Misteri 19 Tahun Tenggelamnya Kapal KMP Gurita di Sabang
foto dari aceh.tribunnews.com |
Waktu terus berlalu dan kini Waktu yang sama telah
datang kembali. Kita ketahui bersama bahwa pada hari Jumat, 19 Januari 1996,
Kapal KMP Gurita yang melayari rute pelabuhan Malahayati Aceh Besar dan
pelabuhan Balohan Sabang telah tenggelam.
Kapal KMP Gurita dikhabarkan hanya mengangkut 210
orang penumpang, ternyata hasil resmi investigasi menunjukan angka yang
berbeda. Daftar manifest hanya bohong belaka.
Data yang berhasil terhimpun menunjukan 40 Orang
penumpang berhasil diselamatkan, 54 orang penumpang ditemukan meninggal dunia
dan 284 orang lainnya hilang untuk selama-lamanya didasar laut.Hal ini juga
termasuk kedua orang tuaku Drs. M.Nasir Asisten II Walikota Sabang beserta
istri di dasar laut yang dalamnya 385-400 meter.
Uniknya hanya 40 orang penumpang yang benar-benar
selamat, sisanya 54 orang penumpang lainnya sudah menjadi mayat alias meninggal
dunia. Biasanya dalam setiap musibah pasti ada anak bayi yang selamat. Akan
tetapi dalam tragedi tenggelamnya kapal KMP Gurita, tidak satupun bayi yang
ikut kapal selamat, semuanya meninggal dunia/hilang.
Pemerintah harus membangun tugu nama-nama korban
Kapal KMP Gurita di pelabuhan Balohan Sabang dan diharapkan pada peringatan 20
tahun Kapal KMP Gurita tenggelam pada tanggal 19 Januari 2016, maka tugu
nama-nama korban Kapal KMP Gurita sudah selesai dibangun.
Pada hari Senin, 19 Januari 2015 adalah tepat
waktunya 19 tahun tenggelamnya kapal KMP Gurita di Sabang. Ini merupakan salah
satu musibah yang besar bagi rakyat sabang Aceh dan merupakan bencana nasonal
pada awal tahun 1996.
Sudah 19 tahun kedua orang tuaku hilang untuk
selama-lamanya di dasar laut yang dalam di teluk Balohan Sabang. Bila ada orang
yang bilang angka 210 orang korban Kapal KMP Gurita ternyata palsu belaka.
Tidak tanggung-tanggung hampir 400 orang penumpang
yang dibawanya, rupanya ada 378 orang penumpang yang ikut berlayar pada malam
naas tersebut. Sebanyak 284 orang penumpang hilang di dasar laut. Kedua orang
tuaku sudah dicari tidak dapat-dapat dan kuburan gaibnya ada di dasar palung
teluk Balohan.
Dalam daftar manifest penumpang hanya tercatat 210
orang penumpangnya tetapi ternyata ada banyak kejanggalan. Dari hasil
investigasi ternyata kapal KMP Gurita sudah overload. Dari 54 korban tewas,
menurut data 38 di antaranya tak tercantum di manifest. Dan dari 40 yang
selamat, 27 tak tercantum namanya tetapi ikut berlayar juga.
Saat itu kapal berangkat dari pelabuhan Malahayati
pada pukul 18:45 WIB dan diperkirakan pada pukul 20:45 WIB, kapal KMP Gurita
tiba di pelabuhan Balohan Sabang.
Takdir Allah SWT berkata lain,”KUN FAYAKUUN” maka
tenggelamlah kapal KMP Gurita pada hari Jumat, 19 Januari 1996, pukul 20:30
WIB, di tengah kegelapan malam, ombak dan angin yang kencang.
Atas takdir Allah SWT bahwa diriku masih diberi
umur panjang dan bisa bernafas kembali hingga 19 tahun lamanya hingga hari ini.
Syukur Alhamdullilah Yaa Rabbi...Engkau telah memberi kepadaku umur yang
panjang hingga detik ini.
Ternyata sepupu Bapakku, kapten kapal KMP Gurita,
Zaini Djambek tidak bisa berenang dan ikut juga tenggelam tetapi mayatnya
berhasil ditemukan, sedangkan kedua orang tuaku mayatnya hilang selamanya di
dasar laut yang dalamnya 385-400 meter.
Yaa Rabbi Ampunilah dosa kedua orang tuaku serta
penumpang lainnya. Allaahummaghfir lahuum warhamhum wa’aafihii wa’fu ‘anhum. (
Ya Allah, Ampunilah Mereka, kasihanilah Mereka, Berilah kesejahteraan kepada
Mereka dan maafkanlah kesalahan Mereka).
Suatu hari ketika mau berangkat ke Banda Aceh
setelah liburan pada bulan Agustus 1995, Saya diantar oleh Bapakku ke Balohan.
Kami berdua menuju loket untuk membeli tiket. Di dalam loket ada kapten Zaini.
Kemudian sang kapten keluar ruangan menuju ke arah
kami. “Apa khabar Sir, Siapa yang mau berangkat” ujar kapten Zaini kepada
Bapakku Nasir. “Khabar baik, ini si ADI mau berangkat ke Banda Aceh setelah
libur kuliah,” ujar Bapakku. Setelah itu kami saling salaman.
