Perbedaan dan Persamaan Karakter Orang Aceh dan Turki
Rahmat Ashari. Mahasiswa Aceh di Universitas 29 Mei, Istanbul. Menyampaikan tertimoninya pada acara memperingati Haul Tgk Chik di Bitai pada Hari Rabu tanggal 28 Agustus 2019. Foto: istimewa |
Oleh Rahmat Ashari
Mahasiswa S2 Jurusan Hadis di Universitas 29 Mai
(29 Mayıs Üniversitesi) Istanbul.
Suara Darussalam | Assalamu’alaikum wr. wb. Yang saya hormati
bapak ibu semuanya yang telah hadir dan tak dapat saya sebutkan namanya satu
persatu. Pertama-tama saya ingin
mengucapkan terima kasih banyak kepada panitia sekalian yang telah mengadakan
acara haul Tgk. Dibitai ini sehingga kita dapat mengenang jasa-jasa para endatu
kepada kita. Karena kalau bukan kita para generasi yang datang setelah mereka
siapa lagi yang akan mengenang jasa-jasa mereka.
Saya diminta oleh pihak panitia untuk
memberikan testimoni tentang turki. Seharusnya testimoni ini akan diberikan
oleh kakanda Darliz Aziz yang juga merupakan ketua PPI Turki aktif saat ini.
Tapi disebabkan beliau berhalangan hadir karena berada diluar kota maka panitia
meminta saya menggantikannya. Namanya ban serap pasti lebih banyak kekurangan.
Ditambah lagi saya sendiri sebenarnya sangat jarang berbicara di depan khalayak
seperti ini. (Alhamdulillah Tgk. Darlis bisa hadir diacara ini)
Pertama sekali, izinkan saya memperkenalkan
diri. Nama saya Rahmat Ashari. Lahir dan besar di Banda Aceh. Tahun 2009 saya
dan tujuh teman yang lain mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan jenjang
pendidikan SMA, dari Yayasan Diyanet Vakfı, sebuah yayasan waqaf yang berata
dibawah kementrian agama Turki. Disana kami bersekolah di sekolah SMA
İmam-Hatip (İmam Hatip Lisesi) yang kalau di tempat kita mungkin mirip seperti
Madrasah Aliyah karena disamping IPA/IPS kami juga diajarkan pelejaran-pelejaran
agama seperti Tafsir, Hadis, Fiqih, Sirah, Bahasa Arab dll.
Bagi bapak-bapak yang ingin mengirimkan anaknya
untuk melanjutkan jenjang pendidikan SMA di Turki, Diyanet vakfı setiap
tahunnya membuka pendaftaran online. Sekarang sekolah SMA İmam Hatip Internasional
seperti kami dulu bukan cuma ada di Kayseri terapi juga sudah ada di İstanbul,
Konya dan kota-kota yang lain. Bahkan di Istanbul sudah dibuka satu sekolah
khusus untuk siswi-siswi asing.
Setelah selesai SMA lima diantara kami
melanjutkan S1 di Turki, ada yang melanjutkan ke negara lain dan ada pula yang
melanjutkan pendidikannya di Aceh. Sekarang dari delapan orang yang berangkat
bersama saya empat orang masih di Turki, dua diantaranya sudah menikah dengan
orang Turki. Semoga ini menjadi langkah awal untuk mempererat kembali hubungan
Aceh-Turki. Sedangkan yang lain pulang ke tanah air untuk bekerja dan
berkhidmat disini.
Saya sendiri sedang melanjutkan jenjang
pendidikan s2 bidang Studi Hadis disebuah universitas di Istanbul. Saya juga
ingin memohon doa dari tengku-tengku dan bapak-bapak sekalian supaya studi kami
disana dimudahkan sehingga dapat membawa pulang ilmu-ilmu yang bermanfaat serta
pengalaman-pengalaman yang dapat dikongsikan dengan teman-teman di Aceh
Pada testimoni ini saya ingin juga membagikan
sedikit informasi tentang Turki dan pendapat beberapa orang dari mereka tentang
Aceh. Saya juga akan menyinggung kemiripan atau perbedaan Turki dengan Aceh
menurut perspektif saya.
Seperti orang Aceh, orang Turki sangat cinta
kepada bangsa dan tanah airnya. Namun jika kecintaan ini tidak diletakkan pada
tempatnya maka hal tersebut bisa menjatuhkan kita kedalam keta'asuban sehingga
merendahkan atau bahkan memandang hina bangsa lain dan menjajahnya. Adapun jika
hal tersebut disalurkan untuk hal-hal positif seperti berjuang di jalan Allah
maka ia sangatlah bermanfaat. Karena sebagai mana dia akan membela bangsa dan
tanah airnya maka seperti itulah dia akan membela agamanya, bahkan bisa lebih
dari itu.
