Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rumah Sakit Bantuan Rakyat Aceh Berdiri Megah di Gaza

JAKARTA – Rumah sakit sumbangan rakyat Aceh dan rakyat Indonesia lainnya telah rampung dibangun di Jalur Gaza, Palestina. Pembangunan rumah sakit terbesar di Gaza itu dikoordinasikan oleh Medical Emergency Rescue Commite (Mer-C) Indonesia.
Rumah sakit tersebut dilengkapi peratalatan canggih dan moderen. Dua ruangan pada rumah sakit itu diberi nama tokoh asal Aceh, yaitu Tgk Cik Ditiro untuk ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Cut Nyak Dhien untuk ruangan laboratorium.
Penabalan nama pahlawan tersebut sebagai ungkapan terimakasih atas partisipasi rakyat Aceh menyumbangkan dana sebesar Rp 6,3 miliar lebih yang dihimpun melalui Serambi Indonesia dan Pemerintah Aceh. Dana tersebut diserahkan kepada Mer-C, oleh GubernurAceh Zaini Abdullah dan Pemimpin Umum Serambi di Indonesia, H Sjamsul Kahar.
“Kami mengundang Gubernur Aceh hadir dalam peresmian rumah sakit tersebut. Insya Allah akan diresmikan Presiden Joko Widodo atas nama rakyat Indonesia,” kata Dr Joserizal Jurnalis, Presedium Mer-C Indonesia, menjawab Serambi di Jakarta, Jumat (19/6).
Ia memuji sikap egaliter masyarakat Aceh yang secara sepontan menggalang bantuan hingga terkumpul Rp 6 miliar lebih untuk mmbantu Palestina yang dibombardir Israel. “Aceh adalah satu-satunya daerah di Indonesia yang melakukan penggalangan dana masyarakat melalui pemerintah daerah,” kata Joserizal.
“Dulu Aceh menyumbang dua pesawat untuk Indonesia, sekarang untuk Palestina,” sambungnya.
Joserizal mengharapkan peresmian rumah sakit tersebut bisa dilakukan pada bulan Ramadhan ini. “Kami sudah komunikasikan kepada Presiden. Prinsipnya, kapan pun waktunya, kami siap. Kalau bisa ya Ramadhan ini,” ujar dokter spesialis bedah tulang ini.
Kedekatan Dr Joserizal Jurnalis dengan Aceh sudah terjalin sejak lama. Bukan hanya terbatas pada saat pengumpulan bantuan untuk kepentingan pembangunan rumah sakit Indonesia di Gaza Palestina ini saja. “Saya adalah dokter yang pernah merawat istri almarhum Ishak Daud,” katanya.
Ishak Daud merupakan tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang kharismatik. Ia meninggal dunia di Aceh Timur saat konflik Aceh.
Joserizal mengenang, ketika itu dia ditelpon Ishak Daud untuk merawat istrinya yang sakit. Sebagai dokter dia menyanggupi permintaan itu. Awalnya istri Ishak Daud dirawat di Medan, tapi karena belum pulih, perawatan dilanjutkan di Jakarta. “Saya rawat di rumah saya sendiri di Jakarta,” katanya.
“Dengan kawan-kawan Aceh saya sudah lama kontak. Saya dulu lebih banyak membantu di Aceh Timur,” katanya. Saat ditanya apakah dirinya sempat berkenalan dengan Panglima GAM Muzakir Manaf yang sekarang Wakil Gubernur Aceh, Joserizal mengatakan belum sempat, dan ia ingin sekali bertemu Muzakir Manaf.
“Kalau dengan gubernur sudah ketemu, dengan wagub belum,” ujarnya. Ia mengharapkan saat peresmian Rumah Sakit Indonesia di Gaza, pemimpin Aceh hadir dan ikut serta.
Rumah Sakit Indonesia di Gaza dibangun di atas tanah seluas 16 hektare. Pembangunan rumah sakit tersebut menghabiskan waktu 3,5 tahun dan pada 15 Juni lalu sudah diserahterimakan kepada Pemerintah Palestina. Rumah sakit tersebut berada di Bayt Lahiya, Gaza Utara, lebih kurang 2,5 Km dari perbatasan Israel. Saat ini rumah sakit itu sudah bisa dioperasikan.
Pembangunan rumah sakit tersebut menghabiskan dana Rp 120 miliar, berasal dari sumbangan rakyat Indonesia, mulai dari Sabang sampai Merauke.
Ketua Presedium Mer-C, Dr Henry Hidayatullah mengatakan, sangat tidak mudah mewujudkan pembangunan rumah sakit di Gaza yang tak pernah aman dari ancaman Israel. “Selain karena relawan Mer-C sulit masuk ke Gaza, juga membutuhkan dana sangat besar. Tapi Alhamdulillah, semua kendala itu berhasil diatasi. Berkat dukungan dan doa seluruh rakyat Indonesia yang ikhlas membantu moril dan materil,” katanya.
Gagasan mendirikan rumah sakit di Gaza bermula ketika serangan agresor Israel ke Jalur Gaza pada Desember 2008. Relawan Mer-C berhasil masuk ke Gaza memberi bantuan medis. “Kenyataan di lapangan sangat memprihatinkan. Rumah sakit hanya satu di Gaza dan fasilitanya terbatas. Korban perang banyak yang tak bisa ditangani dengan baik. Ini yang mendorong ide pembangunan rumah sakit di sana,” lanjut Henry Hidayatullah.
Tim Mer-C kemudian mengkoordinasikan pembangunan rumah sakit tersebut, mulai dari pencarian lahan, disain bangunan, sampai kepada pembangunan hingga rampung sekarang ini,” ujarnya. Dipilihnya nama Indonesia, sebagai nama rumah sakit, tambah Henry, adalah perlambang cinta rakyat Indonesia kepada rakyat Palestina.

sumber: Serambi Indonesia