Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Profil Dayah Babussalam Matangkuli


Suara Darussalam |

Menurut dokumen resmi, Dayah Babussalam Matangkuli Aceh Utara didirikan pada tahun 1971 dan diresmikan secara sederhana oleh Muspika Matangkuli. Nama “Babussalam” untuk dayah ini diberikan langsung oleh Almarhum Abu Keumala, seorang ulama kharismatik Aceh.

 Pada awalnya Dayah Babussalam dipimpin oleh Tgk. H. Hanafi yang lebih dikenal dengan panggilan Abu Matang Keh. Dan Tgk. H. Hanafi ini merupakan Ayahanda dari Waled H. Sirajuddin, pimpinan Dayah Babussalam saat ini.

Dalam catatan dokumen resmi Dayah Babussalam, dijelaskan bahwa Tgk H. Hanafi dilahirkan di Matang Keh dengan dua bersaudara dengan orang tua laki-laki yang bernama Tgk Syubramah.

Setelah berumur 15 tahun, menurut catatan dari dokumen yang sama, Tgk. H. Hanafi dalam hidupnya pernah menimba ilmu pendidikan Agama Islam di berbagai dayah ternama di Aceh.

Terakhir kali beliau belajar Ilmu Agama Islam yaitu di dayah yang sudah banyak melahirkan ulama-ulama besar Aceh yaitu Dayah Darussalam yang dipimpinan Abuya Tgk. H. Muhammad Walli di Labuhan Haji Aceh Selatan.

 Di Dayah inilah beliau banyak menimba ilmu agama Islam seperti Fiqh, Tafsir, Ushul Fiqh dan berbagai Ilmu yang lain dalam mazhab Imam Syafi’i. Setelah sekian lama menimba ilmu di Dayah Darussalam Labuhan Haji, Tgk. H. Hanafi kemudian kembali ke kampung halaman dengan membawa Guru/Ustazd untuk memajukan Dayah Babussalam dan mengatasi kekurangan guru.

Pada awal didirikan, status Dayah Babussalam masih berupa Balai Pengajian yang dihuni oleh santri setempat dan diasuh oleh seorang wakil pimpinan yaitu Tgk. Meukek serta dibantu oleh beberapa Tgk Rangkang.

Selanjutnya, Dayah Babussalam juga sempat diasuh oleh Tgk. Yahya atau dikenal dengan panggilan Tgk. Idi. Hari demi hari jumlah santri yang mondok semakin bertambah walaupun hanya santri dari daerah sekitar.

Setelah periode Tgk Yahya, kepengurusan Balai Pengajian yang menjadi cikal bakal Dayah Babussalam ini kemudian diserahkan kepada paman dari Waled H. Sirajuddin, yaitu Tgk. H. Muhammad Yusuf. Dan semenjak di periode beliau saat itu mulai datang ada santri untuk mondok (Meudagang ) walaupun dalam jumlah yang masih sedikit.

Akhirnya, pada pertengahan bulan Juli tahun 1992, kepengurusan Dayah Babussalam ini diserahkan kepemimpinnya kepada Waled H. Sirajuddin yang merupakan anak kandung dari pendiri pertama, yaitu Tgk. H. Hanafi. Pada awalnya, untuk menjalankan roda organisasi dayah agar proses belajar mengajar dapat berlangsung, Waled H. Sirajuddin dibantu oleh kurang 15 orang guru yang didatangkan dari Dayah Abu Tanoh Mirah Peusangan Bireuen.

Selain itu, bersama dengan 15 guru ini juga ikut serta sebanyak 45 orang santri pindahan dari Dayah Tanoh Mirah yang merupakan tempat Waled H. Sirajuddin menimba ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Di masa kepemimpinan Waled H. Sirajuddin inilah Dayah Babussalam juga terdaftar di badan hukum.

Badan hukum (akte notaris) ini diurus pada tahun 1999. Dan Dan sejak tahun 2016 juga sudah dibuat Yayasan dengan nama Yayasan Pendidikan Islam Dayah Babussalam. Adapun status seluruh lokasi Dayah Babussalam menurut dokumen yang diperoleh adalah berstatus waqaf.

Menurut catatan dokumen Dayah Babussalam, seiring waktu, dengan izin Allah dayah yang dipimpin oleh Waled H. Sirajuddin ini mulai didatangi oleh santri dari berbagai daerah di Aceh dan luar Aceh. Para santri dari luar Aceh datang dari provinsi-provinsi di Sumatera seperti Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat.