Karena orang tersebut tidak akan takut dan
untuk mengorbankan nyawa dan hartanya untuk membela nilai yang ia anut,
sehingga ia dengan mudah mau mendakwahkan Islam dan membela kaum muslimin.
Itulah yang kita temukan didalam sejarah Aceh dan Turki.
Seperti halnya di Aceh, di Turki khususnya di
Istanbul sangat banyak terdapat masjid-masjid baik masjid besar (masjid jami’)
atau masjid kecil (meunasah / surau). Bagi yang pernah jalan-jalan ke Istanbul
pasti pernah melihat bahwa di Meydan Sultan Ahmet / Sultan Ahmet square saja
terdapat tiga masjid. Dua diantanya masjid besar, Masjid Ayasofya dan Masjid
Sultan Ahmet atau lebih dikenal oleh para pelancong dengan Blue Moque. Satunya
lagi adalah masjid kecil yang bernama Masjid Fairuz Ağa.
Yang pada semuanya ada dilaksanakan shalat
jum’at. Berbeda dengan kita yang shalat jum’at hanya dilaksanakan di masjid
besar / masjid jami’ saja. Dikarenakan Mazhab Hanafi yang dianut oleh mayoritas
penduduk Turki mensyaratkan tiga orang saja untuk sahnya shalat Jum'at.
Oleh sebab itu dalam bahasa turki tidak ada
perbedaan antara nama masjid dan menasah. kedua-duanya mereka sebut Jami’.
Adapun mushalla mereka menyebutnya mescit (mesjid). Jika kita ingin menanyakan
masjid atau surau di dalam Bahasa Turki maka kita akan bertanya "cami
(jami') nerede?" Sedangkan kalau kita ingin menanyakan mushalla kita akan
berkata "mescit (mesjid) nerede?"
Banyaknya masjid-masjid di Istanbul selain
karena memang orang-orang kaya disana suka menderma, tetapi juga diceritakan
bahwasanya pada masa dahulu para raja-raja dan permaisuri tidak diizinkan untuk
mewariskan seluruh hartanya kepada anak-anak mereka.
Qanun yang berlaku pada masa itu mengatur
bahwasanya terdapat bagian di dalam harta mereka yang harus dibelanjakan untuk
kebutuhan sosial masyarakat. Maka itu banyak diantara mereka yang membangun
masjid. Peraturan tersebut bukan cuma berlaku untuk keluarga Raja tapi juga
berlaku untuk orang-orang besar lain yang mempunyai jabatan lain di istana
seperti para menteri/wazir yang disebut juga dengan Paşa.
Adapun masjid yang dibuat oleh Sultan atau
permaisuri contohnya sangatlah banyak di Istanbul seperti masjid Sultan Ahmet,
Masjid Fatih dan Masjid Süleymaniye ( Sulaimaniyah). Masjid-masjid ini juga
dikenal dengan sebutan "Selatin camileri". Sedangkan contoh untuk
masjid yang dibangun oleh paşa adalah Masjid Sokullu Mehmet Paşa dan Masjid
Çorlu Ali Paşa.
Pemahaman Keislaman
Dari segi pemahaman keislamannya mayoritas
orang Turki menganut salah satu paham Ahlussunah Waljama'ah yaitu paham Maturidiyah
yang sangat dekat sekali dengan paham Ahlussunah Asya’irah yang dianut di Aceh.
Mungkin ada diantara pelajar-pelajar disini
yang ingin mendalami perbedaan antara dua mazhab ahlussunnah ini dapat
mengambil faidah dari kitab مسائل الاختلاف بين الأشاعرة والماتريدية karya İbnu Kamal Pasya (w. 940 H.), yang lebih dikenal oleh
orang Turki dengan nama Kemalpaşazade. Beliau juga Syaikhul Islam kesultanan
Turki Usmani pada zamannya.
Karena mereka menganut paham ahlussunah tentu
saja mereka sangat dekat dengan tasawwuf dan amalan-amalan tasawwuf seperti
kita temukan juga di Aceh. Oleh sebab itu terdapat banyak tariqah-tariqah yang
bekembang disana seperti Naqsyabandiyah, Qadiriyah, Mawlawiyah dll.
