Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tradisi Yang Hilang dari Masyarakat Gayo



Drs. Jamhuri, MA
 (Anggota Pemangku Adat pada MAA Provinsi Aceh) 

Perkembangan zaman dari masa agraris menuju masyarakat moderen diantaranya berakibat pada hilangnya media transpormasi ilmu dari generasi tua kepada generasi muda dalam masyarakat Gayo, media yang hilang tersebut adalah fungsi Mersah (meunasah : Aceh) pada bukan ramadhan dimana pada saat ini orang tua (kakek-kakek) berkekeberen (bercerita) kepada anak muda dan anak-anak tentang sejarah, adat, agama, kematian dan lain-lain. Juga hilangnya media pengajian tradisional yaitu belajar mengaji di rumah tengku (guru mengaji) yang biasa digunakan untuk transpormasi ilmu agama dan kekeberen (cerita) kepada murid mengaji.

Penyebab dari hilangnya media transpormasi tradisional ini adalah karena modernisasi teknologi, seperti adanya televisi yang membuat masyarakat banyak menghabiskan waktu di depan TV menonton siaran yang ditayangkan. 

Mereka yang menghabiskan waktu bukan hanya anak-anak dan para remaja tetapi juga para orang tua, kita harus mengakui kebenaran bahwa apabila a kita tidak mengikuti kemajuan zaman (temasuk teknologi) maka kita akan tergilas oleh zaman itu sendiri, karena sebenarnya teknologi juga sangat banyak memberi informasi bagi kehidupan masyarakat. 

Ditambah lagi dengan kemajuan teknologi komunikasi dimana sekarang tidak ada seorangpun yang tidak memiliki HP {telpon seluler) dan orang yang tidak memilikinya diangap sebagai orang yang tidak mampu memanfaatkan teknologi (gaptek).

Akibat dari hilangnya media transpormasi tradisional tersebut maka para orang tua (kakek-kakek) tidak lagi punya tempat untuk bercerita dengan anak-anak dan remaja, guru mengaji yang pada mulanya diajarkan oleh orang yang sepuh (tengku yang disegani) di rumahnya pada malam hari berpindah kepada pengajaran anak muda di mersah pada siang hari. 

Guru mengaji pada masa trasdional menggunakan metode membaca al-Qur’an dan Kitab Jawi yang ditambah dengan metode lisan (cerita atau kekeberan) secara berimbang, sedangkan mereka yang mengajar pada zaman modern lebih menggunakan kemampuan membaca dan sedikit sekali menggunakan metedo bercerita bahkan mereka tidak menggunakan metode bercerita sedikitpun.

Permasalahan yang mendasar tentang pentingnya lembaga Mersah adalah karena dalam adat Gayo yang bisa mentransper ilmu secara lisan dan tanpa batas hanya kakek atau orang yang dipanggil dengan panggilan kakek dan satu lagi adalah tengku yang mengajar mengaji. 

Sedang orang tua (ama atau bapak) tabu bercerita dengan anak, biasanya orang tua hanya menggunakan kata-kata perintah atau larangan sedangkan tranpormasi nilai diberikan melalui ketauladanan. Dan pola ini tidak berubah (terlebih bagi masyarakat yang hidup di kampung) sampai saat ketika masyarakat sudah hidup di zaman modern seperti sekarang ini. Akibatnya anak-anak tidak lagi mendapat ilmu dari kakek, guru ngaji dan orang tua, kecuali ilmu secara formal, terstruktur di sekolah.

Ada sistem transpormasi ilmu yang terbawa ke zaman modern ini dan tidak memberi keuntungan dalam masyarakat Gayo secara umum yaitu mereka yang dipanggil dengan panggilan bapak baik karena kekerabatan atau karena usia atau karena strata pendidikan menganggap orang yang di bawahnya sebagai anak yang harus diperintah dan dilarang dan tidak banyak mendapat ilmu selain secara formal.

Kendati sistem ini tidak berlaku untuk sebagian orang namun secara budaya pengaruhnya sangat terasa, karena itu masyarakat harus membuat pengganti lembaga Mersah dengan metode pembelajaran lisan melalui rcerita dan pengajian yang diajar oleh tengku yang mempunyai charisma (paham agama, paham adat serta dihormati). 

Untuk menggantikan ini secara kelembagaan sangat sulit karena tidak mungkin lagi membawa masyarakat kepada zaman tradisional yang sudah mereka dilewati tetapi lembaga yang mempunyai fungsi untuk mendapatkan ilmu melalui transpormasi secara lisan harus ada. Lembaga yang dimaksudkan mungkin bisa menjadi masukan adalah adanya jam belajar masyarakat, yaitu pada jam-jam yang disepakati tidak boleh menyalakan TV dan pada jam-jam ini juga dibuat pengajian untuk anak-anak dan remaja yang diajar oleh tengku disamping paham agama dan juga paham adat dan budaya.

Sumber: http://maa.acehprov.go.id/?p=407