Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Konsep Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Dan Pembinaannya Dalam Pendidikan Agama Islam Menurut Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani

Ilustrasi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani. Foto: internet


Pengkajian tentang pemikiran para pembesar ulama umat Islam adalah sebuah tugas  yang penting. Tugas tersebut tidak hanya mengetahui pemikiran mereka,  namun  meliputi  usaha untuk  menyelami, mendalami  dan  mengetahui tujuan pemikiran tersebut, serta unsur-unsur yang mengelilingi dan mempengaruhinya sehingga akhirnya bisa sampai kepada hasil yang memuaskan dan memahaminya dengan pemahaman yang sadar, yang tidak hanya berhenti pada permukaan masalah dan permukaan pemikiran. 

Salah satu ulama besar umat Islam adalah Syaikh Abdul Qadir al-Jilani, seorang tokoh yang hidup di akhir abad kelima dan awal abad keenam hijriyah. Beliau sangat terkenal dengan ilmu dan  kedamaian.  Namanya  berkaitan  dengan  salah  satu  jalan  sufi  yang  luas penyebarannya di bagian Utara negeri Afrika, Mesir, Syam, Irak, dan sebagian negeri lainnya. Dalam Dzayl Thabaqat al-Hanabilah, Ibn Rajab menuturkan, “Ia menguasai tiga belas bidang ilmu. Banyak orang yang belajar pada Syekh tentang Tafsir, Hadis, dan persoalan mazhab.

Aqidah jika dilihat dari sudut pandang sebagai ilmu sesuai konsep Ahlus Sunnah wal Jama‟ah meliputi topik-topik: Tauhid, Iman, Islam, masalah ghaibiyat (hal-hal ghaib), kenabian, taqdir, berita-berita (tentang hal-hal yang telah lalu dan yang akan datang), dasar- dasar hukum yang qath‟i (pasti), seluruh dasar-dasar agama dan keyakinan, termasuk pula sanggahan terhadap Ahlul Ahwa‟ wal Bida‟, semua aliran dan sekte yang menyempal lagi menyesatkan serta sikap terhadap mereka. Disiplin ilmu „Aqidah ini mempunyai nama lain yang sepadan dengannya, dan nama- nama tersebut berbeda antara Ahlus Sunnah dengan firqah- firqah (golongan-golongan) lainnya ( Yazid, 2016:11).

Pembinaan aqidah Aswaja dalam Pendidikan Agama Islam diberikan dengan  mengikuti tuntunan bahwa visi Aswaja adalah untuk mewujudkan manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, etis, jujur dan adil (tawassuth dan i’tidal), berdisiplin, berkesimbangan (tawazun), bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya ahlussunnah wal jama‟ah (amar ma’ruf nahi munkar).


Konsep Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah 

menurut Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani

Dalam konsep aqidahnya, konsepsinya berkaitan dengan pemurnian tauhid da penafia syirik,   al-Jailani   mempunya pandanga yang   mendalam. Menurutnya kesyirikan tidak hanya penyembahan pada berhala saja, tetapi juga pemujaan nafsu jasmani dan menyamakan segala sesuatu yang ada di dunia dan akhirat dengan Allah. Sebab selain Allah bukan Tuhan, dan menenggelamkan diri pada sesuatu selain Allah berarti menyekutukan Tuhan. Hidup bermewah- mewahan  dan  menyibukan  diri  dengan  kehidupan  dunia  karena  beranggapan bahwa kebahagiaan akan didapat di dalamnya, berarti juga menyekutukan Tuhan. Al-Jailani juga menyebutkan bahwa syirik orang khawas (kebalikan awa,) adalah menyekutukan kehendaknya dengan kehendak Allah, yaitu lalai dan terbawa suasana dunia ( Yahya, 2007:39).