Para pelajar Aceh menziarahi pemakaman di komplek pemakaman Tgk Chik di Bitai saat Haul Tgk Chik Tgk di Bitai.Foto: istimewa |
Orang-orang yang berziarah ke maqam-maqam para
awliya dan majelis-majelis zikir berjama’ah bisa dengan mudah kita dapatkan
disana walaupun kebanyakan yang mengikuti majlis-majlis zikir tersebut adalah
jama'ah thariqah itu sendiri.
Karena masjid-masjid disana diurus oleh
pemerintah maka semua masjid mempunyai cara zikir berjama'ah dengan standar
yang sama selepas shalat.
Banyak orang-orang disana yang melakukan
ziyarah ke maqam-maqam para wali dan shalihin sebelum melakukan berbagai hal
penting seperti menikah dan sunnatan, ini dilakukan untuk berharap
berkat/barokah lebih dari orang-orang shaleh tersebut karena mereka dianggap
dekat dengan Allah disebabkan keshalehan mereka. Dan yang paling banyak yang
diziarahi oleh orang adalah maqam sahabat Nabi saw yang bernama Abu Ayyub
al-Anshari.
Selain tasawwuf sulukiyah (tazkiyatunnafs)
seperti di Aceh ada juga penganut pemahaman tasawwuf falsafi atau tasawwuf
wujudiyah yang diasas oleh Syekhul Akbar Muhyiddin İbn ‘Arabi. Aqidah para
penganut mazhab tasawwuf ini disebut juga dengan wahdatul wujud. Adapun
tokoh-tokoh tasawwuf ini yang pernah ada di Aceh adalah Hamzah Fansuri dan
muridnya Syamsuddin Sumatrani.
Kalau ada teman-teman yang senang dengan kajian
filsafat islam dan tasawwuf terutama tasawwuf falsafi maka sangat cocok jika
ingin melanjutkan studinya ke Turki. Karena disana banyak akademisi-akademisi
yang ahli dalam bidang tersebut. Salah satunya bapak Mahmut Erol Kılıç yang
sekarang sedang menjadi duta besar Turki untuk Indonesia.
Saya melihat kebanyakan masyarkat Turki
terutama yang awam mereka tidak mengetahui tentang Aceh dikarenakan sejarah
tentang hubungan Turki Usmani dan Kesultanan Aceh Darussalam tidak banyak
dibahas.
Panitia dan peserta acara Haul Tgk Chik di Bitai berfoto bersama. |
Oleh karena itu saat Aceh berperang melawan
Portugis maka Turki datang untuk membatu Aceh melawan Portugis dengan cara
mengirimkan jendral-jendral yang bukan cuma ahli dalam strategi perang terapi
juga ahli dalam membuat senjata dan memahami ilmu agama. Walhasil berdirilah
Ma’had Askari Baitul Maqdis ini.
Sedangkan orang Turki yang menguasai sejarah
hubungan Turki Usmani dengan Nusantara seperti Dosen İbn Haldun University Dr.
Mehmet Özay yang telah menulis buku "Açe Darüsselam Sultanlığı" yang
merupakan referensi terlengkap dalam bahasa Turki tentang kesultanan Aceh,
beliau berpendapat bahwa Aceh juga sebuah bangsa yang besar.
Bagaimana bangsa Turki yang telah memeluk İslam
kurang lebih seribu tahun maka Aceh juga sebuah bangsa yang telah memeluk İslam
hampir seribu tahun. Pastinya Aceh juga mempunyai peradaban yang tinggi.
Menurut beliau bantuan yang datang dari Turki
tersebut bukan hanya bantuan cuma-cuma, tetapi itu merupakan hasil dari
hubungan perdagangan antara dua kerajaan ini.
Oleh sebap itu bagi yang tinggal di Banda Aceh
setelah Tsunami pasti pernah membaca baliho yang bertuliskan “Rakyat aceh dan
Rakyat Turki seperti kakak dan adik dahulu, hari ini dan selamanya.” Betapa
cocoknya pemilihan kata kakak dan adik, bukan penguasa dan bawahan.
Jadi kita bisa melihat ada kesetaraan disitu.
Pemilihan kata itu juga mengingatkan kepada kita sebuah ayat dialam Al-qur’an
yang berbunyi إنما المؤمنون إخوة sesunnguhnya
orang-orang mu'min itu bersaudara. Ayat ini menjelaskan kepada kita bagaimana
seharusnya hubungan antara orang-orang yang beriman.
(Testimoni ini disampaikan pada acara memperingati Haul Teungku Chik di Bitai pada tanggal 28 Agustus 2019)
Posting Komentar untuk "Perbedaan dan Persamaan Karakter Orang Aceh dan Turki "