Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Manusia : Insan Kamil vs Homo Deus



Oleh Martunus 

"Wahai Saudara, engkau adalah pikiran itu sendiri, Dirimu selebihnya bukanlah apa-apa kecuali otot dan tulang" -Rumi, Matsnawi, 2:278.

Di dalam perjalanan kosmik yang luas ini kita mendapati diri kita berada di sini dan sekarang di bumi sebagai manusia. 

Selain itu, hidup kita di dunia ini adalah sebuah perjalanan di dalam perjalanan kosmik yang lebih besar dari semua yang ada untuk kembali ke Sumber segalanya. 

Kita dilahirkan, kita bergerak melalui waktu, lalu kita mati. Untuk sebagian besar dari kita, tanpa mengetahui siapa kita sebenarnya, kita bergerak di antara dua misteri besar dan hal yang tidak diketahui, yaitu, di mana kita sebelum datang ke dunia ini dan kemana kita akan pergi setelah mati. 

Jawaban kaum materialis dan nihilis adalah bahwa kita tidak berasal dari mana-mana dan tidak pergi ke mana-mana. Kita tidak memiliki kenyataan yang sebelum datang kedunia ini, dan tidak ada tersisa dari kesadaran kita setelah mati. 

Mereka mereduksi kita melulu pada tingkatan jasmani dan duniawi serta meyakini bahwa kita tidak lebih dari hewan (yang tidak lebih dari mesin yang rumit). 

Kesimpulan seperti ini bisa kita baca dari buku terlaris beberapa tahun ini karya Yuval Noah Harari, Homo Sapiens dan Homo Deus. 

Lebih jauh lagi, mereka menafikan eksistensi ruh dan jiwa. Perasaan seperti rasa takut, bahagia, cemas, gelisah dan senang hanyalah sensasi-sensasi dari proses biokimiawi di dalam otak, bagi mereka. 

Sedangkan memori, imajinasi dan olah pikir adalah longsoran salju sinyal-sinyal elektrik yang ditembakkan oleh jutaan neuron. 

Maka menurut mereka lagi, manusia (homo sapiens) adalah spesies paling kuat di dunia yang telah melalui jalan panjang evolusi, setidaknya sejak 40.000 tahun yang lalu, mengalahkan spesies-spesies lain dan selanjutnya menapaki jalan menjadi Homo Deus (Manusia dewa) yang mencari kebahagiaan dan imortalitas (keabadian). 

"Meningkatkan manusia menjadi tuhan mungkin akan menempuh satu dari tiga jalan ini : rekayasa biologis, rekayasa cyborg, dan rekayasa benda-benda organik." Tulis Harari dalam buku Homo Deus-nya. 

Sedangkan dalam Islam, kita tidak hendak menjadi tuhan namun menjadi Manusia Universal atau Insan Kamil. 

Menurut para Sufi, Insan Kamil adalah kenyataan yang berisi semua tingkatan selain Allah. Insan Kamil seperti cermin di hadapan Allah, memantulkan semua Nama dan Sifat-Nya. Dalam kehidupan di dunia, contoh teladan Insan Kamil ditemukan pada diri nabi-nabi dan para wali. 

Merealisasikan Insan Kamil pada gilirannya berarti menjadi hamba Allah yang setia, yang menyadari keadaan utama diri kita di dunia ini sebagai wakil-Nya (khalifah), mewujudkan kefanaan kita, dan akhirnya, melalui peniadaan ego, mencapai bersama cahaya akal di dalam diri kita Zat Tertinggi, yang pada akhirnya hanyalah Allah yang benar-benar Wujud. 

(Sebuah Renungan)

Posting Komentar untuk "Manusia : Insan Kamil vs Homo Deus"