Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Maindseat Kaya

foto: mutiarabijaksana
MINDSET KAYA
Oleh Mirdha Fahlevi SI
Kemiskinan masih menjadi permasalahan besar dalam perekonomian Aceh.   Tingginya angka pengangguran merupakan salah satu penyebab tingginya angka kemiskinan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik  (BPS) Aceh, angka kemiskinan di Provinsi Aceh pada bulan Maret 2014 sebesar 18,05 %, angka ini mengalami peningkatan sebesar 0,45% jika dibandingkan dengan angka kemiskinan pada bulan Maret 2013. 
Sedangkan angka pengangguran pada bulan Agustus 2014 sebesar 191.000 jiwa, angka ini mengalami peningkatan sebesar 44.000 jiwa dibandingkan dengan bulan Februari 2014 lalu. Data tersebut mengindikasikan bahwa angka pengangguran maupun kemiskinan cenderung mengalami peningkatan. Angka kemiskinan dan pengangguran yang tinggi merupakan hal yang sangat ironis, karena Aceh merupakan daerah yang kaya dengan berbagai sumber daya alam.
Beberapa faktor yang ikut menyumbang tingginya angka pengangguran di Aceh adalah sempitnya lapangan kerja dan kurangnya keterampilan yang dimiliki oleh calon tenaga kerja maupun minimnya semangat kewirausahaan. Kecenderungan memilih-milih jenis pekerjaan juga menyebabkan tingginya angka pengangguran. Jumlah pengangguran di Aceh didominasi oleh tenaga kerja yang berpendidikan tinggi. Sedangkan masyarakat yang berpendidikan rendahnya umumnya bekerja di sektor informal seperti buruh bangunan, buruh tani dan pekerja lepas lainnya. (Serambi Indonesia, 6 November 2014)
Tingginya angka pengangguran di kalangan masyarakat berpendidikan tinggi tidak terlepas dari paradigma mereka yang bercita-cita hanya sekedar menjadi pegawai negeri. Ketersediaan kesempatan kerja di sektor ini tidak mampu menampung derasnya peningkatan jumlah angkatan kerja setiap tahun. Bahkan, beberapa waktu lalu, pemerintah telah mengumumkan akan memberlakukan moratorium penerimaan pegawai negeri selama lima tahun mendatang.  Kebijakan ini berakibat pada semakin kecilnya peluang para sarjana untuk menjadi abdi negara selama lima tahun mendatang.
Kebijakan moratorium PNS tidaklah menjadi kiamat lapangan kerja bagi para generasi muda. Masih banyak profesi di sektor lain yang mampu mendulang fulus dengan menjadi wirausahawan, bahkan melebihi penghasilan para abdi negara. Jika kita diibaratkan sedang mengetuk salah satu  dari sepuluh pintu rezeki yang tak kunjung terbuka dengan hanya menggantungkan cita-cita sekedar menjadi pegawai negeri, beralih lah untuk mengetuk sejumlah pintu rezeki lainnya melalui kegiatan kewirausahaan. Nabi telah memberi informasi kepada kita dalam sabdanya sekitar 14 abad yang lalu bahwa sembilan dari sepuluh pintu rezeki itu bersumber dari wirausaha.
Realita di atas merupakan pekerjaan rumah bagi segenap masyarakat maupun pemerintah Aceh. Jika tidak mendapat perhatian serius, kemiskinan dan pengangguran akan berdampak domino terhadap tatanan sosial kemasyarakatan seperti tingginya tingkat kriminalitas dan taraf hidup masyarakat yang rendah. Kewirausahaan merupakan satu-satunya solusi dalam menanggulangi masalah ini. Mengubah mentalitas dari pencari kerja menjadi mentalitas pencipta lapangan kerja merupakan langkah awal dalam menekan angka kemiskinan dan pengangguran yang semakin menjamur di Provinsi ujung barat Indonesia ini.
Islam Dan Kewirausahaan   
Ajaran Islam memandang bahwa  kewirausahaan  merupakan bagian integral dari ajaran agama. Banyak dalil yang menekankan pentingnya berwirausaha dalam memenuhi kebutuhan hidup. Islam juga mengajarkan umat manusia agar giat dalam menjalani aktivitas dan semangat bekerja keras untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Allah SWT, menyeru manusia untuk bertebaran di muka bumi untuk mencari karunia-Nya berupa rezeki yang Halal. Allah SWT berfirman, “Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung” (QS: Al Jumuah :10)  

Kegiatan kewirausahaan merupakan salah satu karya yang membutuhkan kreativitas dan inovasi. Kreativitas adalah kemampuan menuangkan ide dalam bentuk kegiatan bisnis yang bermanfaat dan mendatangkan kemaslahatan bagi pribadi maupun masyarakat sekitar. Sedangkan inovasi merupakan pembaharuan dalam mengelola bisnis sehingga tetap eksis dan mampu bersaing di tengah derasnya persaingan global.  Allah SWT mengapresiasikan setiap orang mukmin yang berkarya. Hal ini sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan dari ‘Ashim Ibn ‘Ubaidillah dari Salim dari ayahnya, Ia berkata bahwa Rasulullah Saw. Bersabda: “Sesungguhnya Allah menyukai orang mukmin yang berkarya.”(H. R. Al-Baihaqi).  

