Terkait Ucapan Selamat Natal, Dosen UIN Ar-Raniy: Toleransi Beragama Jangan Merusak Aqidah
Dr Abizal M. Yati |
Suara Darussalam, Meskipun Islam
mengedepankan sikap toleransi, namun toleransi dalam Islam memiliki batasannya
yaitu aqidah, yang merupakan hal sangat prinsipil bagi muslim sejati yang harus
dipertahankan, karena aqidah adalah harga mati, yang tidak boleh tawar menawar.
Namun, saat ini sebagian
muslim dengan mudah mengucapkan selamat kepada umat agama lain yang sedang
melaksanakan hari raya mereka, mengucapkan dengan sukarela atasnama toleransi
tanpa ada yang memaksa atau mengancam nyawanya.
"Sepakat para ulama bahwa
mengucapkan selamat hari raya kepada umat agama lain seperti selamat Natal
adalah haram," ujar Ustaz Dr. Abizal Muhammad Yati Lc, MA, Dosen
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry yang juga Ketua Bidang Pendidikan Dewan Dakwah Islamiyah Aceh,
saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI), di
Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Rabu (20/12) malam.
Turut hadir pada pengajian tersebut,
Prof. Janet Steele, Guru Besar Bidang Jurnalisme George Washington University,
Amerika Serikat.
Menurut Ustaz Abizal yang juga Wakil Ketua Ikatan
Alumni Timur Tengah (IKAT) Aceh ini, betapa banyak umat Islam saat ini yang
ikut-ikutan merayakan hari besar agama lain, harus diingat hal tersebut sangat
bertetangan dengan penegasan Allah SWT dalam Alquran Surat Al-Kafirun, karena
dapat merusak aqidahnya.
Sikap toleransi umat Islam terbaik adalah dengan
menghargai mereka merayakan hari kebesaran mereka dengan tidak mengganggu
kenyamanan mereka, dan tidak pula menghalangi mereka merayakannya. Hal ini sudah
dipertegas oleh Allah, "Dan orang-orang yang tidak memberikan menghadiri
az- zuur (perbuatan yang merusak akidah seperti menyembah berhala), dan apabila
mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang
tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS.
Al Furqan: 72).
Umar bin Khatab berkata, "Janganlah kalian masuk
pada non muslim di gereja-gereja mereka saat perayaan mereka. Karena saat itu
sedang turun murka Allah. Ibnu Qayyim berkata: Jauhilah musuh-musuh Allah di
hari perayaan mereka.
Dijelaskannya, Allah SWT tidak
melarang muslim untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Hal ini sebagaimana
disebutkan dalam Alquran Surat Al-Mumtahanah ayat 8.
Ayat ini sebagai gambaran, Islam
adalah agama yang sangat menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama, tidak
dilarang untuk berbuat baik dalam perkara-perkara keduniaan dan
kemanusiaan. Perbedaan aqidah tidak menghalangi kaum muslimin saling
berbuat baik, tolong, menolong, dan hormat menghormati.
Sikap toleransi Islam ditunjukkan
dalam beberapa hal. Pertama: tidak ada
paksaan memeluk agama Islam. Allah berfirman : Tidak ada paksaan dalam Agama
(QS. Al-Baqarah: 256). Rasulullah SAW telah menunjukkan hal ini ketika beliau
berhasil menguasai Mekkah, beliau membiarkan kaum kafir Quraisy hidup dan tidak
memaksa mereka untuk memeluk Islam, beliau berkata “kalian semua bebas”.
Kedua, membiarkan umat lain
menjalankan ibadahnya. Ketika kaum muslimin berhasil menguasai daerah Syam,
kaum muslimin membiarkan rumah-rumah ibadah agama lain tetap berdiri dan tidak
boleh dirobohkan.
Ketiga, Islam membolehkan menjalin
silaturahim dengan keluarga yang berbeda keyakinan. Asma binti Abu Bakar
bertanya kepada Rasulullah, wahai Rasulullah ibuku berbeda keyakinan denganku,
apakah boleh aku menyambung silaturahim dengannya? Rasulullah menjawab, “Iya
boleh”, sambunglah silaturrahim dengan ibumu (HR. Ahmad).
Keempat, Islam membolehkan tolong
menolong dan saling peduli dengan sesama. Mungkin kita punya tetangga yang
berbeda keyakinan, maka sikap selaku muslim tetap harus berbuat baik kepada
mereka. Ketika Rasulullah tiba di Madinah beliau hidup berdampingan dengan
orang-orang Yahudi, sebagian Yahudi tersebut menyakiti beliau namun beliau
tetap menunjukkan sikap yang baik, salah satu sikap baik beliau mengunjungi
orang yang sakit diantara mereka.
Kelima, dibolehkan untuk saling
memberi hadiah. Umar bin Khattab pernah menghadiahkan pakaian kepada saudara
non Muslimnya di Mekkah.
Pada awal Islam, Yasir dan istrinya
Sumayyah memilih mempertahankan aqidah daripada mempertahankan nyawa ketika
kafir Quraisy memaksa mereka mengucapkan satu kata “nama tuhan musyrikin” hanya
satu kata saja, ya hanya satu kata saja namun keduanya enggan mengucapkanyya,
lalu keduanya disiksa sampai akhirnya meninggal dunia.
Ammar anak beliau terpaksa
mengucapkan satu kata tersebut, namun hatinya tetap beriman kepada Allah,
Rasulullah memaafkan, disebabkan kerena ia dipaksa dengan ancaman bunuh, bukan
memaksakan diri mengucapkannya karena perasaan tidak enak dan sebagainya.
Hal ini sesuai firman Allah, "Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah
dia beriman (Dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir
padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (Dia tidak berdosa), akan tetapi
orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya
dan baginya azab yang besar. (QS. An-Nahal: 106).
Lihat bagaimana prinsip toleransi Rasulullah dalam aqidah ketika ditawarkan oleh kafir Quraisy untuk tukar menukar dalam melaksanakan ibadah,
Lihat bagaimana prinsip toleransi Rasulullah dalam aqidah ketika ditawarkan oleh kafir Quraisy untuk tukar menukar dalam melaksanakan ibadah,
"Wahai Muhammad, bagaimana kalau kami beribadah kepada Tuhanmu dan
kalian (muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam
segala permasalahan agama kita. Apabila ada sebagaian dari ajaran agamamu yang
lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, kami akan amalkan hal itu.
Sebaliknya, apabila ada dari ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu,
engkau juga harus mengamalkannya”.
Allah memberikan jawaban dengan
menurunkan Surat Al-Kafirun ayat: 1-6: Katakanlah (wahai Muhammad kepada
orang-orang kafir), “Hai orang-orang yang
kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah
Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang
kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku
sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 1-6).
"Semoga kita dapat memahami makna
toleransi dengan benar dengan mengedepankan aqidah sebagai prinsip yang harus
dipertahankan demi terciptanya kerukunan antar umat beragama," tegas Ustaz
Abizal M. Yati yang juga Staf Pengajar Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Ar-Raniry. [rel]
Posting Komentar untuk "Terkait Ucapan Selamat Natal, Dosen UIN Ar-Raniy: Toleransi Beragama Jangan Merusak Aqidah"