Bahkan juga ada santri dari negara tetangga, Malaysia. Disebabkan keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki Dayah Babussalam, pada awalnya santri yang ditampung di Dayah Babussalam hanya yang laki-laki saja. Sedangkan santriwati tetap diasuh oleh Tgk. H. Muhammad Yusuf di tempat yang baru, yaitu Dayah Babussalam Putri yang terletak di Gampong Teupin Keubeue yang juga berlokasi di Kecamatan Matangkuli.

Seiring dengan perkembangan zaman, dalam dokumen resmi Dayah Babussalam ini dijelaskan bahwa Dayah Babussalam yang dipimpin oleh Waled H. Sirajuddin ini terjadi perkembangan dan kemajuan dalam segala bidang. Baik sarana dan prasarana maupun jumlah santri yang terus bertambah. Semua kemajuan ini menurut Waled H. Sirajuddin berdasarkan catatan resmi dokumen Dayah Babussalam adalah berkat bantuan masyarakat serta pemerintah daerah. Baik sarana maupun prasarana mengalami kemajuan pesat dibandingkan dengan periode awal dibangun. Bahkan termasuk penambahan lokasi dayah walaupun dengan luas yang masih sangat terbatas.

Tgk. H. Sirajuddin Hanafi

Setelah mengalami perluasan wilayah ini, maka semenjak tahun ajaran 2005-2006, Dayah Babussalam mulai menerima santriwati yang mondok. Hingga tahun 2019 ini, santri yang mondok di Dayah Babussalam sudah mencapai 1310 santri, baik santriwan maupun santriwati. ditambah dengan beberapa orang santriwati setempat.

Secara geografis, menurut dokumen Dayah Babussalam, dayah ini berdiri di kawasan yang cukup strategis di Gampong Blang Kecamatan Matangkuli Kabupaten Aceh Utara. Sebelah selatan berbatasan dengan kota kabupaten Aceh Utara, yaitu Lhoksukon. Kira-kira lebih kurang 6 KM dari jalan negara. Lokasi Dayah Babussalam juga terletak di jantung kota Kecamatan Matangkuli.

Sementara kondisi keberagamaan di sekitar Dayah Babussalam sebagaimana di sekitar Dayah-dayah di tempat lain, senantiasa semarak oleh kegiatan yang di selenggarakan baik berkaitan dengan proses belajar mengajar seperti TPA, TPQ, Rumah Pengajian dan balai pengajian di bawah asuhan Dayah Babussalam di sekitar Kecamatan Matangkuli dan juga majelis Taklim.

Namun, dalam bidang pengembangan ekonomi, Dayah Babussalam tidak terlaku berkembang. Artinya sejauh ini belum ada badan-badan usaha milik dayah yang dapat digunakan untuk pengembangan ekonomi dayah.

Menurut dokumen Dayah Babussalam, model pengembangan ekonomi dayah sejauh ini hanyalah koperasi. Dan itupun belum sepenuhnya maksimal sehingga belum mampu munyuplai kebutuhan pendanaan sebagaimana diharapkan. Sedangkan dalam bidang lain seperti peternakan, pertanian dan lainnya tidak bisa di terapkan karna bebagai faktor.

Dayah Babussalam menyelenggarakan proses belajar mengajar kitab kuning secara ketat dan totalitas secara tradisional (Salafiyah). Bisa disimpulkan bahwa 24 jam waktu santri di Dayah Babussalam digunakan untuk mengkaji kitab kuning sebagai literatur klasik warisan para ulama terdahulu. Semua waktu para santri digunakan untuk mengkaji kitab-kitab kuning sebagai referensi utama pembelajaran. Seluruh mata pelajaran yang tercantum dalam kurikulum adalah kitab-kitab kuning dalam berbagai jenis keilmuan, mulai dari tauhid, fiqh, akhlak/tasawuf, maupun ilmu-ilmu alat seperti Nahwu, Sharaf, Bayan, Ushul Fiqh dan sebagainya.

Belajar mengajar kitab kuning di Dayah Babussalam dibimbing oleh guru dayah yang dipercayai oleh pimpinan dayah. Dan hasilnya, dari tahun ke tahun, santri yang belajar di Dayah Babussalam juga terus meningkat. Ini menandakan bahwa para santri dapat mengikuti sistem belajar yang diterapkan di Dayah Babussalam.

Sejak awal eksis sebagai dayah dan hingga bertahun-tahun lamanya, proses pembelajaran di Dayah Babussalam dimulai dari seusai Shalat Shubuh berjama’ah sampai pagi jam 9.00 WIB. Setelah waktu ini, para santri turun memasak nasi dan kemudian kembali belajar mengulang pelajaran secara mandiri dan kemudian istirahat sampai jelang adzan dhuhur.