Nabi Muhammad SAW bersabda “Makanan yang paling baik dikonsumsi oleh seseorang adalah makanan dari hasil keringatnya sendiri, sesungguhnya Nabi Daud mengkonsumsi makanan dari hasil keringatnya sendiri (HR. Bukhari).”  Hadits tersebut menunjukkan bahwa berwirausaha merupakan perbuatan yang sangat mulia dan menjauhkan seseorang dari ketergantungan finansial kepada orang lain. Saidina Ali Bin Abi Thalib mengatakan bahwa modal terbesar dalam hidup adalah kemandirian.

    Berdasarkan dalil di atas, dapat kita pahami bahwa berwirausaha sangat dianjurkan dalam Islam.  Bahkan, jika kita tinjau kehidupan Nabi Muhammad SAW, beliau merupakan sang entrepreneur ulung yang telah mengajari kita bagaimana cara berwirausaha yang baik. Kewirausahaan memberi kesempatan kepada sang wirausahawan untuk memperoleh rezeki yang berkah dan halal selama menjalankan bisnisnya tidak melanggar dengan ketentuan Allah SWT.  Profesi ini juga jalan tol untuk menjadi meraih kemapanan financial dan keberkahan di dunia maupun di akhirat. Secara sosial, berwirausaha memberi kontribusi yang besar terhadap perekonomian seperti mengurangi angka kemiskinan maupun menekan jumlah pengangguran.
Selain menganjurkan berwirausaha, Islam juga menanamkan “mindset kaya” kepada umatnya. Umat Islam tidak boleh lemah secara ekonomi dan meminta-minta. Banyak perintah dalam agama yang secara tersirat menuntut umatnya untuk menjadi orang yang mapan secara financial, seperti perintah berzakat dan naik haji. Dua hal ini merupakan indikasi bahwa Islam menganjurkan umatnya mapan secara ekonomi, mustahil kita dapat menunaikan zakat dan naik haji apabila kita tidak mapan. Di hadits lain, Nabi Muhammad SAW juga bersabda bahwa tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah.
Saatnya Berbenah
    Perekonomian negara kita masih lesu karena minimnya jumlah wirausahawan. Untuk tumbuh menjadi negara maju dan perekonomian yang bergairah, Indonesia harus melahirkan sejumlah wirausahawan  baru.  Sebuah negara maju, harus memiliki minimal 5 persen wirausahawan dari total jumlah penduduk . Jumlah pengusaha di Indonesia masih sangat minim dan jauh di bawah angka ideal. Saat ini rasio pengusaha di Indonesia hanya sekitar 1,6 persen dari total jumlah penduduk. Padahal, idealnya sebuah negara maju harus mempunyai minimal 5 persen dari total jumlah penduduk.  (www.jpnn.com ,6 Oktober 2014)
    Tidak ada kata terlambat bagi kita untuk mengejar ketinggalan tersebut. Lembaga pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan jumlah wirausahawan. Lembaga ini perlu membekali peserta didiknya dengan kurikulum maupun bimbingan kewirausahaan di kampus dan di sekolah. Para teungku dan ustadz juga tidak kalah pentingnya dalam menggencarkan kampanye pentingnya kewirausahaan melalui mimbar khutbah maupun menggalakkan kewirausahaan di dayah.  Para generasi muda perlu ditanamkan mental kewirausahaan .Peserta didik di lembaga pendidikan jangan hanya diarahkan untuk menjadi pekerja, tapi perlu didik bermental entrepreneur yang siap berkontribusi dalam memajukan perekonomian Aceh.
    Aceh sebagai sebuah daerah yang kaya dengan berbagai sumber daya alam perlu didukung oleh “mindset kaya” para penduduknya yang diwujudkan dalam kegiatan berwirausaha. Masyarakat Aceh jangan seperti ayam yang mati kelaparan di lumbung padi, Rakyat Aceh tidak boleh menjadi rakyat yang miskin di negeri yang kaya. Kita harus dapat hidup sejahtera dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia sebagai karunia-Nya. Terlalu banyak sumber daya alam Aceh yang sangat potensial untuk dikembangkan  seperti di sektor pertanian, kelautan, perikanan dan berbagai sektor ekonomi kreatif. Potensi pada berbagai sektor tersebut sangat potensial dalam pengentasan kemiskinan dan mewujudkan masyarakat Aceh yang sejahtera menuju baldatun tayyibatun wa rabun Ghafur.

Penulis : Mirdha Fahlevi SI
Direktur Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI) HMI Cabang Banda Aceh
Email. mfahlevisi@gmail.com