Saya sendiri heran, biasanya Bapakku dan kapten
Zaini kalau di tempat tugas tidak pernah bicara, paling-paling senyum saja.
Hari itu lain sekali, sangat ramah keduanya. Agak lama kami bertiga berbicara,
sampai setengah jam lebih. Orang-orang ASDP pada memperhatikan kami bertiga.
Kapten Zaini lalu pamit masuk lagi kedalam loket
dan Bapakku mau kembali, Saya langsung masuk ke dalam pelabuhan tidak jadi beli
tiket dan tidak diperiksa oleh petugas disuruh masuk saja. Seumur hidup rasanya
baru saat itulah Saya tidak beli tiket kapal.
Ketika kapal KMP Gurita mau berangkat, kapten Zaini
ketika melihat Saya di atas kapal
berbisik kepada anak buahnya. Kapal segera
berangkat menuju pelabuhan Malahayati.
Di tengah perjalanan ada pemeriksaan tiket kapal,
dua orang petugas sibuk memeriksa tiket penumpang. Ketika mendekati Saya, salah
seorang dari mereka saling berbisik lalu balik lagi ke tempat lain tidak jadi
menuju tempat duduk Saya.
Pada akhir tahun 1995, saat liburan kuliah Saya
dari Banda Aceh, tanggal 26 Desember 1995, mau berangkat ke Sabang. Siang hari
Saya shalat Dzuhur di mesjid pelabuhan Malahayati. Kapten Zaini shalat di sisi
kanan mesjid, saya shalat di sisi kiri mesjid.
Setelah shalat Dzuhur, kapten Zaini duduk-duduk di
luar mesjid sambil memakai sepatu. Saya keluar mesjid, kapten Zaini masih
menunggu. Kami tidak bersalaman, kapten Zaini sekilas melihat ke arah Saya lalu
berjalan menuju pelabuhan.
Kemudian Saya berjalan di belakang kapten Zaini
dengan jarak lebih kurang 30 meter. Saat itu dari mesjid ke pelabuhan tidak ada
orang yang berjalan kecuali kami berdua.Tiba-tiba kapten Zaini berhenti
jalannya, Dia balik badan menatap Saya agak lama, ada yang “ANEH” sekali.
Saya lalu menuju loket untuk membeli tikel kapal
KMP Gurita. Pada tanggal 30 Desember 1995, Saya bertemu terakhir dengan Ibu
Saya, setelah semalam dipanggil untuk berbicara 4 mata selama satu jam “kuliah
umum”.
Saat itulah Saya tinggalin Ibu Saya di Sabang dan
naik kapal KMP Gurita untuk yang terakhir kalinya.
Keluar dari teluk Balohan di ujung Sekei maka kapal
KMP Gurita digoyang ombak yang cukup besar, kapal oleng kiri kanan. Penumpang
agak sepi bisa dihitung dengan tangan. Kendaraan juga tidak banyak.
Saya khawatir kapal akan tenggelam, Saya hari itu
sempat berkata dalam hati,” Nanti kalau sampai di Banda Aceh, Saya akan telepon
Ibu Saya. Bila tidak ada keperluan jangan berangkat ke Banda Aceh, kapal KMP
Gurita bisa tenggelam.”
Akan tetapi Saya lupa menelpon ibu Saya tentang
cuaca yang ganas. Sore hari Saya pergi bersama Bapak Saya ke Lampineung, tempat
acara penataran SPADYA sejak bulan September 1995 sampai 16 Januari 1996.
Kami makan malam bertiga, Saya duduk di tengah pada
ujung meja panjang, Bapak Saya duduk di sisi kanan dan temannya duduk di sisi
kiri.
Saat makan dan selesai makan keduanya duduk hening
sekali” ANEH” Saya yang bingung mengapa sikap Mereka berdua dingin sekali. Akhirnya dua-dua orang ini serta istrinya tenggelam
bersama kapal KMP Gurita dan hilang selamanya.
Sejenak Saya melupakan kedua orang tua Saya dan
berangkat ke Lhok Seumawe untuk mengurus proposal PKL dan ujian semester.
Hari kamis, 18 Januari 1996, hanya disuruh ambil
kembali proposal di ruang pembimbing tetapi rupanya proposal tertinggal di
rumahnya. Rencana Saya mau balik ke Sabang hari itu karena Jumat, 19 Januari
1996 tidak ada ujian, Sabtu ujian, Senin libur, Selasa Libur, Rabu ujian.
Baju-baju sudah siap di dalam tas tinggal berangkat.
Rencananya, Kamis, 18 Januari 1996, malam hari jam
22:00 WIB berangkat ke Banda Aceh. Sampai pagi hari, istiharahat sejenak di Banda
Aceh. Hari Jumat siang, 19 Januari 1996, Saya langsung ke Sabang. Bila rencana
ini Saya jalankan maka…….WASSALAM…….Akan tetapi takdir ALLAH SWT berkata lain.
