Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ngaji Politik: Filosofi Belut

FILOSOFI ILEH (BELUT)
#Ngaji_Politik 

Oleh Tgk. H. Muhammad Iqbal Jalil 

Dalam pengajian syarah Ummul Barahin tadi sore, Guru kami Waled Tarmizi Al Yusufi menguraikan kalam Imam Sanusi agar kita jangan sampai tertipu dengan apa yang terlihat secara zahir. 

Walau biasanya adanya kenyang saat makan, bukan bermakna makanan yang menjadikan kita kenyang, tetapi sesungguhnya semua itu Allah yang menjadikannya. 

Allah memberikan kita kenyang kebetulan bersamaan dengan kita makan. Allah memberikan kesembuhan biasanya bersamaan dengan kita minum obat. Intinya kita jangan tertipu dengan yang tampak secara zahir.

Ngomong-ngomong tentang tidak selayaknya tertipu dengan zahir, Waled mengumpamakan seperti demonstrasi. 

Walau secara zahir yang tidak tersampaikan tujuannya para pendemo, tapi pada hakikatnya yang tujuannya tidak kesampaian adalah para penggerak demo. Hanya saja karena mereka sudah terbiasa dan lama jam terbangnya dalam politik, mereka tidak akan tampil di depan dalam hal-hal seperti ini.

Sama halnya seperti ileh (sejenis belut). Ileh yang sudah pandai dan berpengalaman akan berkata dalam jiwanya; "kon buet ta jak peu likak-likak iku lam ie, abeh i plueng Ungkot." 

Ileh (belut) yang sudah kaya pengalamannya tau benar kalau terlalu tampil berputar-putar mencari ikan, ikannya malah tidak didapat. 

Maka ileh ini mencari lubang, lalu ia bersembunyi dengan hanya mengarahkan mulutnya saja keluar. Saat ada ikan lewat di depannya, dengan cepat ikan itu akan dimakannya dimana ikan lain pun tidak menyadarinya.

Nah, orang-orang yang sudah berpengalaman dalam politik biasanya lebih banyak diam dan bersantai. Cara kerjanya soft. Adapun yang sering tampil di media, update status tiada henti, sampai harus saling begaduh karena urusan politik, biasanya itu hanya politisi abal-abal yang jam terbangnya masih rendah. 

Politisi ulung tak ubahnya laksana ileh yang mencari lubang persembunyian sebagai titik aman untuk kemudian muncul dan keluar di waktu dan momen yang tepat.

Jadi jangan sampai merusak persaudaraan karena urusan politik, apalagi bawa-bawa nama jihad, perang badar, partai Allah dan partai Syaithan dalam membela junjungannya. 

Karena yang dibela belum tentu selamanya akan setia kepada pembelanya. Ingat, dalam politik tidak ada istilah teman sejati, yang ada hanya kepentingan.

Wallahu A'lam!

Posting Komentar untuk "Ngaji Politik: Filosofi Belut"