Dalam melancarkan dakwah Islamnya, Al-Jailani lebih menitik beratkan kepada   iman   seseorang   untuk   selalu   mentauhidkan   Allah.   Karen iman merupakan tolak ukur setiap individu yang mengaku sebagai seorang muslim. Oleh karena itu, iman memerlukan pengakuan secara konkrit dari seorang muslim atas ketentuan yang berlaku menuru syariat Allah. Sebab baginya iman adalah ucapan dengan lisan, keyakinan dalam hati, dan perbuatan dengan anggota badan. Iman akan menjadi kuat dengan ilmu dan akan menjadi lemah dengan kebodohan. Langkah Al-Jailani dalam menyeru umat sangat tepat. Sebab, di saat kekacauan umat sangat memuncak, maka gerakan tauhid dan kembali ke jalan Allah betul- betul diserukan dengan lantang. Sejalan dengan strategi dakwah al-Jailani, Ismail Raji al-Faruqi, cendekiawan muslim kontemporer, mengatakan bahwa esensi peradaban Islam adalah tauhid atau pengesaan Tuhan, tindakan yang menegaskan bahwa Allah itu Esa, Pencipta yang Mutlak dan Transenden, Penguasa segala yang ada. Berpegang teguh pada prinsip tauhid merupakan fondasi dari seluruh kesalehan, religiositas (keberagamaan), dan seluruh kebaikan. Dengan demikian sangat tepat apa yang diupayakan oleh Al-Jailani ( Fazlur, 2003: 86).

Al-Jailani adalah seorang sunni yang dalam banyak hal berbeda pandangan dengan aliran-aliran pemikiran yang berkembang di semasa hidupnya. Secara keseluruhan, metode yang dipakai oleh Al-Jailani dalam menetapkan akidahnya adalah menggunakan Manhaj Turatsi, yang berafilisasi kepada manhaj ulama salaf shalih. Dalam permasalahan usaha manusia” (af‟al al-„ibad) misalnya, ia berbeda dengan pandangan Jabbariyah yang fatalis dan Qadariyah. Menurutnya, perbuatan hamba itu adalah ciptaan Allah swt, demikian pula usaha mereka yang baik  maupun  yang  buruk,  yanbenar  atau  yang  salah,  yang  taat  atau  yang maksiat. Namun bukan  berarti bahwa Allah swt memerintahkan maksiat, tapi Allah swt telah menentukan dan menetapkannya serta menjadikannya sesuai dengan kehendaknya. 

Hanya saja sesuatu yang berkaitan dengan perintah  dan larangan yang ditujukan kepadanya adalah usaha manusia (al-kasb). Jika balasan itu jatuh kepada manusia, jelaslah bahwa perbuatan itu karena usaha mereka. Lain halnya dengan Jabbariyah, mereka berpendaat bahwa manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pandangan al-Jailani juga berlawanan dengan kaum Qadariyah. Mereka menyatakan bahwa manusia berkuasa atas perbuatan- perbuatannya. Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri ( Solikhin, 2009:31).

Jadi jelaslah di sini bahwa Al-Jailani tidak menghendaki manusia pasrah pada nasib dan takdir Allah sebagaimana kaum Jabbariyah. Juga tidak seperti Qadariyah yang menafikan peranan Allah dalam setiap perbuatan manusia. Oleh karena itu, Al-Jailani menengahi di antara dua kutup pemikiran yang ekstrim. Manusia, oleh Al-Jailani dianjurkan untuk selalu berusaha dan berdoa. Dan jika takdir sudah tiba, manusia harus menerima (tawakal), sebab Allah lebih mengetahui segala hikmahny ( Solikhin, 2009:32).

Mengenai sifat-sifat Allah yang termaktub di dalam al-Quran dan sunnah, Al-Jailani mengimani sepenuhnya tanpa melakukan takwil. Tidak seperti apa yang dilakukan oleh kaum Asyariyah dan Maturidiyah serta Mu‟tazilah. Baginya, apa yang diberitakan oleh al-Quran tentang sifat-sifat Allah itulah yang benar, seperti Dia lah Yang menahan dan memberi, Yang membuat tertawa dan gembira, Yang murka dan Yang marah, Yang mengasihi dan mengampuni. Dia memiliki tangan dan Yang bersemayam (istiwa) di atas Arsy (M. Zainudin, 2011:18).

Isi Jurnal selengkapnya silahkan download DISINI

Judul : Konsep Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Dan Pembinaannya Dalam Pendidikan Agama Islam Menurut Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani

Posting Komentar untuk "Konsep Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Dan Pembinaannya Dalam Pendidikan Agama Islam Menurut Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani"