Profil dan Sosok Abu Paya Pasi yang Diangkat Mualem sebagai Imam Masjid Raya Baiturrahman
Profil dan Sosok Abu Paya Pasi
yang Diangkat Mualem sebagai Imam Masjid Raya Baiturrahman
Bagi masyarakat Aceh, nama Abu Paya Pasi bukanlah sekadar gelar kehormatan, tetapi simbol kharisma, keteguhan prinsip, dan dedikasi tanpa lelah dalam membina umat.
Ulama yang bernama lengkap Teungku H. Muhammad Ali bin Teungku H. Abdul Muthalleb ini lahir pada 4 Agustus 1954 di Alue Dama, Aceh Utara.
Sejak kecil, Abu Paya Pasi telah menunjukkan kecenderungan kuat terhadap ilmu agama, sehingga menempuh pendidikan panjang di berbagai ma’had (dayah) ternama di Aceh. Perjalanan menuntut ilmunya memakan waktu hampir dua dekade, meneguhkan posisinya sebagai ulama berilmu mendalam dengan sanad keilmuan yang jelas.
Beliau memulai pendidikannya di Dayah Darul Munawwarah Kruet Lintang (1970–1974), kemudian melanjutkan ke Dayah Darussa’adah Julok Cut (1974–1976), Dayah Malikussaleh Panton Labu, dan akhirnya menetap cukup lama di Dayah Darul Huda Lueng Angen selama kurang lebih 12 tahun (1978–1990).
Dari pengembaraan intelektual inilah, Abu Paya Pasi tumbuh sebagai seorang alim yang menguasai kitab kuning secara mendalam, mengintegrasikan pemahaman fiqih, tauhid, dan tasawuf.
Pada tahun 1991, Abu Paya Pasi bersama gurunya mendirikan Dayah Bustanul Huda di Alue Cek Doi, Aceh Timur—sebuah lokasi yang mengarah ke Paya Pasi, sehingga nama itu melekat pada dirinya hingga kini.
Dayah tersebut berkembang pesat menjadi pusat pendidikan Islam yang membina ribuan santri, dengan lebih dari 50 cabang yang tersebar di seluruh Aceh.
Melalui dayah ini, beliau tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga menanamkan nilai keikhlasan, kedisiplinan, dan kesederhanaan yang menjadi ciri khas pendidikan tradisional Aceh.
Selain mengasuh pesantren, Abu Paya Pasi aktif menginisiasi muzakarah ulama yang mempertemukan para cendekiawan syariah Aceh untuk membahas persoalan umat dan memberikan panduan keagamaan. Kiprahnya juga merambah ranah kelembagaan.
Abu Paya Pasi dipercaya memimpin Majelis Ulama Nanggroe Aceh (MUNA) untuk beberapa periode, dan duduk di Majelis Syuyukh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh. Kepemimpinan beliau selalu diwarnai sikap tegas namun bijaksana, sehingga dihormati oleh berbagai kalangan.
Menariknya, meskipun pernah terlibat dalam struktur politik Aceh sebagai Penasehat Partai Aceh dan anggota Tuha Peut Lembaga Wali Nanggroe, Abu Paya Pasi tak segan untuk mundur dari posisi tersebut pada 17 Agustus 2024 ketika prinsipnya tidak sejalan dengan keputusan politik yang diambil.
Tindakan beliau ini menegaskan bahwa komitmennya terhadap kebenaran dan integritas lebih utama dibanding mempertahankan jabatan.
Tapi ketika kemudian sosok yang beliau dukung dalam Pilkada Aceh wafat, yaitu Tu Sop Jeunieb yang merupakan Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Abu Paya Pasi pun kembali mendukung Muallem sebagai Calon Gubernur Aceh yang kemudian keluar sebagai pemenang dalam Pilkada Aceh.
Kehidupan sehari-hari Abu Paya Pasi ditandai dengan kesederhanaan, kedekatan dengan santri dan masyarakat, serta pengabdian penuh terhadap dakwah. Abu Paya Pasi rutin menyampaikan pengajian, khutbah Jumat, dan kajian Tastafi (Tasawuf, Tauhid, Fiqih) yang menjadi rujukan banyak kalangan, baik di Aceh maupun di luar daerah.
Kharisma Abu Paya Pasi lahir dari keteguhan sikap, kedalaman ilmu, dan kemampuan menyentuh hati jamaah dengan nasihat yang lembut namun mengena.
Bagi masyarakat Aceh, Abu Paya Pasi adalah potret ulama pewaris tradisi keilmuan Islam yang memadukan kekuatan spiritual dengan kepemimpinan moral.
Melalui dayah yang diasuhnya, ia menyiapkan generasi penerus ulama yang diharapkan menjadi benteng akidah dan akhlak masyarakat. Dalam pandangan banyak orang, sosoknya adalah jembatan yang menghubungkan warisan ulama masa lalu dengan tantangan umat di masa kini.
Dengan segala kiprah dan pengaruhnya, Abu Paya Pasi tetap menjaga kesahajaan. Abu Paya Pasi meyakini bahwa keberkahan ilmu tidak hanya terletak pada keluasan pengetahuan, tetapi juga pada ketulusan hati dalam mengajarkannya.
Oleh sebab itu, nama Abu Paya akan selalu dilihat oleh masyarakat Aceh sebagai salah satu ulama kharismatik yang menjaga marwah Aceh sebagai “Serambi Mekkah” melalui dakwah, pendidikan, dan keteladanan hidup.
Penunjukan beliau sebagai Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman oleh Gubernur Aceh Muzakkir Manaf menandai babak baru dalam perannya sebagai pemimpin spiritual - aura keulamaan yang dibangun melalui puluhan tahun pendidikan di dayah, pendirian Dayah Bustanul Huda sejak 1991, aktif dalam MUNA dan MPU Aceh, serta keteladanan dalam menjaga marwah ulama Aceh—semua kini terintegrasi dalam satu amanah utama sebagai imam Besar masjid ikonik masyarakat Aceh.
Masjid Raya Baiturrahman sendiri merupakan simbol keimanan, perjuangan dan kebersamaan masyarakat Aceh—dengan sejarah panjang, arsitektur khas, serta ketangguhannya melewati berbagai bencana, termasuk gempa dan tsunami 2004.
Di masjid yang menjadi kebanggaan umat ini, Abu Paya Pasi akan memimpin shalat, khutbah, dan pengajian dengan kedalaman ilmu serta kharisma yang telah lama dihormati.
Penunjukan beliau adalah refleksi kekuatan sinergi antara ulama dan umara—sebuah simbol bahwa spiritualitas Islam di Aceh selalu diperkuat oleh ulama teladan.
Kini, melalui posisi baru ini, Abu Paya Pasi diharapkan semakin mempererat ukhuwah Islamiyah, memperkuat syiar agama, dan menjadi penghubung antara warisan spiritual Aceh dengan tantangan zaman modern. [dikutip dari berbagai sumber]
Posting Komentar untuk "Profil dan Sosok Abu Paya Pasi yang Diangkat Mualem sebagai Imam Masjid Raya Baiturrahman"