Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kewajiban Mencintai Orang yang Adil dan Amanah dan Membenci Orang yang Zalim dan Khianat



Serial Pokok-pokok Akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah: 

Kewajiban Mencintai Orang yang Adil dan Amanah dan Membenci Orang yang Zalim dan Khianat

Oleh Dr. H. Ali Fikri Noor, Lc, MA

Di antara pokok-pokok keyakinan yang harus dimiliki setiap muslim yang beriman kepada Allah swt adalah kewajiban mencintai keadilan dan amanah, dan mencintai setiap muslim lainnya yang mencintai keadilan dan amanah, terlepas dari apa saja suku dan organisasi mana saja mareka. Selama mereka adalah orang-orang yang adil dan amanah, dan mencintai keadilan dan amanah, maka kita wajib mencintai dan membela mereka.

Hal ini telah ditegaskan oleh Imam at-Tahawiy, di dalam kitab Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang bernama al-Aqidah at-Tahawiyah, dan syarahnya, Syarah a al-Aqidah at-Tahawiyah, ‘Allamah Sadruddin Ibn Abi Al-Izz al-Hanafiy yang menyebutkan bahwa poin-point yang harus menjadi keyakinan akidah atau Akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah sebagai berikut:


وَنُحِبُّ أَهْلَ اْلعَدْلِ وَالْأَمَانَةَ وَنَبْغَضُ أَهْلَ الْجُوْرِ وَالْخِيَانَةِ


"dan kita wajib mencintai orang-orang (pemimpin) yang adil dan amanah, dan wajib membenci orang-orang (pemimpin) yang dzalim dan khianat”.

Point ini merupakan kesempurnaan keimanan dan ibadah, karena ibadah itu mencakup kesempurnaan dan puncak kecintaan, juga mencakup kesempurnaan dan puncak ketundukan. 

Mencintai Rasulullah saw, nabi-nabi Nya, dan hamba-hamba Nya yang beriman adalah bagian dari mencintai Allah swt. Sekalipun kecintaan tertinggi itu tidak berhak diberikan kecuali untuk Nya, namun makhluk-makhluk  dari selain Allah itu harus dicintai pula ketika mereka mencintai Allah. 

Demikian sebab orang yang mencintai kekasihnya dengan sejati juga akan mencintai apa-apa yang dicintai sang kekasih, dan akan membenci apa-apa yang dibenci oleh sang kekasih, ia akan menolong dan membela kekasihnya, dan akan turut membenci dan memusuhi orang yang membenci dan memusuhi sang kekasih yang ia kasihi. 

Orang yang mencintai kekasihnya dengan sejati juga akan rela dan merestui terhadap apa-apa yang direstui sang kekasihnya, akan membenci terhadap sesuatu yang dibenci kekasihnya, akan mengerjakan apa-apa yang dikerjakan sang kekasihnya, dan akan menjauhi apa-apa yang dijauhi kekasihnya. 

Orang yang mencintai kekasihnya dengan sejati juga akan sejalan dengan jalan kekasihnya itu pada setiap kondisi apapun. 

Allah swt mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan, mencintai orang-orang yang bertakwa, mencintai orang-orang yang gemar bertaubat, dan mensucikan dirinya dari segala kotoran. 

Oleh karenanya kita wajib pula mencintai orang-orang yang selalu mencintai Allah dan Rasul Nya, dan wajib membenci orang-orang yang membenci dan memusuhi Allah swt dan Rasul Nya. 

Karena itu semua merupakan kesempurnaan keimanan dan ibadah. Mereka yang tidak memiliki keyakinan seperti point di atas, adalah tergolong orang-orang yang lemah, dan orang-orang yang tidak sempurna, baik kesempurnaan di dalam  keimanan dan dalam ibadahnya.

Allah swt tidak mencintai dan menyukai orang-orang yang berkhianat, dan orang-orang yang membuat kerusakan, Dia juga tidak menyukai dan menyenangi orang-orang yang takabbur (yakni orang yang suka menolak kebenaran, dan suka merendahkan orang lain). 

Konsekwensi dari hal ini adalah kita juga wajib tidak menyukai dan menyenangi mereka, dan wajib membenci dan menjauhui mereka. 

Hal ini adalah karena cintai kita harus sesuai dengan kecintaan Nya, dan benci kita harus sesuai pula dengan kebencian Nya. Itulah yang dinamakan dengan kesempurnaan iman dan ibadah. 

Poin di atas ini telah dipertegas dengan sabda Rasulullah saw:

“Ada tiga sifat, di mana jika tiga sifat ini telah dimiliki oleh seseorang maka ia telah mendapatkan dan merasakan manisnya keimanan. Yakni barang siapa yang Allah swt dan Rasulnya lebih dicintai olehnya dari sesuatu apa saja selain keduanya, barang siapa yang mencintai seseorang dan ia tidak mencintainya karena orang itu mencintai Allah swt/mencintai karena Allah, dan barang siapa yang membenci untuk kembali kepada (perbuatan-perbuatan) kekufuran setelah Allah swt menyelamatkan orang itu darinya, sebagaimana ia membenci jika ia terlempar ke dalam api”. (HR Imam al-Bukhariy dan Imam Muslim).

Menurut para ulama yang dimaksud dengan kata-kata “telah merasakan manisnya keimanan” adalah berarti  “telah merasakan lezatnya ketaatan, telah memiliki kekuatan dalam memikul kesulitan di dalam menjalankan agamanya, dan telah mendahulukan itu semua dari segala perhiasan-perhiasan dunia”. (Dr. Fadl Ilahi, H{ubbu an-Nabiy wa ‘Ala>ma>tuhu>, Kairo: Da>r al-I’tis{a>m, hal. 14).

Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa kecintaan yang sempurna mengharuskan orang itu juga sejalan dan seirama di dalam mencintai dan membenci apa-apa yang dicintai dan dibenci oleh sang kekasihnya, dan di dalam membela dan memusuhi apa-apa yang dibela dan dimusuhi oleh kekasihnya itu. 

Juga telah diketahui bersama bahwa orang yang mencintai Allah swt dengan cinta yang seharusnya dan semestinya adalah orang itu harus membenci para musuh-musuh Allah swt dan harus mencintai dan membela orang yang mencintai dan membela Allah swt di dalam perjuangan mereka. 

Hal ini berdasarkan firman Nya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”. (Q.S. as-Shaff/61: 4). 

Syekh Allamah Muhammad Jamaluddin al-Qasimiy (seorang ulama Syiria)  menjelaskan di dalam tafsirnya: 

“(Di dalam kitab al-Iklil) disebutkan bahwa ayat ini sebagai dalil disunnahkannya orang-orang yang berperang/berjuang  di jalan Allah swt  harus berdiri dalam barisan-barisan yang teratur seperti barisan-barisan di dalam shalat.

 Juga disunnahkan mengisi barisan yang kosong dan renggang, menyempurnakan barisan pertama terlebih dahulu, dan barisan selanjutnya. 

Dan disunnahkan menyamakan barisan-barisan kaki yang satu dengan barisan-barisan kaki yang lainnya, sebagian orang tidak boleh mendahului kaki sebagian orang lainnya”. (Jamaluddin al-Qasimiy, Mah{a>sinu at-Ta’wi>l, jilid, hal. 91).


*(Dr. H. Ali Fikri Noor, Lc, MA: Dosen Professional Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Daarul Hikmah Bekasi).*

Posting Komentar untuk "Kewajiban Mencintai Orang yang Adil dan Amanah dan Membenci Orang yang Zalim dan Khianat"