Tapi sejak setahun terakhir, menurut keterangan ketua umum Dayah Babussalam, Tgk Saryulis, proses belajar mengajar di pagi hari ini diubah jadwalnya. Kalau tadinya dimulai setelah shalat shubuh dan berakhir hingga jam 09.00, maka kini proses belajar mengajarnya berlangsung hingga jam 11.30 jelang siang. Akan tetapi, sekitar jam 07.00 Wib setelah shubuh kepada para santri pada pagi hari diberikan izin untuk memasak dan mulai masuk kelas jam 08.00 Wib. Namun, setelah shalat shubuh tetap juga diwajikan belajar dulu memanfaatkan keberkahan pagi hari hingga jam 07.00 Wib. 

Selanjutnya, proses belajar mengajar kembali dimulai pada Jam 14.00 WIB sampai adzan ashar. Setelah ashar para santri melakukan aktivitas masing-masing seperti memasak, mengajar privat di rumah-rumah warga sekitar dan juga mengajar di Taman Pengajian Al-Qur’an (TPA). 

Jelang maghrib para santri sudah diarahkan untuk berkumpul di mushala untuk membaca Al-Qur’an, utamanya yaitu Surat Yāsīn secara berjama’ah. setelah maghrib proses belajar mengajar kembali berlangsung hingga sampai 21.00 Wib. Pada jam ini para santri turun untuk shalat Isya berjama’ah. setelah shalat Isya berjama’ah, proses belajar mengajar kitab kuning kembali dilangsungkan hingga jam 23.00 WIB.

Tapi jadwal belajar ini ini belum berakhir. Karena setelah keluar ruang kelas jam 23.00 dan beristirahat sejenak, para santri kembali belajar secara mandiri mengulang-ulang pelajaran kitab kuning. Menurut keterangan Tgk Dailami, terkadang ada yang belajar secara mandiri sampai larut malam. Sebelum adzan shubuh berkumandang, para santri sudah dibangunkan oleh para petugas piket yang disebut dengan Ḥarīṣ, atau penjaga. 

Posisi sebagai Ḥarīṣ ini digilirkan di antara para santri untuk tugas membangun para santri dan tugasnya juga berlanjut dengan mencatat nama-nama santri yang tidak shalat berjama’ah dan juga santri yang masbūq (telat) dalam shalat berjama’ah. Para santri yang tidak shalat berjama’ah atau masbūq ini diberikan hukuman seperti membersihkan tempat wudhu’ dan hukuman-hukuman lainnya yang tujuannya adalah untuk mendidik mereka agar disiplin.

Selain pendidikan di internal, Dayah Babussalam juga menyelenggarakan penyelenggaraan pendidikan di eksternal, yaitu di masyarakat sekitar dayah. Penyelenggaraan pendidikan di luar dayah ini adalah dalam bentuk TPA/TPQ yang diselenggrakan di rumah-rumah warga dan Balai-Balai Pengajian  yang dibangun oleh warga serta dibimbing oleh Guru-guru Dayah Babussalam yang percayai oleh pimpinan Dayah Babussalam. Proses pendidikan di luar lingkungan dayah ini berlangsung mulai seusai shalat Ashar sampai menjelang Maghrib.

Santri-santri Dayah Babussalam yang terlibat untuk mengajar di luar ini adalah mereka yang dipandang mampu dan cakap secara keilmuan untuk mengajar Al-Qur’an dan kitab-kitab dasar kepada santri-santri TPA/TPQ. Mereka yang mengajar di luar ini diberikan honor oleh pemilik atau pimpinan TPA/TPQ dalam jumlah yang bervariasi sekedar untuk biaya transpor.

Sementara itu, seluruh kurikulum pembelajaran, baik yang dipakai di Dayah Babussalam ataupun yang dipakai di TPA/TPQ semuanya disusun sesuai kebutuhan para santri dan telah disetujui oleh pimpinan dayah. Dan semua kitab-kitab fiqh yang digunakan adalah berdasarkan mazhab Imam Syafi’i. Sementara kitab-kitab aqidah adalah merujuk kepada Aqidah Ahlusunnah wal Jama’ah yang merujuk kepada dua tokoh utamanya, yaitu Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi. [Dikutip dari buku "Pendidikan Diniyah Formal di Dayah Tradisional", karangan Teuku Zulkhairi]

 


Posting Komentar untuk "Profil Dayah Babussalam Matangkuli"