Rupanya pada tanggal 17-19 Januari 1996, kapal KMP
Gurita naik dok, penumpang sangat banyak karena memasuki awal puasa pada hari
senin, 22 Januari 1996.
Hari Jumat siang, 19 Januari 1996, kapal KMP Gurita
keluar dok dan menuju pelabuhan
Malahayati. Normalnya kapal KMP Gurita berangkat
jam 15:00 WIB, tetapi berangkat pada jam 18:45 WIB dan tenggelam pada jam 20:30
WIB.
Alhamdullilah Saya selamat dan diberi umur panjang
oleh ALLAH SWT hingga 18 tahun lagi sampai sekarang bisa menulis artikel ini.
Sabtu pagi, 20 Januari 1996, jam 07:00 WIB, Saya
baru mengetahui bahwa kapal KMP Gurita telah tenggelam dari teman anak sabang
yang tinggal di depan kamar Saya.
Berhubung cuaca lagi hujan dan pada jam 11:00 WIB,
ada ujian K3 maka Saya pikir nanti siang saja baru Saya telepon Ibu Saya di
Sabang menanyakan apa benar kapal KMP Gurita telah tenggelam dan siapa saja
yang ikut kapal.
Tiba-tiba pada jam 09:00 WIB, datang Om dari
Batuphat menuju asrama Politeknik Unsyiah di Buket Rata, Lhok Seumawe yang
mengatakan,”Ayo pulang ke Banda Aceh, kapal Gurita telah tenggelam, menurut
telepon dari Banda Aceh seperti itu.”
Di perjalanan menuju Batuphat baru Saya ingat bahwa
menjelang akhir penataran SPADYA, semua istri ikut ke Banda Aceh untuk ikut
acara penutupan. Jam 18:00 WIB, baru ada penjelasan bahwa kedua orang tuaku
telah ikut kapal KMP Gurita dan tenggelam.
Pasca kapal KMP Gurita Tenggelam maka orang-orang
ASDP rajin menulis semua nama penumpang secara lengkap. Alat peraga penggunaan
pelampung dipraktekkan.
Kapal penganti sementara yaitu kapal Tandeman tiba
di Sabang pada tanggal 4 Februari 1996. Dan Saya mencoba menjajal kapal
Tandeman ini pada esok harinya, 5 Februari 1996, menyebrang Sabang-Banda Aceh
dan menginap semalam di Banda Aceh.
Saat itu ada perintah Presiden untuk mengangkat
kapal KMP Gurita tetapi Menhub
mengatakan,”Ongkos angkat kapal KMP Gurita sebesar
50 Milyar, cukup untuk membeli 15 kapal sejenis kapal KMP Gurita.”
Rute kapal fery sekarang adalah pelabuhan balohan
Sabang dan pelabuhan Ulee Lheu Banda Aceh dan dilayari oleh kapal KMP BRR.
Sabang perlu 3 buah kapal sejenis kapal KMP BRR.
Jangan dikasih kapal kecil sekelas kapal KMP Papuyu
(kapal bebek, kecil dan lambat
sekali) bisa 3 jam lamanya pelayaran.Bila ombak
besar siap-siap saja dipermainkan oleh gelombang.
Apalagi saat musim liburan, hari-hari akhir pekan
Jumat, Sabtu, Minggu, Senin, banyak
sekali warga dan turis yang hilir mudik dari Sabang
ke Banda Aceh dan sebaliknya.
Sekarang kalau lagi ramai sering ada permainan
orang dalam dengan calo untuk memasukan kendaraan mobil dan kendaraan roda dua
tetapi tidak tercatat di manifest. Peragaan alat keselamatan juga sudah
dilupakan.
Aturan keselamatan pelayaran harus tetap
diperhatikan. Masih adanya calo-calo tiket yang berkeliaran di pelabuhan baik
di pelabuhan balohan Sabang maupun di pelabuhan Ulee Lheu Banda Aceh. Ini harus
ditertibkan karena banyak penumpang yang tidak masuk dalam daftar manifest.
Bila sudah terjadi musibah baru semua orang pada ribut.
Untuk mengenang tragedi 19 tahun korban Kapal KMP
Gurita maka Saya menjalani "Program Tidak Makan Nasi Selama Satu
Tahun" terhitung tanggal 19 Januari 2015,dini hari jam 00:00 WIB, hingga
tanggal 19 Januari 2016, jam 23:59 WIB.
Seperti biasanya setiap tanggal 19 Januari maka
diriku selalu berdoa dan berzikir untuk
kedua orang tuaku dan untuk semua korban kapal
kapal KMP Gurita di Sabang.Bagi semua korban kapal KMP Gurita, marilah kita
berdoa semoga arwah dan amal ibadahnya diterima oleh ALLAH
SWT…Alfatihah…7X…Amin…
RACHMAD YULIADI NASIR
Kepala/Head
PUSPIATUR
Pusat Sejarah Peradaban Islam Aceh Turki
Historical Center Of Islamic Civilization Aceh
Turkey
JL.Teuku Umar Lr BTN No.4
Seutui Baiturrahman
Banda Aceh 23243
puspiatur@gmail.com