Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pahit getir perjuangan santri Aceh melahirkan karya



Oleh Teuku Zulkhairi 

Setelah janjian tadi malam, alhamdulillah siang ini bisa duduk dua org santri Aceh yg nama keduanya sama-sama "Tgk Abrar". Satu dari  Bireuen dan satu dari Aceh Besar.

Sekitar satu jam mendengar pahit gertir perjuangan mereka melahirkan karya ini. Untuk ukuran kita yang bergaji mungkin ini persoalan kecil, tapi utk ukuran santri yg masih "meudagang" di dalam dayah maka itu adalah perjuangan yang luar biasa.

Apalagi, selain menerbitkan karya ini, sekaligus mereka juga membuat penerbit sendiri. NGAJIKUY nama penerbitnya.


Akhir Oktober lalu mereka bercerita tekad untuk melahirkan buku. Dari 40 org alumni pelatihan jurnalistik di Dinas Dayah tahun 2020, 26 orang di antaranya menyumbangkan tulisan utk buku ini.

Secara logika, jika setelah mereka belajar menulis lalu mereka bertekad utk melahirkan karya, maka itu menunjukkan bahwa mereka betul-betul serius. Bahwa pelatihan itu berhasil.

Tidak lama setelah dihubungi untuk menulis kata pengantar utk buku ini, saya langsung mengiyakan dan mengirim pengantar yang diminta sekira akhir Oktober 2020 lalu.

Sekali lagi, untuk ukuran santri yg masih meudagang di dlm dayah, upaya dan kreatifitas mereka ini adalah hal yg harus sepenuhnya di apresiasi.

Dan perjuangan mereka sampailah pada saat ini dimana karya mereka telah berhasil terbit.


Mereka memberi nama buku ini dg "Seurungkeng", kata2 yg mengingatkan kita pada "Panyot Seurungkeng" masa kecil kita kala itu yang menerangi gelapnya malam saat kita mengaji.

Di dalam pengantar buku ini, saya menyampaikan bahwa karya ini menjadi bukti tekad santri utk terjun ke arena perang pemikiran. Setelah menuntut ilmu di dayah sekian lama, mereka bertekad untuk terjun ke "medan laga" mewarnai mindseat berfikir masyarakat kita.

Dengan tujuan mulia seperti ini, kita berharap akan datang suatu hari dimana para pengambil kebijakan lebih peduli pada upaya para santri utk melahirkan karya-karya mereka. Tidak cukup hanya dg dorongan agar mereka bisa menulis.. Lanjutkan perjuangan...

Posting Komentar untuk "Pahit getir perjuangan santri Aceh melahirkan karya"