Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memahami Kebenaran di Balik Penampakan Zahir yang Menyesatkan


 

By Tgk. H. Muhammad Iqbal Jalil

Dalam kitab Syarah Ummul Barahin Imam Sanusi menyebutkan bahwa orang-orang Ahlussunnah tidak terfitnah dengan sunnatullah atau adat kebiasaan yang Allah berlakukan di dunia ini. Mereka memahami bahwa adat itu hanyalah kebiasaan semata.

Adapun yang menentukan segalanya adalah Allah, baik lewat sebab maupun tanpa sebab. Pemahaman tentang hakikat sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya pada nafs al-amr merupakan hakikat mukasyafah yang merupakan anugerah istimewa dari Allah kepada hamba yang dipilihnya.

Saat melihat sunnatullah seperti adanya rasa kenyang saat makan, lega dari haus bersamaan minum air, terang saat ada cahaya, dan semisalnya, maka orang-orang jahil menyangka bahwa makanan lah yang menjadi sebab yang menentukan adanya rasa kenyang, air yang menghilangkan dahaga, demikian juga yang lainnya.

Orang jahil terfitnah dan tertipu dengan apa yang biasa terlihat di depan matanya. Mereka tidak memahami bahwa kebenaran justru berada di balik apa yang terlihat dan biasa mereka saksikan.

Mereka tidak mengingat bahwa adanya api tidak selalu membakar sebagaimana yang dialami oleh Nabi Ibrahim alaihissalam. Air yang banyak tidak tentu menghilangkan dahaga, seperti seorang penusuk bayi yang kehausan dalam kisah karbala yang meninggal setelah meminum air dalam jumlah yang sangat banyak namun diazab oleh Allah sehingga sama sekali tidak hilang dahaganya.

Sebab-sebab adat dalam pandangan ahlussunnah waljamaah sama sekali tidak menjadi penentu (muatstsir) terhadap adanya musabbab. Kenyang bukan karena makan. Allah yang memberikan rasa kenyang yang kebiasaannya bersamaan dengan makan, namun bisa saja tanpa melalui makan.

Allah yang menyembuhkan yang secara adat (kebiasaan)/sunnatullah terjadi bersamaan (muqaranah) dengan minum obat. Jadi bukan berarti karena kebiasaannya Allah memberikan kesembuhan bersamaan dengan minum obat, lalu kita menyangka obat yang menyembuhkan.

Sebagai perbandingan, Guru kami Waled Tarmizi Al Yusufi dalam menguraikan syarah Ummul Barahin dengan dipadukan Hasyiah Ad-Dusuki dalam pengajian tadi sore membuat perumpaan seperti apa yang kita lihat saat adanya demonstrasi.

Misalnya ada seorang Bupati didemo oleh seratusan petani. Apakah itu pertanda para petani itu marah kepada Bupati? Hana troh heut bak Bupati? Kalau iya, kenapa baru hari itu mereka berkumpul.

Padahal kebijakan Bupati di bulan sebelumnya dan di tahun sebelumnya juga sama, tidak menguntungkan petani misalnya. Dan kenapa mereka bisa kompak marah di hari sama, berangkat dan berkumpul untuk menyuarakan aspirasi di saat dan tempat yang sama.

Orang yang sudah berpengalaman dalam politik akan paham hakikat yang sebenarnya. Bahwa dalam kasus ini yang tidak tertampung aspirasinya bukan pendemo, tapi penggerak demo.

Jadi yang hana troh heut kon yang na sinan yang tengoh demo, tapi yang berada di belakang sebagai penggerak demo. Orang yang sudah pengalaman dalam politik akan memahami hakikat yang sebenarnya, apalagi dulu pengalamannya sebagai mantan penggerak demo, maka pasti tidak akan mudah percaya dengan apa yang terlihat di depan matanya.

Demikianlah dengan melihat hubungan sebab akibat atau yang sering diistilahkan dengan hukum kausalitas, orang-orang Ahlussunnah Waljamaah akan memandang itu hanya persamaan waktu saja (muqaranah) yang sama sekali bukan bermakna akibat itu dijadikan oleh sebab. Allah lah yang menjadikan segala sesuatu, termasuk musabbab. Hanya saja adanya hukum 'adi (kebiasaan) merupakan sunnatullah untuk memudahkan kita, umat manusia.

Posting Komentar untuk "Memahami Kebenaran di Balik Penampakan Zahir yang Menyesatkan"