Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Prof Hasbi Amiruddin: Orang Aceh Mulai Sadar Syariat




Prof Dr M.Hasbi Amiruddin, MA
 "Dulu mudah kita dapat anak muda berjalan dua‑duaan di malam minggu. Walaupun ada juga risiko ketika itu. Bisa saja dipukul oleh orang kampong atau dimandikan dengan air got."

PROF HASBI AMIRUDDIN,
Guru Besar IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh
-------------------------------------------------------

SELAMA ini sisi keberhasil pelaksanaan Syariat Islam di Aceh tidak banyak muncul ke publik. Bahkan, media cenderung memuat informasi-informasi sekitar hukuman dan menemukan 'keinginannya' manakala penegak syariat di Aceh justru jadi pelanggar syariat, seperti pernah terjadi beberapa waktu lalu.
Saat peristiwa itu muncul ke publik dan media massa memuatnya, wajah penegakkan syariat di Aceh menjadi tidak nyaman didengar. Komentar miring dari para aktivis yang tidak menyukai pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Akhirnya, syariat pun jadi bulan-bulanan!
 
Namun, jika masyarakat mau jujur menilai penegakkan syariat Islam saat ini, sesungguhnya telah  banyak proses keberhasilan yang diraih di lapangan. Prof Dr Hasbi Amiruddin MA, dalam satu diskusi bertajuk "Melalui Teknologi Informasi Modern Kita Kembangkan Dakwah Islamiah" di Aula Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Senin 27 Juli 2013 menngungkapkan bahwa peneltian akhir‑akhir ini menunjukkan tidak ada komponen masyarakat Aceh yang tidak setuju dengan penerapan syari'at Islam di Aceh, mulai dari ulama para pemangku jabatan di pemerintah, LSM sampai pada para pemuda aktivis.   

Menurutnya, yang berbeda hanya tingkat kepuasan pelaksanaannya dan metode penerapan yang menurut mereka lebih tepat untuk diterapkan masa sekarang.

Contoh keberhasilan dalam penegakkan syariat Islam di Aceh menurutnya bisa dilihat sudah tinggi kesadaran tidak berkhalwat. "Dulu mudah kita dapat anak muda berjalan dua‑duaan di malam minggu. Walaupun ada juga risiko ketika itu. Bisa saja dipukul oleh orang kampong atau dimandikan dengan air got," katanya..
Meski demikian, Hasbi Amiruddin mengatakan, bahwa ketidaksukaan itu sesungguhnya ada pada level  tidak puas karena belum semua masyarakat Aceh, terutama para pemuda, melaksanakan syariat Islam secara baik, setidak‑tidaknya seperti qanun yang sudah ada. Sebagian masih juga suka melanggar qanun‑qanun tersebut, kebanyakan dalam bidang khalwat.

Ia menjelaskan, sebagian lain tidak puas karena seakan akan pemerintah sekarang, pemerintah kabupaten dan kota termasuk provinsi tidak maksimal berusaha agar hukum‑hukum syari'at Islam ini berjalan dengan baik. Misalnya, sudah ada pelanggar syari'at yang tertangkap dan sudah disidangkan, tetapi tidak terlaksananya hukum cambuk karena ketiadaan dana dari pemerintah kota.

Sementara pemerintah tingkat provinsi terlihat tidak serius melanjutkan pelaksanaan syari'at, seperti kurang peduli pada rencana pengesahan qanun jinayah yang dianggap penting agar memudahkan pelaksanaan hukuman terhadap pelanggar syari'at.

Menurut Prof Hasbi Amiruddin, ada yang puas kenapa hanya ada qanun khalwat, pakaian muslim, maisir,  dan khamar saja, seharusnya sudah ada juga qanun narkoba, demikian juga qanun tentang korupsi bahkan ada yang mengusulkan qanun pemerasan, mengambil pajak diluar pajak resmi.

"Kendatipun mereka berpendapat ada kekurangan dalam pelaksanaan syariat Islam, tetapi banyak juga yang sudah dicapai, terang Guru Besar IAIN Ar‑Raniry ini. (lihat capaian kemajuan)

Menurutnya, sebelumnya masyarakat sering bertindak sendiri‑sendiri dengan adat mereka sendiri. Ada yang memukul si pelanggar ada yang memandikan dengan air got. Kadang‑kadang diteruskan untuk dinikahkan. "Untuk penyempurnaan butuh waktu dan perlu keterlibatan berbagai komponen termasuk setiap dinas yang ada di Aceh," terang Prof Hasbi Amiruddin. 

Hal senada juga disampaikan Rektor IAIN Ar-Raniry, Prof Dr Farid Wajdi Ibrahim, MA. Menurutnya, selama ini sesungguhnya proses penegakkan syariat sudah cukup baik berjalan. Hanya saja, suara-suara  miring tentang syariat muncul justru karena ketidakmengertiannya akan syariat Islam itu sendiri.


Capaian kemajuan
  1. ·  Misalnya tidak ada lagi pelacuran secara terang-terangan. Dulu pelacur mudah kita lihat dengan mata kepala, di bus, di terminal di warung dan di hotel. Demikian juga ada oknum berani memaksa hotel membolehkan mereka tidur dengan pelacur.
  2.  Tidak ada lagi penjualan dan minum minuman keras secara terang-terangan. Dulu kita bisa melihat warung2 yang menjual minuman keras. Botol minuman keras trasfaran. Mudah kita temukan orang mabuk.
  3. ·         Sudah tinggi kesadaran untuk memakai jilbab. Dulu tidak banyak yang menutup kepala walaupun tahu bahwa menutup kepala itu wajib, kecuali anak-anak dayah atau anak sekolah agama, itupun hanya di sekolah. Hal itu semua telah membawa hal yang positif pada generasi kita mendatang
  4. ·         Tidak ada lagi perjudian secara terang-terangan. Dulu kita bisa tunjukkan tempat-tempat berjudi. Ada warung yang menyediakaan tempat berjudi bahkan di pinggir jalan yang banyak orang lewat. Orang berani berbicara dengan bangga bahwa dia berjudi. Cerita kalah menang bagaimana strategi kalau digerebek polisi. Apalagi kalau judi semacam buntut, melibatkan hampir semua strata masyarakat.