Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

[Wawancara] Apakah Tu Sop Siap Menjadi Pemimpin Aceh? Simak Jawabannya

 


Suara Darussalam |

Pada tanggal 28 November 2020 yang lalu saya mewawancarai Tgk. H. Muhammad Yusuf A. Wahab atau yang akrab disapa Tu Sop Jeunieb. Wawancara yang berlangsung sebelum pengajian Tastafi di Hotel Hermes Palace ini adalah program dari The Aceh Post TV. Sementara temanya adalah tentang kriteria pemimpin Aceh menurut Islam.

Baca juga : Sambut Tahun Baru Islam, Tu Sop Ajak Masyarakat Siapkan Generasi Muda yang Mampu Bersaing

Menurut Tu Sop, dalam kaitannya dengan Aceh yang berlaku syari’at Islam, pemimpin Aceh yang ideal adalah yang memahami Islam dan memahami pemerintahan.

Tu Sop mengatakan bahwa pemimpin Aceh itu haruslah orang yang di satu sisi memiliki kapasitas untuk mengurusi Aceh, serta di sisi lain juga haruslah yang ada kemauan untuk mengurus Aceh serta memahami Islam. Sebab seperti dipahami bahwa Syariat Islam di Aceh adalah amanah dari Undang-Undang. Oleh sebab itu, hadiryna pemimpin yang konsen mengurus syari’at Islam adalah hal mutlak.

Baca juga : Buku Paradigma Islam Wasathiyah Tu Sop Jeunieb Mengajak Umat Kembali ke Jalan Tengah

Dalam bahasa yang lain, kata Tu Sop, pemimpin Aceh ke depan haruslah memiliki kharisma dalam nilai-nilai keislaman dan kemampuan dalam dan manajemen pemerintahan. Jadi harus dua-duanya terpenuhi. Jangan hanya salah satunya.

“Tidak mungkin kalau hanya memiliki kharisma keislaman namun tidak memiliki kemampuan dalam manajemen pemerintahan, “ kata Tu Sop menjelaskan kriteria ideal pemimpin Aceh.

Berikut saya rangkum sejumlah pertanyaan dan jawaban Tu Sop dalam wawancara tersebut yang dapat juga disimak pada link Youtube  The Aceh Post TV.

Saat ini kan sedang isu soal sosok yang paling tepat untuk Aceh menjadi  Wakil Gubernur Aceh mendampingi Pak Gubernur Aceh Nova Iriansyah. Menurut Ayah bagaimana idealnya sosok Wakil Gubernur Aceh?

Tu Sop : Berbicara ideal itu gampang. Tetapi berbicara kenyataan lebih sulit. Dalam hal ini, rumusan berfikir kita begini, ibarat terapi tubuh yang sakit. Apa sakitnya dan siapa dokternya. Saya melihat begini, salah satunya ya, hadirnya sosok yang bisa menjadi modal untuk  menghadirkan harmonasi dalam menghadirkan kesepakatan-kesepakatan yang bermanfaat untuk masyarakat khususnya dan bagi Indonesia secara umum.

 Baca juga : Pemikiran Tu Sop Jeunieb, Ketua HUDA Periode 2018-2023

Saya kembali bertanya kepada Tu Sop, berarti harus hadir sosok yang bisa mempersatukan, harus mampu menghadirkan keharmonisan dan menyatukan yang terpecah belah?

Tu Sop : “Kalau kita berbicara idealisme itu sulit. Karena berkorelasi dengan paradigma sistem politik kita. Artinya bahwa pemimpin kita ini kan dilahirkan melalui sistem politik ini. Kalau paradigma politik kita masih biasa-biasa saja, maka akan melahirkan pengurus negeri ini yang biasa-biasa saja.

Kalau mau melahirkan pemimpin yang baik, tentu instrumen politik juga harus baik. Maka memperbaiki paradigma politik itu modal pertama.

Apalah kita berbicara menghasilkan produk yang ideal sementara mesin politik kita tidak ideal. Maka kita harus berjuang bersama, bahwa jika ingin memperbaiki produk, maka harus perbaiki sistemnya dulu, perbaiki paradigma politik kita.

 Baca juga : Perkuat Gerakan Sosial Peduli Umat, Tu Sop Lantik Pengurus BMU Bireuen

Berarti ada persoalan besar di negara sehingga belum mampu melahirkan pemimpin terbaik?

Tu Sop : Sebenarnya sebagai muslim kita punya rumusan berfikir yang gampang, nggak sulit. Kita sering mendengar kalimat “iza usnida al amru ila ghairi ahlihi”, yaitu bahwa “apabila sebuah urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran”.

Nah sekarang, apakah paradigma politik kita bisa melahirkan pemimpin-pemimpin yang ahli? Apakah para pemilih pemimpin punya kapasitas untuk memilih pemimpin yang ahli?

Akhirnya kita harus berfikir bagaimana caranya melahirkan pemilih yang ahli untuk melahirkan pemimpin yang ahli untuk mengemban amanah.

Ibaratnya begini, seorang yang pilek hanya dtangani dengan tisu, maka tidak sembuh. Tapi tangan virusnya maka insya Allah flunya hilang.

 Baca juga : BMU Binaan Tu Sop Jeunieb Serahkan Rumah Bantun untuk Nek Fathimah

Pertanyaan saya selanjutnya : selama ini kan ada anggapan ulama tidak perlu berpolitik. Ulama mestinya mengurus agama saja. Padahal di sisi lain, orang yang diharapkan memimpin adalah yang juga paham Islam?

Tu Sop : Saya tidak tertarik kalau berbicara di ujung. Ulama adalah representatif dari dakwah Islam. Artinya kehadiran ulama untuk melakukan amar  ma’ruf dan nahi mungkar. Kemungkaran dalam pemikiran maupun kemungkaran dalam perilaku. Sementara kita akui bahwa semua aspek kehidupan itu ada ma’ruf dan mungkarnya juga. Maka ahli yang tahu tentang kemungkaran dan juga yang ma’ruf harus hadir menjelaskan itu.

Jadi kalau ulama tidak hadir disitu dan diberi stigma tidak boleh berpolitik, lalu bagaimana menegakkan amar mar’uf dan nahi mungkar.  Akhirnya dalam mencegah kemungkaran tanpa disitu ada ahli yang tahu kemungkaran.

Pertanyaan: Jadi sama dengan, kalau ulama berpolitik, maka misi tujuannya adalah untuk melakukan Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar juga?

Tu Sop : Kalau bahasa saya begini, Kita mengotori diri dalam kubangan itu tidak baik. Tapi membersihkan kubangan yang kotor itu lebih baik.

Baca juga: Tu Sop: Hindari Perbedaan yang Menghancurkan Sesama Islam

Pertanyaan : Baik Ayah, ini pertanyaan terakhir, Apakah kira-kira ayah siap menjadi pemimpin Aceh ke depan?

Tu Sop : Saya tidak berfikir ke arah itu. Saya hanya berfikir bagaimana agar semuanya menjadi lebih baik. Apa yang bisa saya bantu menjadi baik. Nggak mesti menunjukkan sosok. Pada intinya adalah bagaimana agar amar ma’ruf dan nahi mungkar ini bisa berjalan.

 

Teuku Zulkhairi

Dosen UIN Ar-Raniry, Banda Aceh

email : teuku.zulkhairi@ar-raniry.ac.id







Posting Komentar untuk "[Wawancara] Apakah Tu Sop Siap Menjadi Pemimpin Aceh? Simak Jawabannya"