[Tgk. Sirajuddin Saman, MA] Sudahkah Kita Merasakan Manisnya Ibadah?
Kenikmatan
beribadah hanya akan dirasakan oleh orang-orang yang mencintai akan ibadah yang
ia kerjakan.
Sementara kecintaan seseorang terhadap ibadah, akan terlibat
bagaimana pengorbannya menanti datangnya waktu ibadah itu tiba.
Bahkan lebih
dari itu, mereka juga bersegera menyambut ibadah tersebut, ketika ia menunaikan
ibadah tersebut, Allah akan senantiasa membalas kebaikan niatnya, kejujuran
niatnya, dan kesungguhan tersebut dengan dirasakannya kenikmatan ketika
menunaikan ibadah.
Lalu coba bandingkan
dengan orang yang kurang kecintaannya terhadap suatu ibadah atau bahkan ia
membencinya, maka akan tampak darinya sikap yang menomorsekiankan ibadah tersebut
dari aktivitas pribadinya.
Manusia yang
beriman dan menggunakan pikiran sehatnya, maka ketika dia melaksanakan
perintah-perintah Allah, dia akan merasakan manisnya perintah tersebut, dia
akan merasakan indahnya perintah itu, sehingga dia sanggup melakukan perintah
Allah swt dengan ikhlas.
“Kita bisa melihat bagaimana orang-orang
tertentu sanggup beberapa malam tidak tidur demi menyaksikan pertandingan piala
dunia, sampai seminggu, bahkan sepuluh malam dia sanggup, kenapa?, karena ada
rasa manis di sana. Begitu juga ketika kita melihat ada orang ketika nongkrong
di warung kopi atau kafee berjam-jam lamanya, mereka sanggup, kenapa?, karena ada manis di sana,” ujar Tgk.
Sirajuddin Saman, MA.
Tgk.
Sirajuddin mempertanyakan, kenapa ketika berada di masjid, saat hari Jum’at misalnya,
ketika khatib agak sedikit panjang memberikan nasihat, maka kebosanan langsung
datang?, jawabannya karena tidak ada rasa manis di sana. Begitu juga saat baca
koran, berjam-jam sanggup kita lakukan, tapi kenapa ketika baca Qur’an baru
seperempat juz kita baca sudah mulai ngantuk, mulai bosan, dan sebagainya,
kenapa? karena kita belum merasakan manisnya ibadah ini.
“ Maka ketika
kita belum merasakan manisnya ibadah itu, maka ibadah itu tidak akan
menyenangkan, bahkan ibadah itu sesuatu yang menyusahkan,” lanjutnya.
Oleh karena
itu kita perlu bertanya kepada pribadi kita masing-masing, sudahkah kita
merasakan manisnya ibadah ini, kalau jawabannya belum mari kita koreksi diri
kita masing-masing, kenapa? kenapa pada perbuatan lain yang tidak ada manfaat
bagi akhirat, kita sanggup berlama-lama.
Khalifah Usman
bin Affan menyampaikan, ada empat hal yang harus dilakukan untuk merasakan
manisnya ibadah kepada Allah swt, sehingga setiap ibadah yang dilakukan ikhlas
dan mendapatkan imbalan yang sesuai di akhirat kelak.
Yang pertama, tidak menunda-nunda
ketika perintah Allah sudah tiba. Tidak menganggap enteng ketika perintah Allah
sudah tiba, apapun itu, apakah itu shalat puasa, ibadah haji dan ibadah
lainnya.
“Ketika
perintah Allah sudah tiba, kita tidak menunda-nunda, sesibuk apapun kita,
seberat apapun tugas yang sedang kita hadapi, itu kalau kita ingin ibadah yang
kita lakukan terasa manis. Karena kalau perintah Allah sering kita tunda-tunda
bahkan kita abaikan maka rasa lezat dari ibadah itu akan hilang,” ujarnya.
Yang kedua, bersungguh-sungguh dan
berupaya semaksimal mungkin untuk menjauhi larangan Allah. Jadi tidak menjauhi
larangan Allah itu pada sisi-sisi tertentu saja.
“Termasuk yang
dilakukan umat saat ini dan seolah-olah itu boleh adalah pendekatan kepada
zina, padahal Allah jelas-jelas melarang, jangan dekati zina. Tapi coba kita
lihat sore dan malam, bagaimana mereka lalu larang dengan bukan mahramnya, tapi
maaf bisa jadi di antara mereka adalah anak-anak kita, adik-adik kita,”.
“Kalau kita
tidak mencegah dan tidak melarang maka tunggu balasan Allah, karena kita
termasuk dalam golongan dayyus dan haram masuk surga walaupun mereka ahli
ibadah. Siapa dayyus itu?, yaitu orang-orang yang membiarkan keluarganya melakukan
maksiat kepada Allah. Mereka tidak melarang ketika sore anaknya dijemput oleh
cowoknya, mereka tidak melarang ketika istri mereka keluar rumah tanpa menutup
aurat, itu dayyus namanya,” lanjutnya menegaskan.
Ia
menambahkan, sebagai orang tua, wajib bagi mereka untuk berdakwah terutama
untuk orang-orang yang ada di dalam rumah kita, kata nabi “rumah kita adalah
sekolah pertama bagi anak-anak kita.
Yang ketiga, menyampaikan hal yang
ma’ruf kepada orang yang mungkin dia lakukan.
“Kita sedih
melihat generasi kita sekarang, sangat sedikit dari anak-anak kita yang sudah
mampu menjaga shalat lima waktu. Kita pun seolah-olah menganggap mereka masih
anak-anak sehingga kita abaikan kewajiban mereka untuk shalat, padahal nabi
dengan tegas mengatakan, perintahkan anakmu untuk shalat ketika berumur tujuh
tahun, dan ini diabaikan kebanyakan oleh orang tua, maka jika itu tidak pernah
kita lakukan maka kita tidak akan pernah merasakan manisnya ibadah,” ujarnya
menambahkan.
Dan yang keempat, mencegah
kemunkaran semampu kita.
“Mungkin kalau
diluar kita tidak mampu karena ada orang-orang tertentu yang melakukan dan kita
tidak berani mencegahnya, maka biarkan pemerintah yang mencegahnya. Tapi
kemunkaran yang terjadi di rumah kita itu tugas kita untuk
mencegahnya,”ujarnya.
Mudah-mudahan
Allah swt memberikan kesanggupan kepada kita semua untuk terus berupaya agar
kita bisa merasakan indahnya ibadah, manisnya ibadah, sehingga ibadah yang kita
lakukan benar-benar ikhlas dan mendapat ridha dari Allah swt. Amin ya rabbal
‘alamin. [Abi Qanita]