagai pelaku mesti dipandang sebagai korban
pula.
“Anak tersebut
terjerumus dalam tindak pidana tentunya dikarenakan kesalahan kita orang dewasa
selaku orangtua, masyarakat dan pemerintah yang acuh dalam pembinaan anak
tersebut. sehingga anak-anak tadi cenderung mencari pelampiasan dengan melakukan
sejumlah tindakan kejahatan,” imbuhnya.
Rudy
mengatakan, pihak LBH Anak Aceh prihatin dengan terus meningkatnya tingkat
pelaporan anak sebagai pelaku dan korban ini. Angka peningkatan ini akan terus
bertambah ditahun mendatang jika kita tidak segera melakukan upaya preventif
segera mungkin.
“Pemerintah
selaku pemegang mandat rakyat, sudah selayaknya mesti berpikir keras guna
menghadang angka keterlibatan anak dalam tindak pidana mesti segera di
minimalisir. Bisa dibayangkan wajah generasi pemuda Aceh 10 tahun mendatang
ketika para anak-anak sebagai pelaku dan korban ini beranjak dewasa nanti,”
lanjut Rudy.
Menurutnya, Pemerintah
harus segera merancang sejumlah program pembinaan yang melibatkan sejumlah
elemen termasuk instansi pendidikan. Sekolah-sekolah sudah saatnya menyiapkan
kurikulum yang efektif dalam mendidik anak didiknya.
“Karena jika
dilihat dalam rentang waktu, anak-anak saat ini bisa menghabisan 8 jam sehari
waktunya dibangku sekolah. Jika waktu 8 jam ini benar-benar diisi dengan
program yang konprehensif tentu akan berefek baik pada perilaku dan karakter
anak dan tentunya dapat menekan angka anak terlibat dalam kejahatan,” ujarnya.
Kepada para
orangtua, LBH Anak Aceh menghimbau guna berhati-hati dan waspada dalam menjaga
anaknya. karena angka kekerasan seksual untuk tahun ini semakin meningkat.
“Kami kawatir
bahwa tahun depan grafik kekerasan seksual akan menggeser angka pencurian yang melibatkan
anak sebagai pelaku maupun korban pada posisi teratas,” ujarnya khawatir.
Selain
itu pihaknya berharap supaya masyarakat jangan
abai dengan segala bentuk ke anehan kelakuan anak-anak disekeliling tempat
tinggalnya jika ditemui. “Pengontrolan semua pihak akan tindak tanduk kelakuan
anak mesti ditingkatkan,” pungkasnya. [Abi Qanita]